30.5.12

Sebentar Lagi


H-15 jam
Count down.

Apakah yang akan terjadi nanti?
………………………………………….
…………………………………….
……………………………….
………………………..
…………………
……………
………
.

Mudah-mudahan tidak meledak.

Tahan Jarinya!


Hampir setiap hari menyugestikan terhadap diri sendiri:
Tahan jarinya! Tahan jarinya!

Sebuah penghilangan jejak?
Mungkin.

Sementara ini, masih untuk alasan tersebut.
Entahlah nanti malam, besok pagi, siang, sore, atau bahkan besok malam.
atau mungkin bukan untuk besok, lusa, dan hari-hari berikutnya
namun, terlalu menakutkan jika hal itu terjadi.

Lets see!

Dedendangan Ubiet dan Dian HP


Konser Musik Melayu “Dedendangan” ala Ubiet dan Dian HP Sabtu malam lalu masih meninggalkan bekas dalam otak. Well, seperti yang kita ketahui bahwa mereka sudah tak asing lagi di dunia musik.

Ubiet, dengan suara berat yang khas. Dian HP, arranger tingkat dewa yang ‘bisa aja lho’ bikin perpaduan aransemen unik dari alat musik modern dan melayu—tentunya. Mereka mengajak Anu Sirwan, dan teman-teman pemusik lainnya untuk memukau penonton di Teater Salihara.

Layaknya jatuh cinta, yang membuat lidah kelu, padahal sebenarnya banyak yang ingin disampaikan. Namun, mungkin lebih baik disimpan supaya tidak lekas hilang dari ingatan. Tsaah. Terlalu memesona. Ah sudahlah. Haha.

*khayalan tingkat superdewa: ada Ubiet dan Dian HP di resepsi pernikahan saya nanti*
Aamiin.
:)

Keroncong


Pertama: sangat sangat kaget liat salah satu aula di Untar. Megah gila! Speechless..

Kedua: genre keroncong merupakan salah satu jenis music yang sangat tidak gampang dinyanyikan. Apalagi pola titinada yang menjangkau dari rendah sampai tinggi, belum lagi vibra keroncong yang khas, tidak sembarang penyanyi bisa menyanyikan dengan baik dan benar. Hampir sama seperti genre dangdut, perlu bakat alam (red.).

Berbeda lagi dengan vibra pada lagu-lagu seriosa. Keroncong lebih menuntut kelembutan suara, cenderung ‘empuk’, dan vibra yang diproduksi sangat jarang menggunakan falsetto. Pada seriosa, bisa dibilang cenderung agak lantang, hampir semuanya falsetto, dan resonansi ritme vibranya lebih cepat (red.).

CMIIW.
Nggak percaya? Coba aja nyanyiin salah satu lagu keroncong Janjiku atau Fantasi. Selamat mencari dan mencoba!

50:50



Naik taksi pagi buta berjam-jam, pulang-pergi: ini namanya ujicoba pada manusia yang mempunyai tingkat kemungkinan mabok cukup tinggi. Efeknya adalah puyeng-puyeng dan migraine menyerang seharian, bahkan sampai hari berikutnya.

Niatnya mau melawan batas diri, mencoba memberanikan pikiran dan badan. Namun, nyatanya percobaan tahap awal ini fifty fifty. Berhasil tidak mabok, tetapi meriangnya belakangan.

Fuh. Baiklah. 

Membaca Puisi

Membaca puisi. Hmm, mudah atau sulit? Lebih dari sepuluh tahun bergulat dan bercinta dengan puisi, baik menulis maupun membaca. Membaca untuk diri sendiri, membaca untuk orang lain, menulis puisi untuk diri sendiri, juga menulis puisi untuk orang lain—bahkan untuk diikutkan lomba. Memang tidak sesering master piece Nana Eres, tetapi gw sedikit tau ‘bagaimana membaca puisi yang baik’ (red.).

Pada tulisan gw sebelumnya, sudah ada beberapa hal yang gw beberkan tentang ‘dunia kepuisian’ gw. Namun, semakin ke sini, gw semakin punya banyak referensi dalam hal ‘gaya membaca puisi.’ Lingkungan, kultur, dan perbedaan ‘aliran’ merupakan contoh faktor yang paling kentara memengaruhi si pembaca. Unik. Bukan soal bagus atau tidak, melainkan soal gaya dan idealisme tiap-tiap pemuisi.

Di tahun terakhir gw ini, (aamiin).. Gw pun memberanikan diri untuk mencoba peruntungan tangkai baca puisi di ajang Peksimida. Yaaa, walaupun sebenarnya ini lebih tepat disebut karena dorongan dari Nana Eres. Dia yang selalu memberi energi di manapun dan kapanpun. Dia juga yang agak memaksa. Hahaha. Makasih Mba Nana..

Dengan segala kerendahan hati, gw bersyukur karena berkesempatan untuk unjuk gigi kembali beberapa minggu lalu. Daaan, seperti yang sering gw katakan pada orang lain bahwa juara bukanlah segalanya. Berarti ini adalah hasil yang terbaik untuk gw. Mungkin memang belum jodoh. Hehehe.

Sayangnya, ini tahun terakhir gw di kampus dengan status mahasiswa. Sedih? Hmm, jangan ditanyalah kalo tentang ini. Mau nggak mau, comfort zone harus segera ditinggalkan. Mungkin kali lain akan ada kesempatan yang lebih tepat di waktu yang tepat pula. Baiklaaah, doakan saya ya, guys (:

20.5.12

Katanya #longweekend


Pagi guys :) *sok asik*
Hari libur selama empat hari ini dihabiskan untuk ngapain aja? Traveling? Touring? Ke Bandung? Bali? Atau ngapain?


  “temen gw liburan ke Singapore, Dha. Berak duit nih dia!” kata Icha.
  “besok gw ke Batam, Dha, ada seminar di sana.” kata Jo.
  “Mba Idha, besok Yuan pulang ke Tegal kayaknya, sampe Minggu.” kata Yuan.
  “Touch down!” @ Cipaganti, via foursquare >> Status twitter Peppeishaam.

hmm, apapun kegiatannya, ingatlah, besok udah Senin! Hahaha. Sekadar mengingatkan, nggak ada maksud apa-apa.

FYI, gw baru tersadar di hari Rabu, kalo ternyata Kamis-Jumat-Sabtu-Minggu ini adalah long week end. Biasa, alasan klasik—nggak ada kalender pengetahuan. Gw termasuk tipe anak kosan yang nggak punya kalender dinding/kalender yang ada tanggal merahnya selain hari Minggu. Nah, jadi yaa, taunya hari Minggu doang yang warnanya merah. Gitu. Boleh dikatakan, hal tersebut merupakan salah satu penyebab ketidaksadaran gw atas libur-agak-panjang ini. Hal lain: karena justru di akhir Mei inilah tugas suci nan mulia yang mahanyata baru dimulai. UAS, men! Belum lagi, sempat diribetkan oleh Peksiminas, Pimnas, Sasina, SU UI, dan tentunya—kerjaan—yang lambat laun menyita jiwa raga, juga hal-hal lain—ah sudahlah, hahahha. Busy women. Maklum, semester akhir, lalalala~

Harusnya di empat hari ini gw punya program ‘sejam bersama Alex.’ Namun, terdapat beberapa rintangan yang menghadang ternyata, halah. Alhasil, program ini cuma kelakon di hari Minggu, alias hari ini. Ya ya ya, nggak papa. Memulai program ini memang tidak semudah membuat skripsi. Auch! *blagu banget* bagaimanapun realisasinya, saya bangga! Tinggal melanjutkan. Hah? ‘tinggal’? semoga ke depannya lancar ya, aamiin. Program ini gw ciptakan demi keberlangsungan hidup gw. Because what? Because semenjak gw purnatugas dari baritonist MBUI, jiwa raga mulai kurang keurus, kasihan. Terbukti: mulai dari napas menjadi pendek, migraine sering muncul, badan pegal-pegal tak menentu, juga pertumbuhan yang semakin menyamping. Hahaha. *you know what I mean, I think.* tadinya mau ikut MB kampus sebelah, tapi mereka nggak ikut GPMB, yasudahlah, tak apa.

Mengapa gw membuat program ini? karena, menurut penelitian, olahraga apapun—yang memacu jantung—dapat memengaruhi lama usia seseorang, 5—6 tahun lebih panjang masa hidupnya. Terlepas dari takdir Allah yang menentukan usia ya, usaha mah tetep usaha. Namun, Dia yang menentukan karena kesempurnaan hanya milik Tuhan, tetep di D**** show show show! *lawakan lawas*

Baiklah, segini aja dulu ya. Kalaupun masih kangen, coba tahan dulu! Suatu saat pasti ketemu obatnya J *ini udah nggak ngerti arahnya ke mana* yasudah, dadaaah.

**Alex: siapakah Alex? Penasaran? Stalking aja! Hahaha. (ngeselin abis!)

19.5.12

Sudah Cinta, Mau Diapakan Lagi?


Semenjak SD, begitu gw dipertemukan dengan puisi, gw langsung suka. Tanpa memedulikan bahasanya yang penuh kiasan atau perumpamaan. Tanpa tau makna dari setiap katanya. Suka ya, suka. Tanpa alasan. Kalau alasan untuk suka udah lenyap, berarti nggak ada alasan lagi untuk suka dong?! Sama halnya kalau kita ditanya tentang ‘cinta.’ Misalnya, “kenapa sih, kamu cinta sama dia?” “abis doi ganteng banget!” (*kecuali untuk alasan yang memang sudah menjadi watak asli sesuatu/seseorang).

Kembali lagi ke puisi. Di SMP pun, gw berhasil dibuat terpesona oleh seseorang yang membawakan sebuah puisi dengan apik, ekspresif, dan ‘dalam.’ Katakanlah ‘kami saingan’ berat. Hahaha. Well, meski begitu, gw tetap pada jalan gw, dan dia tetap pada jalannya. Dalam hal ini, maksudnya ‘aliran, gaya, dll.’ Ini dari tadi banyak tanda kutip satu ya? Nggak papa lah. Nggak dosa ini. Nah, hmm, sejak saat itu, selalu ada perang dingin di setiap lomba baca puisi. Aaah, kangen bersaing seperti itu lagi.

FYI, baca puisi di sini dalam artian bukan seperti baca puisi yang asal baca, intonasi ngotot, suara keras-keras, atau yang bacanya hanya ada nada rendah dan nada tinggi secara bergantian. Namun, baca puisi di sini adalah baca puisi ‘yang biasanya menang di kompetisi’ (red.). Ya, itulah. Nanti deh ya, kapan-kapan kalau ada acara baca puisi atau lomba, insya Allah gw ikut. Hihihi. Hmm, atau barangkali puisi Anda mau saya bacakan? Hahaha, boleh-boleh, sok lah :D

Setelah lulus SMP, lanjut ke SMA. Di sana gw juga dipertemukan dengan sosok yang lebih matang menekuni dunia baca puisi. Mungkin sudah jalannya (~dalam hati~). Seperti jodoh: ketemu terus. Lalalala, dudududu~ lanjut! Di situlah gw bangkit lagi. Senang rasanya bisa bercengkerama dengan puisi. Ibaratnya, ‘kembali ke alamnya.’ Bahasa gaulnya, GUE BANGET, gitu. Kemudian, sempet juga tampil di beberapa acara. Kritik, saran, pujian, semuanya gw lahap demi keberlangsungan gw selanjutnya. Dari guru teater, kakak kelas, master of poetry reader, juga teman, tentunya.

Rabu lalu, gw kembali membaca puisi. Daaaan, ah! Speechless. Haru. Puas. Bahagia. Gemeteran pas baca di depan Mas Yudhi. Bahkan, sejak bangun tidur, telapak tangan udah mulai dingin. Setelah sekian lama—hampir empat tahun—gw berkeliaran di dunia mimpi dan khayalan tanpa henti. Fuh. Yaa, bisa dibilang, terlalu banyak jajan jajanan mahal, sampai-sampai nggak pernah nyentuh lagi makanan rumah yang very homy, truly indeed. Menyesal? Nggak lah. That is not a goal, its just a tools. Seandainya boleh mengulang, hmm, pikir-pikir dulu. Hahaha. Bukan nyasar, bukan juga salah jalan. Ini hanya bagian dari menggali potensi diri saja, bukan sesuatu yang ‘harusnya bukan di sini.’ Hidup ini pantas untuk dijelajahi. Jadi, sah-sah saja.

Peksiminas. Ajang ini memang udah gw incar sejak awal tahun. Gw berniat ikut tahun ini—di tahun terakhir kuliah gw. Oke, di bagian ini dilarang keras dan nggak boleh mbrebes mili! Lho, tahun terakhir kuliah kok sedih? Bukannya harusnya gembira ya, karena udah kelar kuliah? Justru itu bre, yang membuat perasaan campur aduk begini. Yaa, bagi orang-orang yang udah pernah merasakan kehidupan semester akhir pastilah paham betul seperti apa rasanya, apalagi sempet sadar bahwa ada sesuatu yang belum ditunaikan. Ya ya ya. Makanya, yang masih pada kuliah, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya!

Gw masih berdoa, semoga gw semakin sering dipertemukan dengan puisi, dalam bentuk apapun. Aamiin.

18.5.12

Hidup Untuk Tanda Tanya (?)


Seharusnya banyak yang berkesan pada April. Namun, sayang, April tidak sadar. Mungkin kesan hampir bosan dengan kejutan.

Saya juga tidak pernah punya pikiran untuk membencinya, sekalipun telah kali kesekian dibiarkan begitu saja.

Entah tidak sengaja, atau memang terencana. Semua berjalan sesuai alurnya, tetapi belum selesai. Justru di sini, episode akhir masih dalam tanda tanya.

……………………………..???

16.5.12

Tentang Radha


Beberapa minggu lalu, “Radha kepada Khrisna” berhasil dibawakan. Alhamdulillah, semua atas karunia Allah yang Mahakuasa. Perjuangan saya memang belum seberapa, tetapi bagi saya, ini cukup berkesan.

Kali pertama diputuskan bahwa salah satu lagu yang dibawakan adalah “Radha kepada Khrisna”, saya langsung menciut. Gimana nggak? Lagu ini terhitung spesial: penuh lengkingan, diisi oleh suara-suara sopran, agak nyinden, dan butuh napas yang panjang. Huhuhu. Sejak saya pensiun ‘berciuman’ dengan Baritone 34, napas saya cenderung pendek, cepat habis. Baiklah, ini memang derita saya. Namun, dibelakang kekicepan-keminderan-dan berbagai keraguan yang bersarang dalam dada, saya punya niat yang kuat untuk dapat menaklukan si Radha ini. Sangat menantang buat saya, justru ini langkah awal untuk membuktikan seberapa besar usaha dan kebertahanan diri menghadapi rintangan yang mau-tak-mau harus dilakukan. Yes, I’m ready!

Gara-gara ‘Radha,’ saya memutuskan untuk memulai kegiatan gowes sepeda tiap hari, menjaga pola makan, memilah jenis makanan dan minuman, juga berlatih vokal (khususnya berusaha ‘menyoprankan’ diri) di luar jam latihan. Berlandaskan niat yang kuat, usaha yang cukup, dan doa yang tak lupa saya panjatkan, akhirnya hari H datang juga. Aaaaa, mau kabur rasanya *lebay* etapi, beneran deh! Serius. Bahkan, saya sangat gugup dari pagi (bangun dari tidur), hingga detik-detik menjelang pengucapan kata pertama dari lagu Radha. Fuhh.. yasalaaam. Sensasinya subhanallah sekali ternyata.

Setelah tampil, melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa rekamannya, barulah lega. Entahlah, lega karena apa. Mungkin saja, saya lega karena merasa ‘menang’ atas alter ego pribadi. Bagus atau tidak, sempurna atau belum, itu lain persoalan. Sila penonton saja yang menilai :’) saya yakin, penonton lebih tau mana ‘paket penampilan’ yang dapat dikatakan bagus/sempurna. Yang terpenting bagi saya maupun Sasina, kami dapat menghibur dan menyampaikan pesan dari puisi lewat nada yang dilantunkan. Sesederhana itu.

15.5.12

Kata Teman


Kata @sastraisranto,
“lebih baik tidak banyak berharap.”
*baiklah, nanti saya coba ya Bi :’)

Kata @nanaeres,
“kamu pasti bisa,” | “aku optimis kamu juara 1.”
*mau peluk Mba Nana :’)

Dua hari ini dikuatkan oleh salah dua orang di atas. Tentunya dalam dua hal yang berbeda pula. Namun, apa pun itu urusannya, makasih banyaaaak. Aku sayang kalian.

8.5.12

Bukan Cinta


Sungguh, aku tak ingin menyebutnya cinta.


: Karena bagiku, ia seperti sepotong subuh,
   aroma paginya tak pernah lupa kubangunkan.

MB-WG


Tiba-tiba ada ini:

MBWG = Madah Bahana Waditra Ganesha

Mau ketawa boleh nggaaaaak? :D
*boleeh, boleeeh*

Kejutan Manis Waktu Gerimis

Sabtu lalu terasa manis. Bukan hanya itu, kejutan demi kejutan datang di antara gerimis dan hujan.

Pertama, bagi kami (Sasina, red.), merupakan suatu kehormatan diundang pada peluncuran buku @arnellism :’) buku pertamanya: Now and Then. Tempat peluncurannya di Kedai Lentera (@lenteratimurcom), milik Mba Ken. Tenang, klasik, sederhana, penuh tawa: kurang lebih begitulah impression yang ditimbulkan dari awal hingga akhir. Aaaaaak, menjalani Sabtu malam bersama teman-teman seide, sehati, dan sehobi memang nikmat yang tak terbantahkan.

Apalagi, si nona @jemarimenari, tante @NDIGUN, dan @rizkymamat pun turut meramaikan panggung hiburan. Asupan batin saat itu tetiba langsung full. Bisa ketemu, ngobrol, tertawa, juga  menggalau murka bersama lantunan @Sasina_. Belum lagi, ada @atre7, kemudian rekan-rekan dari Jakarta Berkebun, Akademi Berbagi, serta kawan-kawan lain yang tak kalah semarak. Kesannya yang dateng banyak, padahal hanya beberapa orang saja di sana. Itu artinya, pencitraan kita berhasil, hahaha. *raising glass*

Di sana ada pengetahuan, teman, kenalan, juga rekan seperjuangan: semuanya ada. Perfect night. Hujan bukan halangan bagi kami untuk memberi jeda di antara pembicaraan, melainkan kami semakin ‘ngoyo’ untuk tetap melantunkan lirik-lirik penuh makna itu. Huhuhu. Hampir satu album kami bawakan di tengah-tengah gemuruh riuh rintik malam. Aiiiiih. Air mata yang mungkin tertahan di pelupuk kiri-kanan kelopak, senyum simpul, juga gelitik-gelitik di antara hati dan lambung seakan setia memeluk tubuh.

Semoga di lain kesempatan, kita bisa berjumpa dan menggalau murka bersama :’)

7.5.12

Ingin Masuk ITB

Usia bukan segalanya. Mungkin ini pembuka yang tepat. Biasanya, anak-anak SMA yang gw ajar, bisa gw tebak ‘isi otaknya’ dari cara berbicara, cara dia menyapa, berkomunikasi dengan gw, dan melalui cerita-ceritanya. Kemarin, ketika gw ngajar anak SMA di Bintaro, gw cukup ternganga. Baru kali ini gw bertemu murid secerdas dia. Hmm, singkat cerita, dia tau banyak tentang Indonesia. Mulai dari Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gusdur, SBY, bahkan dia juga tau banyak tentang Budiono, Jusuf Kalla, Sri Mulyani, dan para pejabat negara lainnya. Bukan hanya sekadar tau nama, jabatan di negara sebagai apa, tetapi juga sepak terjang setiap sosok, she knows them well. Wow!
Biasanya memang ‘ada sesi curhat/cerita-cerita' setelah kami belajar materi SNMPTN.  Nah, uniknya, dia punya cita-cita yang cukup mulia bagi Indonesia. Gw nggak akan mengumbar ‘apa cita-citanya’ di sini. Cukup gw, dia, dan Tuhan yang tau. Hihihi. Hmm, yaaa, bisa dibilang, mungkin ini ‘kode etik pengajar’ hahahaha. Oke, lanjut. Biasanya, saat anak-anak SMA ditanya ingin melanjutkan ke perguruan tinggi mana, jawabannya bisa ditebak, berikut alasannya: misal, UI-Hubungan Internasional, karena ingin jadi diplomat; UI-Manajemen, karena disuruh Papa. Oh God! Baiklah, yang kedua ini biasanya adalah golongan orang berada sehingga si anak diarahkan untuk bisa melanjutkan bisnis orangtuanya. Gw selalu mencuci otak mereka dengan kata-kata: “jurusan apapun, asalkan kamu suka, dan tidak terpaksa.”
  Nah, saat gw bertanya kepada si murid gw—yang menurut gw cerdas ini—ingin masuk perguruan tinggi mana, dia tegas menjawab ‘ITB.’ Baiklah, ini bukan soal gw, tetapi soal murid gw. Oke ya, case closed! Ahahaha. *lokal banget becandanya, maaf ya, readers :P*
Hmm, dia ingin sekali masuk Teknik Industri ITB. Tenang, semuanya pasti mungkin, Tuhan tau mana yang kamu butuhkan kok :’) menurutnya, dia ingin lebih fokus belajar dan mendalami apa yang diminatinya. Toh, jurusan dan ITB juga merupakan langkah awal untuk mewujudkan cita-cita besarnya. Aaah.. semoga Tuhan memudahkan jalanmu ya, Dek! Aamiin.
Poin plus dari si anak ini, dia tidak hanya menguasai permasalahan Indonesia, tetapi juga bagaimana menghadapi karakter-karakter dan menyikapi sebuah argumen. Tingkat emosional yang stabil, cara berpikir yang matang, penuh pertimbangan, bukan seorang penilai, wawasan luas, diajak diskusi ngalor ngidul juga bisa. Baguslah, justru ini adalah modal untuk terjun ke dunia perkuliahan yang sesungguhnya.
Semoga kali lain kita bisa diskusi hal-hal yang lebih menarik lagi ya. Hihihi :D dan semoga gw bisa mengimbangi, hahaha *agak miris, ironis*

Jember Fashion Carnival (JFC)

Jember Fashion Carnival (JFC). Awalnya gw hanya mengetahui bahwa acara ini sekadar acara fashion yang diadakan di Kota Jember. Namun, setelah beberapa minggu lalu bertemu dengan Mas Dynand Fariz di Esmod Jakarta, lalu mendengarkan sedikit kisahnya dari beliau, gw semakin kagum dengan acara ini.

Pertama, gw sempat kaget ketika beliau berkata bahwa JFC ini adalah acara nonprofit, alias acara sosial. Lho? Kok bisa? Karena ternyata banyak fakta yang tersembunyi dibalik megahnya acara ini. Pertama, acara ini diadakan di Kota Jember (yang kabarnya merupakan ‘kota santri’). Dynand berhasil mengubah paradigma bahwa berkesenian juga merupakan bagian dari ibadah. Ya, ibadah kepada Allah atas syukur nikmat kreativitas yang telah diberikan Tuhan kepada manusia.

Kedua, dalam JFC, siapapun bisa menjadi talent catwalk. Orang-orang dari kota hingga orang-orang dari desa-desa terpencil sekalipun. Dari saya, oleh saya, dan untuk saya. Para talent membuat sendiri kostumnya, ide pribadi, dana pribadi, dan dia juga yang memeragakan kostumnya di catwalk. Tidak seperti model-model biasanya: cantik, tinggi, langsing. Akan tetapi, siapa saja bisa mengikuti ajang ini. Dari anak kecil hingga orang tua, semuanya ada. Tak pandang usia, tak pandang strata, tak pandang fisik semata. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama, tinggal bagaimana usaha masing-masing saja.

Ketiga, dengan adanya JFC, perekonomian Kota Jember pun meningkat. Para pedagang kecil dan menengah mempunyai penghasilan tambahan untuk menghidupi keluarganya. Ibaratnya, membuka lapak dagangannya di acara JFC tiap tahun merupakan ‘penghasilan tambahan tetap’ yang bisa diandalkan. Hal ini sangat berprospek karena peminat JFC tiap tahun semakin banyak. Mulai dari panitia, pers, talent, dan masyarakat penikmat seni berdatangan ke Kota Jember: menjadi saksi mata aset seni budaya Indonesia yang telah diakui dunia. Inspiring!

Hal-hal yang gw ungkapkan di atas hanya sebagian kecil dari ‘isi JFC’ ini. Gw yakin, masih banyak sesuatu yang belum terungkap. Penasaran dengan acara ini? Datanglah ke Jember tanggal 8 Juli 2012 nanti. See you there, guys!

Born To Sing

Melanjutkan bahasan sebelumnya, tentang MAYDAY! dan para penyanyi yang bikin speechless, gw jadi mikir: tapi memang, di dunia ini, benar-benar ada segelintir manusia yang diciptakan untuk ‘menyanyi.’ Mengapa gw kasih tanda kutip? Karena iseng aja, hahahaha. Baiklah, ini nggak lucu, Idha!

Menurut hemat gw, suara bagus bukanlah segalanya, tapi untuk menyanyi membutuhkan suara yang bagus, huahahaha. Jadi?? Hmm, gini gini, coba bayangkan antara suara bagus dengan suara yang tidak bagus (*yang kayak apa? Secara subjektif dulu aja*). Kemudian, bedakan antara menyanyi yang baik dengan menyanyi yang belum baik, meskipun si penyanyi punya suara yang bagus. Ya gitu lah, hahaha. Bagi yang belum memahami apa yang dimaksud, bisa langsung menggunakan layanan ON CLINIC ya! *sumpah, ini jayus banget!*

Nah, hmm, bagi readers yang punya suara bagus, syukurilah! Meskipun belum bisa menyanyi dengan baik. Lalu, bagi yang bisa menyanyi dengan baik, padahal bersuara pas-pasan, tetap syukuri juga ya! Setiap manusia diberi keadilan oleh Tuhan dalam hidupnya, sesuai porsinya. Maka dari itulah, setiap kekurangan yang kita miliki, tak lain dan tak bukan adalah karena kelebihan yang belum kita miliki sudah menjadi hak orang lain, halah. Bingung? Pegangan coba! Pegangan! Kalo kata temen gw: semua orang bisa nyanyi, tapi nggak semua orang bisa menyanyikan lagu. Kalo kata Agnes: banyak penyanyi yang suaranya bagus, tapi nggak semua penyanyi bisa bikin enak sebuah lagu.

Seperti halnya born to sing: mereka--orang-orang spesial yang dikirim Tuhan—dilahirkan untuk mempermanis suasana dalam bilik hidup, aiiih :’) so, yang terpenting adalah do it by your heart, guys! Dalam hal apapun. 

MAYDAY! MAYDAY!!

Senin, ditemani gerimis yang romantis. Biarlah rintik hujan membasuh bumi pagi ini, biar tanah yang kering punya semangat lagi.

Kali ini gw ingin berbagi tentang sesuatu, tsaah. Beberapa hari yang lalu, baru saja terlaksana sebuah acara—lebih tepatnya konser musik—yang bertemakan Art for Charity, khusus dipersembahkan untuk Mas Dedi Kuncoro alias Mas Dekun. Siapakah Mas Dekun? Sila tanya anak FIB, insya Allah tau. Hehe. Acara MAYDAY! MAYDAY!! dimotori oleh Teater Pagupon, IMSI, dan IKASSLAV. Seluruh penjualan tiket acara ini akan didonasikan untuk biaya rawat Mas Dekun.

Hmm, baiklah, karena judul tayangan ini adalah “MAYDAY! MAYDAY!!” maka sudah sepatutnya bahasannya  pun tidak jauh-jauh dari hal itu. Begini ceritanya, di acara ini banyak pengisi acara yang menurut gw WOW banget. Ada Payung Teduh, The Bobrocks, Sasina, dan Dini Budiayu. Awalnya, gw hanya tau tiga dari empat guest star tersebut. Namun, untuk mengobati rasa penasaran, akhirnya gw pun berniat akan stay di situ hingga akhir acara. Kayak apa sih si Dini Budiayu ini? Musiknya kayak gimana? Berbagai pertanyaan muncul dalam benak gw.

Begitu Dini Budiayu melantunkan lagu pertama, gw pun nganga. Belum lagi, di peralihan menuju lagu kedua, doi sempat berkata bahwa dirinya sedang tidak fit, dan mohon maaf apabila nyanyinya kurang enak. WHAAAT? Lagi nggak fit aja memukau gitu, apalagi kalo fit?! Makjaaang. Jiper nih gw, jiper sejiper-jipernya jiper. Fuh.. suaranya bening, alus, bersih, dan jangan tanya tuningnya, huhuhu, masya Allah deh pokoknya. Ibarat suara brass tuh ya, suara tiupannya Mas Andreas mungkin, very clearly. Hahaha, lokal banget ya gw?! Biarin :D

Setelah Dini Budiayu, yang paling ditunggu-tunggu: Payung Teduh. Huaaa, siap-siap meluk guling. Mana waktu itu Ivan yang nyanyi (Ivan: pemetik guitalele), karena Is lagi kurang fit, jadi ada beberapa lagu yang di back-up Ivan. Ternyata, penonton pun terbius oleh suara Ivan, dan ke-cool-annya doi. Ahahaaa, jaim lebih tepatnya. Salut lah, kalo sesuatu yang dilakukan dari hati memang akan lebih cepat sampai ke hati lagi. Good!

Nah, yang terakhir nih, yang bikin gw tambah jiper. Pas lagu Tidurlah, Is ngajak Ucha untuk nyanyi bareng di panggung. FYI, Ucha adalah salah satu anggota Sasina (IKSI 2006, Ketua Sasina). Huaaaaa.. ini sungguh-sungguh surprise spesial deh pokoknya. Udah lama juga nggak denger suara Ucha di panggung. Daaaaaan, tampak memukau, aaaaah. Belum lagi, intrik-intrik humor di panggung. Kemudian, lagu Malam, Is juga ngajak Ipeh (salah satu anggota Sasina, seangkatan Ucha, partner of sing juga). Semakin awesome saja, sodara sodara! Gw, Esthi, Citra, langsung diam seribu bahasa. Baiklah, they are born to sing, ya. Sembari muka kagum, berkaca-kaca, speechless mampus.

Gw pribadi, sempet bilang ke Galuh: “gw boleh keluar dari Sasina untuk sementara waktu nggak Gal?” saking jipernya. Apalagi, besoknya gw harus bawain lagu Radha, yang penuh dengan lengkingan-lengkingan mampus itu. Mirisnya, gw biasa dapet part yang bernada low/middle, sesuai dengan range suara gw. Hal ini membuat gw berintrospeksi diri, ngaca, merendah, dan yaa, so far ada sedikit rasa tertantang untuk jauh jauh jauh lebih baik lagi dari yang sekarang. Very inspiring.

Akhir kata: MAU MAYDAY LAGI! DINI BUDIAYU, PAYUNG TEDUH, UCHA, IPEH!

4.5.12

...


Rindu selalu saja membawaku pada titik temu. Apakah aku hanya boleh menemuimu pada saat-saat tidurku? Khusus rinduku ini benar-benar tak mengenal waktu: ketika matahari muncul, menegaskan teriknya di tengah, lalu perlahan menyelinap, hingga saat larut menjemput. Pengecut sepertiku tak perlu kaurisaukan. Mungkin suatu saat nanti, aku akan memberanikan diri menyampaikan rinduku padamu. Namun, sementara waktu, biarkan hujan dan kabut yang mengirim rindu lewat malam: untukmu. Ya, tentunya sengaja kusiapkan untukmu, bukan untuk orang lain atau siapapun. 

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...