Rindu selalu saja
membawaku pada titik temu. Apakah aku hanya boleh menemuimu pada saat-saat
tidurku? Khusus rinduku ini benar-benar tak mengenal waktu: ketika matahari
muncul, menegaskan teriknya di tengah, lalu perlahan menyelinap, hingga saat
larut menjemput. Pengecut sepertiku tak perlu kaurisaukan. Mungkin suatu saat
nanti, aku akan memberanikan diri menyampaikan rinduku padamu. Namun, sementara
waktu, biarkan hujan dan kabut yang mengirim rindu lewat malam: untukmu. Ya,
tentunya sengaja kusiapkan untukmu, bukan untuk orang lain atau siapapun.
semuanya terangkum dalam pandora emas penuh warna, penuh dengan koma, namun akan diakhiri dengan titik oleh Sang Sutradara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!
Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...
-
Bismillah.. :) Mendadak gw hilang dari peradaban per-blog-an, halah.. opo toh iki?! Tapi, kali ini gw bener-bener kangen nuli...
-
Bismillah, Kangen karo enyong ora jon? Haha. Ari dikangeni ya syukur, ora yaa ora papa *mlayu, mojok neng tembok* Donya selak mene,...
-
Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar