Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

Jangan (3)

#3 Jangan menyulut api, asapnya bisa melukai. Jangan memeluk luka, sakitnya bisa lebih lama. Lebih baik memercik air, yang arusnya tak pernah berbalik arah.

ABCD

Setiap selesai bercakap-cakap dengannya, selalu ada perasaan berdosa. Padahal, saya hanya mengangkat telepon. Sebatas menjalankan kewajiban yang mungkin tidak wajib hukumnya. Angkat telepon. Itu saja. Tidak lebih. Entah mengapa, jangan tanya saya.  Cuma ada perasaan takut yang terus saja berselimut. Saya bingung.  Begitu pula sehabis berbalas pesan singkat—yang tak penting itu. Pasti ada sesuatu yang memaksa saya mengasosiasikan dengan sesuatu yang lain di sana—yang jauh dari pulau ini. Sungguh, saya benar-benar khawatir.  Seperti hampir melanggar ‘perjanjian besar’ atas diri sendiri. Mirip rasa bersalah. Bukan hanya sekian detik atau beberapa menit, melainkan hari-hari berikutnya juga masih. 

Yang Hilang, Kini Kembali

Percakapan kita tentang masa depan malam itu: biarkan kita berjalan di lintasannya masing-masing. Kau pada jarakmu, dan aku pada rindumu. Kita telah sepakat membiarkan alam memilih, sebelum pagi. Kita tidak berdua, kita bertiga. Bahkan mungkin berlima, atau bertujuh—Tuhan dan malaikat-malaikat setia yang menyatu dalam tubuh. Sebuah keputusan. Hasil pembicaraan alam bawah sadar kita. Kemudian, kita bisa saja membungkusnya. Menyimpannya atau melupakannya: sama saja. Di antara kita sudah kehabisan cerita. Tiba-tiba kemarin, muncul kisah tentang lintasan baru yang kaukenalkan padaku. Rasanya aku ingin menyusulmu, mencoba menapaki suguhan lajurmu. Meskipun ini suatu ketakmungkinan yang mungkin, tetap saja nihil. Mungkin kita baru menyadari, betapa sepinya kosong tanpa pesan. Semuanya seperti kematian. Kau, aku, udara, dan pagi, beberapa minggu lalu lenyap, tanpa jeda. Namun, kau membangunkannya lagi menjadi sebuah arti. Kembali menyapa misteri. 

Basa-Basi

Hari pertama Naiya  : “hari ini lo sibuk banget ya?” Indra  : “kurang lebih begitu..” Hari kedua Naiya  : “hari ini masih sibuk?” Indra  : “begitulah,” Naiya  : “kira-kira jam 1 ada di mana?” Indra  : “gue di sekitar kampus, ada rapat internal, setelah itu ada agenda lagi.  Kenapa emang?” Naiya  : “oh, nggak papa. Tadinya pengin ketemu, tapi kalo lo sibuk ya, nggak usah.  Kali lain aja :) ” * monggo ditafsirkan sesukanya,

So Patin ala Aggy Irawan

Sabtu lalu, 16 Juni 2012, beberapa mahasiswa Indonesia 08 punya rencana ke So Patin . Awalnya, obrolan ranah twitter, lama-lama dijarkom juga ke hampir semua warga 08 (hampir, karena ternyata ada yang jarkomnya nggak sampe) hehe, biasalah, hambatan teknis. Pada akhirnya, kami janjian di stasiun UI. Oke. Namun, ternyata yang bener-bener hadir cuma enam orang: Meidy , Dipta , Esthi , Gw , Nita , Laydra . Its okay , no problem . Ber-berapapun kami tetap berangkat! Alhasil, ditambah lalalili, kami cus pukul 5 sore, padahal janjian pukul 4. Fuh.. Perjalanan ke Bogor sore-sore begitu, masih cukup rame commuter nya. Agak empet-empetan. Reality . Alhamdulillah lancar. Begitu turun di stasiun Bogor, gw dan Esthi kepincut Roti Maryam. Setelah lirik-lirikan, iya-nggak-iya-nggak, beli juga akhirnya. Hahaha. Kalo kata orang Tegal " nggo rasan-rasan " :D Kemudian, dilanjutkan jalan kaki sekitar 100 meter, lalu naik angkot 03. Lanjut angkot 32, turun di Perumahan Yasmin. Ihiiir, a

Isi Dompet

Tadi pagi, tak lupa gw meng-sms orang-orang yang masih punya tanggungan. Hahaha. Apakah Anda termasuk salah satu yang beruntung di dalamnya? :D Kemudian, utak-atik dompet coklat kesayangan. Bener-benerin tata letak uang lembaran, recehan, foto yang terpajang, juga kertas-kertas yang terselip di antara lubang. Aih aih! (*apa deh?) Hampir setiap pagi kegiatan rutin ini gw lakukan. Jujur aja, nggak nyaman banget kalo pas buka dompet, isinya berantakan: sisi yang harusnya tempat buat naruh receh, kadang ketuker sama sisi yang harusnya buat naruh uang lembaran, atau letak kartu-kartu rentetan itu nggak rapi. Ya.. sesederhana itu, hal-hal yang mungkin menurut orang lain 'kurang penting' dan 'jarang diperhatikan'. Lalu, dompet gw selalu sama isinya. Tentunya selain berisi uang lah ya, hahaha. Maksudnya selalu ada 'jimat' yang tak ketinggalan tersemat, ahelah! Hmm, ada kaca, foto, lap kacamata, kartu PKM, KTP (berhubung E-KTP belum jadi, makanya tetep waji

Menunda "Baduy"

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 8 Juni, gw sedang sangat bergelora membuat daftar alat-alat, juga kebutuhan untuk menunjang "Perjalanan Baduy". Rencana awal, tanggal 11--14 Juni kami akan live-in di sana, di Baduy Luar & Baduy Dalam. Perjalanan ini dimotori oleh redaksi Gaung, Citra - Norman - Arkhe - Regina . Sebenarnya, siapapun boleh saja ikut, asalkan bersedia menanggung suka dan duka bersama. Hahaha. Akhirnya, gw memutuskan untuk ikut bersama mereka, melakukan tafakur alam ke Baduy.  Kami telah mempersiapkan segala sesuatunya pada hari Jumat (8 Juni), membagi tugas, siapa harus membawa apa saja. Wow! Gw pribadi cukup excited akan perjalanan ini karena ingin kembali bercengkrama dengan alam. Well , pas SMP-SMA dulu, paling suka kalo ada hiking , wide-game , dan kegiatan alam lainnya. (Ehem, tapi belum kesampean naik gunung sih sampe sekarang). Selain karena alasan klasik (alam itu indah), gw merasa bahagia aja kalo bisa menaklukan perjalanan ke manap

(lalalili juga perlu)

Nanti gw juga mau bikin kata pengantar ah, hahaha. Siap-siap ya ;) Buat si ini, si itu, si anu; yang ada di sekeliling gw; orang-orang yang jauh-namun-terasa-dekat; (hahaha) juga orang-orang yang terlalu hebat sehingga mampu menembus batas keputusasaan gw.

Kemudian Hilang

Pelan-pelan kita sadar. Mulai memahami makna tersirat yang sebenarnya. Bukan kepastian, melainkan tentang kepercayaan. Jauh-dekat, sama-sama bernyawa. Menyimpan cita rasa dalam diam. Mirip seperti pagi yang hampir kehilangan sejuknya. Lalu mengapa jalan menuju rumahmu sengaja dibuat bergelombang? Padahal kita sama tahu kalau tidak semua manusia menyukai tantangan.

Why oh Why?

Pernah nggak sih, udah nulis beberapa kalimat, udah dapet beberapa paragraf, trus setelah dibaca ulang ngerasa ‘sampah banget tulisannya’? why oh why ? Serba salah, mungkin seperti kurang saus, kebanyakan cuka, atau bahkan salah resep. Ah!

Reminder

Dinding kamar gw selalu tersedia tempelan kertas-kertas persegi ukuran kecil yang isinya momen-momen atau kegiatan yang harus dilakukan. Hmm, ibaratnya agenda. Bedanya, di dinding kamar ditempelnya. acara-acara yang menurut hemat gw penting;  segelintir mimpi yang ingin gw capai;  tanggal-tanggal istimewa;  dan target-target apapun yang ingin gw lakukan . Gw masih menggunakan cara tradisional ini sebagai alarm dan bahan bacaan sebelum gw tidur. Biar gw selalu inget dan 'tidak keluar jalur'. Meskipun nggak jarang menghianati diri sendiri . Siapa tau, begitu gw meninggal, dan apa yang gw tulis di dinding itu belum tercapai, ada yang berkenan membantu :')

Perkara Kacamata

Ibu saya pernah berkata, di era 70-an, ketika beliau remaja, sempat dilarang mengenakan kacamata oleh ayahnya (kakek saya). katanya begini:  " Royal temen ana kacamatanan ana apa. Wis, ora usah reka-reka, dinungi jamu wortel be ngko mari. "  It means , meskipun saat itu Ibu dalam keadaan minus sekian, beliau tidak diperkenankan berkacamata. Kata Kakek saya, hanya buang-buang uang saja. Lebih baik uangnya digunakan untuk hal lain, seperti membeli sembako, dan kebutuhan lain yang lebih penting.  Saya tau cerita ini sekitar tujuh tahun lalu, tepat ketika saya divonis menderita miopi. Bedanya, Ibu tidak se-melarang-itu. Beliau tidak melarang saya berkacamata. Akan tetapi, selalu mewanti-wanti agar tidak menyia-nyiakan mata. Maksudnya, meskipun telah mendapat pertolongan sementara dari makhluk yang bernama kacamata, saya harus tetap menjalani ritual: mengonsumsi segala hal yang dapat menunjang kesehatan mata. Misalnya, setiap hari wajib meminum air perasan wortel. Te

Tigasatu-Lima-Duabelas

Hari Kamis lalu, banyak doa melambung di udara. Mulai dari pagi buta hingga malam berikutnya. Terima kasih. Alam semesta pun diam-diam turut membubuhkan sejumput senyuman. Terima kasih, Tuhan. Tetiba terlintas bahwa pagi itu adalah awal pertemanan dengan duadua. Pundak terasa agak berat. Seperti ada ransel besar berisi masa depan yang harus kubawa selama perjalanan. Bukan, bukan keluhan. Ini lebih tepat disebut renungan. Semoga, yang semoga-semoga, tak hanya sekadar semoga. Aamiin.