Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

...

semesta cuma butuh waktu untuk menyingkap degup yang dituju : jadi kita tak perlu repot mengada-ada tentang rasa. cukup memberinya celah untuk sekadar singgah, tak usah juga terlalu lama jedanya, bisa-bisa nanti merana.

Masih (tentang) Pilihan

Pilihan. Kata benda yang kadang membingungkan bukan? Bisa dibilang, ada yang (terpaksa) harus dijadikan korban. Dalam hal ini, gw persempit menjadi dua hal yang sama kuat kita inginkan. Apalagi kalau sebelumnya sempat mendarah daging menjelma impian. Betapa gw sendiri, baru sadar. Sejak mengawali pendidikan dini, hingga bangku kuliah, nyaris tanpa pilihan. Semuanya sejalan. Entah kekuatan Tuhan yang mana, buah kekhusyukan puja-puji semesta yang terencana. Buat gw, fase memilih adalah salah satu fase tersulit. Apalagi untuk orang yang pemikir. Ternyata, banyak pertimbangan juga kadang tidak terlalu membantu pemecahan masalah. *oke, bahasan ini mulai absurd* Katakanlah, ada fase sekolah, fase karir, fase berumah tangga, dan fase-fase lain sesuai kebutuhan tiap manusia. Pilihan menentukan jalan . Jalan mana yang harus dilewati: halus, terjal, licin, hingga jenis jalan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan berbentuk seperti apa. Perasaan takut, khawatir, memang

Trip IBBC (3)

Tulisan ini dibuat semata-mata karena gw janji untuk nerusin trip IBBC ke bagian tiga. Janji adalah utang, makanya hari ini gw bayar. Ya! Jadi begini, kami ngelanjutin perjalanan dari rest area tol menuju Jakarta—tepatnya Istora Senayan. Sampai sana ternyata kepagian, sodara-sodara! 06.50 udah sampe depan gerbang Istora coba! Err.. ya nggak menyalahkan siapa-siapa dan apa-apa juga sih. Emang rempong jadi Jakartans , macet-telat-ngomel; bebas hambatan-kepagian-bingung. Nah, alhasil kami mau nggak mau emang harus masuk. Ya masa, mau nunggu sampe pukul 8 di dalem mobil. Pas masuk, krik-krik, stand masih pada kosong, baru ada segelintir manusia yang ‘bangun’. Jadilah kami muter-muter, siapa tau ada yang lagi pemanasan, lumayan kan buat hiburan. Eh ternyata, belum ada. Okelah kalo begitu. Kami bolak-balik mirip kitiran. Sempet singgah ke mushola Istora untuk cari colokan (anak sekarang banget), sekalian istirahat—bobo-boboan—sebentar. Belum ada 15 menit, udah ada yang minta keluar.

Trip IBBC (2)

Taraaa! Jumpa lagi dengan geng Bandung. Kali ini gw bakal ngelanjutin sambungan cerita trip Jakarta-Bandung-Jakarta atau trip IBBC. Maaf ya pemirsa, nunda episode duanya kelamaan. Jadi, waktu itu keadaannya adalah riweuh: hujan, ponsel Fariz lowbat, nomor Ayu (panitia yang dititipi tiket oleh Aul—temen gw) nggak bisa dihubungi. Ya sebenernya mah simpel aja, cuma ya gitu, agak panik, hehehe. Sampai akhirnya, gw melibatkan Afif—temen gw yang lain—untuk mastiin tiket gw baik-baik aja, dan aman. Setelah muter-muter nyari jalan yang kira-kira nggak macet, sekitar pukul 18.50, kami sampai di ITB. Alhamdulillah. Langsung cus ke Aula Barat, lalu ke tempat penukaran tiket. Untungnya ada Inash, jadi gw nggak sungkan untuk tanya lalalili, hihihi. Pas lagi ngambil tiket, ketemulah kami dengan Fariz. Nah, kan! Baguslah. Hmm, dan sebenernya, sebelum gw mendatangi tempet nukar tiket, gw sempet mengenali salah satu sosok yang berdiri menghadap timur, sebut saja Mawar, tapi karena satu dan lain

Intermeso

“ketemu” memang nggak bisa tergantikan oleh apapun. Kemarin nganterin Donat (adik kelas pas SMA) daftar Madah Bahana ke Pusgiwa. Ketemu Ige, Rezha, Abi, Fariz, Rendy, Taufiq, Alex, dan lain-lain, bisa ngebenerin mood yang lagi sakaw. Ibarat komputer, udah kepencet F5 berkali-kali, padahal di Pusgiwa cuma sekitar sejam. Ngobrolnya mah nggak tau, nggak pake tema, nggak pake topik, tapi ya ada aja kelucuan yang bikin adem-ayem .