Beberapa minggu lalu, “Radha
kepada Khrisna” berhasil dibawakan. Alhamdulillah, semua atas karunia Allah
yang Mahakuasa. Perjuangan saya memang belum seberapa, tetapi bagi saya, ini
cukup berkesan.
Kali pertama diputuskan bahwa salah satu lagu yang dibawakan adalah “Radha kepada Khrisna”, saya langsung
menciut. Gimana nggak? Lagu ini terhitung spesial: penuh lengkingan, diisi oleh
suara-suara sopran, agak nyinden, dan butuh napas yang panjang. Huhuhu. Sejak saya
pensiun ‘berciuman’ dengan Baritone 34, napas saya cenderung pendek, cepat
habis. Baiklah, ini memang derita saya. Namun, dibelakang
kekicepan-keminderan-dan berbagai keraguan yang bersarang dalam dada, saya
punya niat yang kuat untuk dapat menaklukan si Radha ini. Sangat menantang buat
saya, justru ini langkah awal untuk membuktikan seberapa besar usaha dan
kebertahanan diri menghadapi rintangan yang mau-tak-mau harus dilakukan. Yes, I’m ready!
Gara-gara ‘Radha,’ saya memutuskan untuk memulai kegiatan gowes sepeda
tiap hari, menjaga pola makan, memilah jenis makanan dan minuman, juga berlatih
vokal (khususnya berusaha ‘menyoprankan’ diri) di luar jam latihan. Berlandaskan
niat yang kuat, usaha yang cukup, dan doa yang tak lupa saya panjatkan,
akhirnya hari H datang juga. Aaaaa, mau kabur rasanya *lebay* etapi, beneran
deh! Serius. Bahkan, saya sangat gugup dari pagi (bangun dari tidur), hingga
detik-detik menjelang pengucapan kata pertama dari lagu Radha. Fuhh..
yasalaaam. Sensasinya subhanallah sekali ternyata.
Setelah tampil, melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa
rekamannya, barulah lega. Entahlah, lega karena apa. Mungkin saja, saya lega
karena merasa ‘menang’ atas alter ego pribadi. Bagus atau tidak, sempurna atau
belum, itu lain persoalan. Sila penonton saja yang menilai :’) saya yakin,
penonton lebih tau mana ‘paket penampilan’ yang dapat dikatakan bagus/sempurna.
Yang terpenting bagi saya maupun Sasina, kami dapat menghibur dan menyampaikan
pesan dari puisi lewat nada yang dilantunkan. Sesederhana itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar