Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Ngaji Jazz ala Cut Meutia

Kapan sih kali terakhir kita buka Al-Qur’an? Kalau buka twitter? Lebih sering mana ya kira-kira? Monggo dijawab sendiri ya. Nah, sayangnya di sini saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang hablumminallah (hubungan manusia dengan Allah). Sentil-sentil dikit boleh lah :p Mungkin kalau ngaji Qur’an, Juz’amma, atau Iqra, sudah terlampau biasa. Bahkan sejak ‘kita sadar bahwa kita hidup’, setidaknya kita pernah menyentuhnya. Berbeda lagi dengan Remaja Islam Masjid Cut Meutia (RICMA), mereka memberikan suguhan ngaji dalam kemasan yang unik pada 19-20 Juli 2013 lalu. Terkesan sangat muda, segar, juga—mungkin—baru. Ya, dua hari berturut-turut, masyarakat sekitar diajak ngaji bersama di Masjid Cut Meutia. Tentunya, acara ngaji ini dilaksanakan setelah melakukan salat Isya dan Tarawih berjamaah. Panggung megah ditata sedemikian rupa menghadap kiblat, tepat di selasar mesjid—sengaja biar malam tak terasa pekat. Sajadah pun telah siap digelar menjadi beberapa saf, khusus untuk partis

Demi Waisak (3): The Lost Pija and The End of Lampion

Berhubung saya sudah telanjur berjanji akan menyelesaikan cerita Waisak, maka mari kita lanjutkan! Pertama, tulisan ini didedikasikan untuk Della—yang udah ngadu ke Pija. Nice! Kedua, tentunya untuk pembaca setia tercinta (* emang ada gitu yang setia ama lo, Dha? ) The Lost Pija. Waktu itu saya nggak punya pulsa. Jadi begini, meskipun saya tukang pulsa, dan ada saldo, saya tetep nggak akan bisa isi ulang pulsa karena HP saya nggak ada pulsa. Bingung bingung deh lu! Miris. Akhirnya, saya berusaha minta tolong seseorang untuk ngisi pulsa. Alhamdulillah, sampai juga pulsanya. Lho katanya sinyal lagi ilang-ilangan malam itu? Iya, kan ilang-ilangan, bukan ilang betulan. Kadang ilang, kadang muncul. Sinyal galau judulnya. Kelamaan digantung soalnya. (* tratakdungces ) Panik, Pija nyasar. Iya, kalau Della yang nyasar sih, ditinggal pulang ke Jakarta juga kemungkinan besar doi baik-baik aja. Akhirnya, sembari nadah rintik hujan yang turun, jempol saya pun mulai beraksi. Mulai dari

Hadiah Ulang Tahun Ke-23

31 Mei 2013, Tepat 23 tahun sudah saya (mungkin) merepotkan negara, nebeng hidup di dunia. Biasanya, setiap saya ulang tahun, selalu saja ada kejutan. Berupa barang, peristiwa-peristiwa tak terduga, sampai mimpi yang jadi realita. Waktu itu, saya ngidam ‘hadiah’. Dari siapa pun, apa pun. Saya rindu dihadiahi buku, Al-Qur’an, dan lainnya. Saya mau seperti dulu—yang meskipun tak tepat di hari H ulang tahun, saya selalu dapat sesuatu. Daaaaan, saya akhirnya pasrah. Cuma berdoa pada Allah SWT semoga saya dikasih kelapangan hati dan pikiran. Sadar bahwa ‘hadiah’ bisa datang dari mana saja, tak perlu diharapkan. Namun, di sela-sela gathering bosses EB bulan Juni di Harvest CafĂ© Depok, saya dihadiahi ini: Aaaaaaaaaaaaaaaaaaah, meleleh. Kangen buku, dikasih buku. Alhamdulillah, dan terima kasih kawan-kawan EB. :’)

Membaca Sajak Haikuya dalam Bahasa Tegal

Selasa lalu, akhirnya saya baca puisi lagi di depan publik. Rasanya sudah lama tidak menyentuh zona ini. Zaman saya masih SMP, SMA, saya cukup rajin ikut lomba baca puisi. Kalah? Sering. Buat saya, menang hanya ‘sekadar penenang’, juga pembuktian bahwa (mungkin) kita lebih baik dari peserta lain—itu pun menurut para juri, subjektif. Ceritanya, salah satu dosen saya, 16 Juli kemarin meluncurkan tujuh buah karyanya—berupa kumpulan puisi, prosamini, dsb.—di Auditorium Gedung IX, FIB UI. Sebelumnya, beliau memang tidak meminta saya untuk membacakan puisinya. Namun, pagi itu, alias hari H, saya iseng buka facebook. Ternyata ada pesan dari beliau. Isinya kurang lebih berupa penawaran, maukah saya membacakan sajak-sajak pendeknya dalam bahasa Tegal? Kaget. Ya, pertama karena saya tipikal manusia yang panikan. Kedua, mengubah puisi berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Tegal bukanlah hal mudah. Mencari kosakata pengganti, bukan sekadar menerjemahkan setiap kata secara mentah-mentah, kemudi

Membaca Diri Lewat Personality Test

Beberapa hari lalu, nggak sengaja liat hasil personality test di status Andhika. Karena ada di homepage facebook, mau nggak mau kepancing buat baca. Awalnya kepikiran “ah, paling personality test yang kayak biasanya itu.” Tapi, lama-lama kok ya diklik juga. Hahaha. Sebelum liat halaman tesnya, sempet nebak sih bakal seperti apa bentuk tes dan segala pertanyaannya. Uniknya, pertanyaan dan hasil tes sama sekali nggak ada sangkut pautnya. Pertanyaannya apa, hasil analisis tesnya apa. Nah, setelah dibaca hasilnya, agak mendekati benar dengan kepribadian dan kebiasaan saya. Makanya, pas baca hasil dari personality test , senyam-senyum terus. Merasa ‘membaca’ diri sendiri. Lucu aja. Your view on yourself: You are down-to-earth and people like you because you are so straightforward. You are an efficient problem solver because you will listen to both sides of an argument before making a decision that usually appeals to both parties. The type of girlfriend/boyfriend you are l

Second Day Sweetvalentrain Bandung

Rasa-rasanya memang basi banget sih, tulisan ini baru dibuat sekarang. Biar nggak basi, angetin dulu aja! Begini, tulisan ini dilanjutkan semata-mata karena dulu saya pernah dapet tiket kereta promo Jakarta-Bandung. Jadi, seperti merasa punya kewajiban untuk berbagi. Untuk First Day Sweetvalentrain Bandung, bisa dibaca di sini . Hari kedua. Saya dan Donat (nama bocah umur 16 tahun)—rekan liburan—sudah merencanakan destinasi yang akan kami kunjungi seharian. Pagi itu kami berangkat lebih awal karena motor sewaan sudah ditangan. Pukul 8 pagi, saya dan Donat siap melanglang buana. Tujuan pertama, ke Punclut. Berbekal peta—yang didapat dari google, dan ternyata petanya kepotong—kami berpatokan dengan nama-nama jalan yang ada. Intinya, tiba-tiba aja kami sampai di Jalan Setiabudhi. Untung masih pagi, jadi jalanan belum terlalu macet layaknya akhir pekan. Gawatnya, meskipun dulu saya pernah ke Punclut bareng Rezha-Ige-Rendy, plus temen-temen MBWG, dini hari, sekitar pukul setengah 1,

Demi Waisak (2)

Hari pertama. Destinasi pagi ini adalah Pantai Ngobaran dan Ngreyahan. Kami bertiga udah ready sejak pukul 7.30. maklum, didikan marching band. Namun, apa daya. Orang-orang masih ada yang belum mandi, belum makan, belum lalalili. Errr.. malam sebelumnya, saya dan Vieza membaptis Della sebagai Komlat selama Trip Waisak. Jadi, tugas Della adalah berkomunikasi dengan si Mbak Trip Waisak, tanya jadwal, dan lain-lain. Hahaha. Thanks Kodel ;) Karena ada sekitar 18an orang, jadilah kami berangkat pukul 9.00, menuju Gudeg Yu Djum. Apa? Makan? Ya, makan lagi. Padahal udah pada sarapan di homestay tadi. Memang sih, sarapannya roti, teh, kopi. Oh, mungkin mereka menganggap itu semua adalah kudapan. Oke. Meskipun saya orang Jawa, sebenarnya saya pribadi tidak terlalu suka Gudeg—apalagi lama nggak makan nasi. Akhirnya saya cuma pesen es jeruk. Gudeg Yu Djum ini termasuk mahal, sekitar Rp15.000—Rp25.000/porsi. Untuk ukuran Jogja, harusnya bisa sangat murah. Sekali-kali nggak apa sih ke Resto