Langsung ke konten utama

Postingan

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, di tulisan gw sebelumnya, terakhir yang kita bahas adalah melewati sungai kecil. Bener nggak? Yuk mari dilanjutkan misinya! Setelah duduk-duduk sejenak alias istirahat minum dan ngemil cokelat, kami melanjutkan perjalanan menuju Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Zzz, nggak lah. Pondok Seladah maksudnya. Perjalanan ini terasa melelahkan karena banyak rehatnya, hahaha. Katanya cuma 2 jam, tapi ini udah hampir 4 jam nggak sampai-sampai :’( Makanya khan gw bilang di awal, rentang waktu jalan itu tergantung orangnya. Kalo mau nyampe besok subuh juga bisa, terserah lo aja. Medan terus menanjak meskipun jalurnya aman untuk dilewati. Ya namanya juga gunung, pasti nanjak. Kalo lurus-lurus doang mah namanya tol. Demi kemaslahatan napas yang lebih baik, kami memang memutuskan lebih sering berhenti sejenak. Repot juga kalo ada yang (sampai) pingsa
Postingan terbaru

Cerita Papandayan (6): Menuju Pondok Seladah

Perjalanan ini pun dimulai. Yaelah dari kemarin juga udah dimulai sih, haha. Eh, tapi kali ini menurut gw perjalanannya bener-bener dimulai. Menurut orang-orang kebanyakan, dari basecamp menuju Pondok Seladah itu cuma 2 jam. Okelah, deket nih brarti, pikir gw. Baru beberapa meter jalan, udah jepret sana-jepret sini. Biasa, kelakuan orang kota liat pemandangan alam dikit aja bawaannya pengen foto, trus upload di socmed. Yeahahaha. Btw, jangan harap di sini ada sinyal. Setjanggih apa pun ponsel lo, kalo baterainya penuh tapi nggak ada sinyal mah, jadi nggak asjik. Soalnya nggak bisa upload . Ya memang cuma itu permasalahannya :D Meskipun jalur awal termasuk jalur yang mudah, medannya tetep nanjak lho ini. Yang jarang olahraga, yang berumur dan jarang olahraga siap-siap aja mulai ‘capek’. Gw aja agak ngos-ngosan—tapi gw tahan, gengsi mak! Beberapa ratus meter pertama, kita melewati sedikit pepohonan di kanan kiri jalan, bebatuan, dan kawah. Nah, ini yang paling menar

Cerita Papandayan (5): What Happens, Next?

Berhubung tulisan sebelumnya cuma sampai “ touch down Terminal Guntur”, kali ini gw akan ngelanjutin terusannya. Pasti penasaran dong dengan What Happens berikutnya? Hahaha. Ya kalau nggak penasaran, gampang, tinggal close aja tab nya. Kelar! Kami bertiga sebenernya udah tau, apa yang mesti dilakukan setelah tiba di terminal: naik angkot menuju Cisurupan. Yang jadi masalah adalah, kami hanya bertiga. Sementara kapasitas angkot kurang lebih 10-12 orang. Maka dari itu dibutuhkan ‘kenalan’ demi perjalanan yang lebih lancar. Gw, Dita, dan Wina lalu merapat ke samping Mesjid sekitar. Kenapa? Karena dingin banget ternyata bok. Hahaha, bukan hanya itu, para pendaki lain juga ngaso di situ, jadi kami cukup aman dan lahan kenalan semakin lebar. Mulailah Dita ngajak ngobrol sepasang anak manusia yang kami curigai-mereka-sedang-pacaran. Maksudnya, mereka jalan kemari hanya berdua, sengaja untuk menghabiskan waktu bersama yayang. Huhuy! Usut punya usut, teman Dita ternyata teman

Cerita Papandayan (4): What Happens, Jakarta - Garut?

Sumringah adalah ketika gw dan Dita sampai di depan Terminal Kampung Rambutan (TKR). Wina udah sampai sana duluan, doi nunggu kami sembari makan dan lalalili. Menurut Mba Nanda—senior pendaki—kita nunggu aja di depan terminal, nggak usah masuk. Telepon-teleponanlah kami dengan Wina. Dia bilang “ di dalem aja sekalian, Dha. Nanti malah nggak dapet tempat duduk yang enak kalo nunggu di luar, karena udah keburu penuh. ” Ya bener juga sih. Apalagi gw butuh duduk di depan alias tepat di belakang sopir biar nggak mabuk. Mabuk cinta. Cih! FYI, yang belum akrab dengan sikon TKR, pasti bingung. Beuh, ini terminal luasnya mayan bok. Kalau kita tengak-tengok ketauan bingungnya, mampus lah kita, habis itu dompet, hp, dan barang berharga lain nggak kerasa ilangnya. Akhirnya sok-sok an lah kami jalan terus menuju ke dalam terminal. Pokoknya ngikutin arah jalan orang-orang yang—pakaian, gestur, dan tampangnya—cukup meyakinkan. Dan, kalaupun mau nanya sesuatu, tanyakanlah hal-hal yang mau