Setelah sekian lama dag-dig-dug tak karuan, akhirnya awal Juni lalu pun tereksekusi. Siang itu saya dieksekusi. Bukan oleh para panitera dan penguji, melainkan oleh para iksiwan dan iksiwati. (sedap kan, ada rima dalam kalimatnya, hahaha). Sebenarnya udah dari tanggal 29 Juni lalu, jadwal sidang untuk para—katanya sih kaum intelektual—iksiwan iksiwati. Tersebutlah Ucup dan Sisca yang mengawali parade S. Hum ini. Mereka berada di garda depan. Kemudian, teman-teman lain pun menyusul pada hari-hari berikutnya. Selamat! Selamat! Selamat! S. Hum! S. Hum! S. Hum! Mungkin enam kata inilah yang sedang akrab dinikmati pancaindra akhir-akhir ini. Bahagia, haru, lelah, menjadi satu dengan frasa ‘tak mau pisah’. Ya, memang beginilah. Lalu bagaimana lagi? Itu sih terserah. Nikmati saja dulu lalalili yang ada di depan mata, selanjutnya mau apa, itu sih hak prerogatip kita. Ya nggak? Bahagia . Lega. Gimana nggak? ‘anaknya udah berojol’ atau ‘telurnya baru pecah’. Semacam inilah analoginya
semuanya terangkum dalam pandora emas penuh warna, penuh dengan koma, namun akan diakhiri dengan titik oleh Sang Sutradara.