Langsung ke konten utama

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68!

Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah.

Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. Medan semacam ini cocok untuk pemula—seperti saya. Awalnya cukup deg-degan karena saya takut ketinggian, tapi lama-lama sirna juga.

Sejujurnya, kekhawatiran saya disebabkan oleh beberapa hal: pertama, saya udah lama nggak berolahraga (lari, atau olahraga yang menunjang endurance); kedua, ya karena ini adalah kali pertama naik gunung. Beberapa teman dalam rombongan sih udah pernah ke Semeru, Slamet, Sindoro, dll. Wow aja gitu! Ahahaha. Saya mah masih cupu. Doyan jalan sih, tapi bukan naik gunung. Nah, kenapa saya ikut? Karena ada beberapa teman saya yang ikut—setidaknya ada temennya. Trus, Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu tinggi, jadi saya pikir, saya pasti bisa. Selain itu, saya sih tergoda karena letak gunungnya dekat hamparan pantai, plus karena tidurnya di tenda. Hahaha. Kangen berkemah!

Trip Krakatau kali ini digawangi oleh Mba Nanda (senior saya di SINTESA). Beberapa tahun ini, dia memang sudah jalan ke mana-mana. Berbekal tulisan di blognya, saya pun memutuskan untuk mencoba bergabung. Kebetulan tanggalnya pas hari kemerdekaan, dan budgetnya juga murah. Nanti di tulisan selanjutnya akan saya rinci detilnya, siapa tahu bloggers tertarik dan punya rencana ke sana. Sempat maju mundur ikut atau nggak, tapi saya sih nekat aja, toh beberapa yang ikut juga udah ada yang berpengalaman. Jadi, kalau ada shit happened insya Allah aman, pikir saya.

FYI, kami naik dua kali. Berburu sunset, dan esoknya berburu sunrise. Hmm, saya mau pengakuan dosa dulu nih. Hehehe. Pas jalan pertama—berburu sunset, kerasa banget ngos-ngosannya. Padahal baru sepertiga jalan. Rasanya tuh macem empat kali running paket GPMB. Salah sih, nggak pemanasan dulu di hari-hari sebelum naik. Maklum, udah nggak MB hampir tiga tahun, jadi ya napasnya pendek lagi. Dulu rasanya saya tuh kuat banget, tahan banting—fisik maupun mental. Itu dulu, sekarang mulai menurun daya tahan tubuhnya. Ah, yasudah. Intinya saya nggak akan mengulang kesalahan untuk kali kedua kalau nanti naik gunung lagi. Mungkin ada juga tipe orang yang nggak butuh pemanasan—seperti yang saya bilang tadi, ada juga yang butuh—tipe seperti saya ini.

Saya suka pantai, tapi saya juga takut air, hahaha. Ada kejadian hampir tenggelam pas snorkeling, dan itu cukup membuat saya shock. Alhamdulillahnya ada yang nenangin dan nolongin, aaaaaah makasih :’) “siapa Dha yang nolongin?” ada deh, nggak akan saya sebut namanya :p “lebay lo Dha!” ya gimana, tapi seriusan waktu itu takut banget. Mana airnya asin! *ya iyalah, kan air laut*

Nah, ini baru permulaan alias mukadimah. Cerita berikutnya insya Allah ada lagi. Jangan khawatir, so… stay tune! Hahaha. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk