Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2012

Open Mic Perdana

Hai guys, rasanya udah beratus-ratus tahun tidak singgah di ranah ini. Hahaha. Hmm, biasa, sibuk. Uhh! Alasan yang paling tidak berterima untuk otak. Baiklah. Kali ini saya akan mengulas acara #OpenMicPerdana Stand Up UI (*sepertinya ini sudah sangat jadul, alias agak basi), tetapi apapun yang terjadi, saya akan tetap bercerita, huahhaa, sama sekali tidak ada pengaruhnya ya?! Baiklah, mari lanjutkan! Acara #OpenMicPerdana dilaksanakan Jumat 20 April (beberapa minggu yang lalu). Huh! Alhamdulillah, akhirnya open mic juga ya Stand Up UI. Rasanya seperti berhasil melepas peliharaan dari kandang yang selama ini tertahan. Benar-benar lega, selega-leganya lega di antara lega-lega yang ada. Bahagia, haru, puas, pasti kami alami (panitia, red.). Namun, dibalik semarak acara ini, kami juga masih menyadari bahwa banyak yang harus diperbaiki, baik dari segi persiapan, maupun hari H. Pujian demi pujian terus datang. Akan tetapi, kritik dan hujatan pun tak kalah kencang. Hahaha. Jadi? Sel

Terima Kasih (lagi)

Beberapa hari kemarin belum sempat bercengkerama dengan kehidupan di sini, rasanya seperti kehilangan separuh nyawa dari raga. Kali ini, lagi-lagi gw ingin sekali berterima kasih pada beberapa orang: Aul. Haturnuhun sanget a, udah mau direpotkan pisan pas di sana. Dari dua minggu lalu, hingga hari H. Lo the best banget lah pokoknya; Deps. Terima kasih ya Deps, udah mau menemani gw menggelandang kemarin-kemarin. Lucu, haru, nelangsa, nista, bahagia, tertawa bersama. Soulmate banget! Duhita. Terima kasih, dan maaf. Kami mengganggu keharmonisan hidupmu di kosan. Haha. Kapan-kapan gantian ya :) Keke. Fitrop wanna be , hahaha. Thanks a lot, dear . Maaf, kami membuat kamarmu banjir; Velofa. Tante-tante penyelamat gw. Terima kasih ya, udah mau direpotin macem-macem; Yuan. Terima kasih banget atas segala informasinya ;) Peta dari BandungReviewDotCom, dan kompas yang selalu siaga di tas.  Sekian :)

(Masih) Menunggu

Oktober 2011 lalu, menunggu April bukan hal yang mudah. Menanti momen-momen yang selalu mendapat sela untuk dibayangkan melalui kepala. Lalu, apabila kemarin-kemarin sepertinya masih ada sisa, mungkin itu salah satu dari sia-sia.  Lidahku cukup kelu untuk menyebutnya sia-sia, tetapi rasa selalu tak sanggup dibohongi. Aku masih bersabar hingga Mei, ataukah sampai September pagi? Entahlah. Aku hanya ingin sesak ini segera pergi.

Seperti Cokelat

Kamu seperti cokelat pekat, lama rekatnya di kepala. Bahkan, dini hari tadi kukira benar nyata. Namun, layaknya variasi rasa, manisnya hanya menggoda hingga pagi tiba.                                                                                                              Menyambut April

Dream Catcher

Dream Catcher: Meraih Juara Umum GPMB (Grand Prix Marching Band) Setahun lalu, membawa panji Madah Bahana UI ke tengah lapangan kuning rasanya seperti mimpi. Bukan sekadar bunga tidur yang wanginya dinanti setiap pagi, melainkan sebongkah anugerah yang nikmatnya tak mau beranjak dari otak. Belum lagi, bonus dialog singkat dengan Pak Agum Gumelar yang masih menempel lekat pada neuron-neuron kanan sampai detik ini. Sungguh, anugerah Tuhan tak pantas kita egokan. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat bagi saya untuk belajar merasakan atmosfer khas lantai Istora. Tentu ada harga yang harus dibayar: peluh dan keluh lantas menyatu dalam tubuh. Semangat yang muncul tiba-tiba, kemudian tenggelam seketika: sudah biasa. Apalagi tingkat kesabaran diri, kadang-kadang kalah oleh putus asa. Bumbu semacam ini tak dimungkiri menjadi salah satu penyedap perjalanan yang lindap. Pelan-pelan jatuh, lalu runtuh, kemudian memaksa diri kokoh kembali, bukan hal yang mudah. Siklus panjang yang cukup

Entah Apa Namanya?

Hampir saja dini hari. Menumpahkan kegelisahan dan berbagi perasaan yang ada di jiwa, biasa saya lakukan sebelum mengerjakan tugas-tugas akademis. Entahlah, ini dipandang sebagai sebuah sisi kekurangtepatan atau bukan. Tentunya, ada rasa lega yang teramat lekat apabila telah tamat menuliskan beberapa rangkaian kalimat. Terlampau ‘cukup’ bagi saya mengisi kekosongan ruang dalam blog kesayangan. Bukan soal pemertahanan eksistensialisme diri dalam dunia maya, melainkan sesuap tanggung jawab terhadap sebuah masa yang lindap oleh rasa. Terima kasih atas anugerah, rahmat, juga kasih sayangMu, yang selalu Kauberi tanpa ragu. Padahal manusia kadang lupa: lupa mana daratan, dan mana lautan, atau yang lebih sering: lupa ingatan, kalau kita punya Tuhan. Selamat malam rasa, selamat datang cinta. Sebaiknya dua nama itu kita genggam bersama, agar tak saling jera. 

Sekadar Sapa

Bayangan-bayangan yang terlanjur melepuh di otak memang sulit dibinasakan. Faktanya, hari Minggu lalu, saat aku mencoba menuliskan beberapa huruf di layar abu-abu tak bertuan itu, memberanikan diri memanggil namamu, lalu memulai dialog-tak-penting yang mengudang tawa kecil, secara sadar telah berhasil menciptakan lajur peristiwa untuk memeriahkan hari-hari berikutnya. Terima kasih banyak, Senin dan Selasa. Aku harap, Rabu hingga Sabtu juga sanggup menciptakan kisah lain yang lebih hebat untuk sekadar dipuja rasa. Kejadian ini bukan sekali seumur hidup, kita pun pernah mengalami hal semacam ini sebelumnya, setahun lalu. Ya, hampir saja genap setahun lalu. Pertemuan yang masih bersarang dalam ingatan. Momen-momen ketaksengajaan, juga sedikit acara yang penuh rencana, masih sanggup kuhadirkan detik ini. Kalau begini caranya, aku tak mau amnesia. Rela membiarkan ‘kepenuhan’ memori di kepala. Jadi, apabila suatu saat nanti kaubutuh bukti, bisa langsung kubuka tanpa perlu sandi rahasi