Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2011

Tentang Para Lelaki

Sebenernya udah cukup lama gw pengin banget mengangkat tema ini. Namun, pada dasarnya (lagi-lagi) karena kesibukan gw yang melebihi artis ;p Yuk, mari dimulai! Waktu gw masih kecil, gw satu-satunya perempuan dari sekian besar keluarga gw—yang kebanyakan laki-laki. Alhasil, gw ya mainnya sama mereka (para saudara laki-laki). Dari mulai nonton film India setiap malam Minggu, sampai dengan berantem-beranteman. Semua dilakukan tanpa ada paksaan, haha. Lama-lama merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka. Setelah gw agak berumur, hmm sekitar 12—17 tahun, temen-temen gw juga kebanyakan laki-laki. Banyak sih temen perempuannya, tapi ya nggak sampai sedekat sama temen-temen laki-laki gw. Kadang, apa yang gw anggap lucu, akan dianggap sama juga sama mereka. Namun, hal ini kadang nggak berlaku untuk temen perempuan. Hasilnya ya, kalo gw ngomong apa, jadi kurang nyambung. Trus, kalo misalnya gw cerita tentang apa, nggak sering juga temen-temen yang perempuan nggak paham. Hmm.

Tentang Seseorang yang Melintasi Neuronku Selama Satu Minggu

memang, bukan saatnya romatis-romantisan, tapi aku masih saja setia pada liriknya pada tanah yang tak sengaja tersiram hujan sore itu, aku tertunduk : padu padannya-aku kagum yang tak pernah kujamah sejak lama : daun kering pada bahu jalan, lama juga kutinggalkan. Lalu, apa yang harus kusuguhkan pada pertemuan mendatang? Aku hanya bunga abuabu pada subuh yang mengalun memagul kepalanmu Mungkin juga seikat nama pada rasa yang tak lagi ada Bukan untuk menujumu, menuju pantai, menemui pasir yang selalu sepi. Aku hanya ingin menjelma kiasan pada dinding ombak yang tak lekang oleh siang.

Bubur Sumsum dan Es Kelapa Muda

Duh, Gusti.. kula nyuwun ngapunten dhumateng panjenengan. Bukan apa-apa yang membuat gw tiba-tiba terpikir “bubur sumsum & es kelapa muda“, melainkan karena salah satu saraf di bagian otak yang memberikan sinyal itu lewat indera. Entah, bukan juga karena udah deket bulan penuh berkah. Di selasela sibuknya seorang PO—mondar-mandir kesana-kemari lari sana-lari sini—masih sempet mencari informasi di mana gw bisa membeli kedua jajanan itu. Sekilas nggak penting, mirip orang sinting (red.) malem-malem dalam kemelut gerimis masih belum menyerah memburu di pinggiran-pinggiran jalan—yang kadang semu. Untungnya, di tahun 2011 ini, media maya dan jejaring sosial lumayan membantu. Iseng-iseng—tapi tetap berharap dapat balesan twit dari orang-orang—ngetwit “mohon info: bubur sumsum di sekitar Margonda, di mana ya? thanks“, berujung manis. Salah seorang temen jurusan gw, yang biasa dipanggil ’aa’ itu membalas twit gw, yang isinya “depan Gramed“. Wow! Alhamdu

Sepintas Boleh Dibilang "ilham"

Ceritanya, pas gw lagi sibuk-sibuknya nonton televisi (nonton tv kok sibuk?!), jadi inget pas ospek “matanya jangan blanja, Dek!” huakakakakak, ngakak guling-guling di aspal kalo inget tuh. Err, bukan ini yang mau gw ceritain, guys.. ampun, terdistrak. Okey, lets start! Tiba-tiba tebersit “ngapain ya, gw setelah kuliah nanti? gw berguna nggak ya?” jadi deg-degan, khawatir, dan parno deh pokoknya. Apalagi pas buka internet, ada si Eda yang bertanya-tanya juga—yang intinya “2 tahun ini gw kuliah udah ngapain aja ya?” maklum, doi baru pulang dari PIMNAS Makassar. Bahkan, beberapa kakak kelas gw sempet nulis “luruh ilmu duwur-duwur, sekolah adoh-adoh maring luar negeri, ari ora ngabdi nggo tempat asal yaa pada bae goroh” kurang lebih begitu. Hmm, Eda jangan minta translate ya! Kebetulan, kakak kelas gw punya komunitas pas SMA, namanya MHC (Mission House Community). Mereka sedang menggagas konsep toko kopi (coffee shop), haha, aneh ya jadi toko kopi. Kedai kopi lebih pantes sepertinya. Lan

Yang tak dapat dibeli

Adalah suatu keheningan, saat aku melihat sosok rupawan yang akhir-akhir ini terselip di sisa malam. Mungkin malam itu memang bukan kali pertama aku ternganga. Entah, diantaranya masih maya atau sedikit nyata. Bahkan, sebelum masuk ke ruang itu pun aku benarbenar tak memintanya pada Tuhan. Bukan karena aku sombong, tapi lebih kepada “tak mau terlalu menghiraukan” ini itu yang selalu mengganggu. Memasukinya memang bukan semata-mata kehendakku, pasti ada campur tangan Tuhan yang Mahakaya dengan segala “stok” yang Ia punya. Kalau aku sih, rela-rela saja, apapun dan bagaimanapun rupa strukturnya.