31.3.12

?? (2)



***

*tiba-tiba kakak kelas ngajak ngobrol di facebook..

“Dha, nanti kamu nyanyi ya di nikahan Mba Dila,”
“…huaaaaa, jangan Mba, nanti tamu undangannya pada pulang -__-”
“yaudah, nggak papa. Pokoknya harus, nggak boleh nolak :D”
“…?? Hmm, insya Allah” (tapi abis itu stres berat!)

*****

??



***
*tiba-tiba ada anak 2009 mendatangi saya di kantin..

“Dha, kalo gw nikah nanti, lo sama Esthi aja yang nyanyi, gimana?”
Antara bahagia, haru, sama bertanya-tanya (ini beneran nggak sih?! Apa cuma becanda?). 
Lalu saya jawab, 
“Waaah, boleh, boleh. Dengan senang hati. Emang kapan nikahnya? Besok? Lusa?”

*****

Bandara Kata


Alhamdulillah, akhirnya lahir juga Bandara Kata ini.
Semoga senantiasa dapat membuncahkan nafsu menulis pelajar Kota Tegal, aamiin.
:)
Tunggu ya peluncurannya, insya Allah tengah tahun 2012.
Mohon dukungan dan doa dari teman-teman.


28.3.12

Salam dari Rindu


Kutitipkan sesuap rindu pada lariklarik sajak yang menari di atas lagu.
Sekali lagi, hanya dini hari ini.
Mungkin besok, tetiba saja ada jelmaanmu dalam dingin subuh.
Siapa tau?

Lalu kauseret aku ke dalam lintasan,
tanpa ada pesan.
kau tau? aku hampir pingsan.
: mati tertampar rindu.

                                                                                          Hampir April.

Untuk Rekan Stalker

Rekan stalker seperjuangan,
Apa kabar?
Ini memang bukan salah satu proyek menulis,
tapi tidak salah kan kalau kutulis rindu untukmu?

I lost my cell phone, dear.
Saat itu aku langsung menghubungimu. Masih ingat? Mudah-mudahan masih.
*gw yakin pasti masih*
*yaudah sih, kalo udah nggak inget juga nggak papa*
*nggak mungkin, pasti masih*
Dilarang berkelahi di lapak saingan! Hentikan! (alter ego, red.)

Semoga kita bisa melewati minggu-minggu sibuk kita, aamiin. Pasti bisa. Kita pernah melewati fase seperti ini sebelumnya. Aku hanya berani mengirim semangat lewat malam yang pekat ini. Maaf. Tenang, kamu selalu kuselipkan dalam doaku pada Tuhan. Pasti aman. Ya kan? :)
Suatu saat nanti, jika Tuhan menginginkan kita bertemu, pasti diizinkan.
Tunggu apa lagi? Biar saja sabar ini bersarang dalam diri.
Anggap seperti melatih pengendalian diri.

Titip salam untuk sibuk yang selalu menemanimu. Bilang padanya, aku segera ke sana. 

Alter Ego Kita


Hai, pembaca blog setia gw!
*GR banget banget banget, kayak ada aja?!*

Pernahkah?
Dalam agenda lo tercatat jelas dan telah lo bold-italic-underline kegiatan-kegiatan apa aja yang harus lo jalankan hari itu, tetapi karena sesuatu yang ‘cemen’, akhirnya semua agenda lo batal? Entah karena sakit menya-menye (flu, batuk, pusing, red.) ataupun karena memang ada penyakit lo yang kambuh, meskipun tidak separah itu?
Atau karena perempuan terlalu banyak ‘berperasaan?’
Entahlah.. 

Lalu, rasanya?
Seperti mendzolimi diri sendiri, sia-sia, kemudian disangkutpautkan dengan ‘agak manja,’ gitu doang kalah. Memangnya mengapa kalau kalah? Sudah lama tidak merasakan kalah, apa salahnya? May be this is an answer, but they came from our alter ego.

Perempuan Humoris?


Tiba-tiba aja inget satu hal yang pernah orang-orang sampaikan:
“perempuan itu kebanyakan lebih suka lelaki yang humoris.”

Kemudian, sejenak gw berpikir, lalu mengamini pendapat itu karena gw pun demikian. Pasalnya, gw pernah menunggu seseorang sampai enam tahun lamanya/sekitar tujuh tahunan. Agak ekstrim memang, seperti hantu penunggu lelaki humoris. Hahaha. Menunggu, menunggu, hingga akhirnya sekarang mengerti (entah mengapa).
:)

Terlepas dari itu, ada satu pemikiran yang spontan hadir dalam benak gw, yang hari ini gw pertanyakan:
“lalu, apakah lelaki kurang suka dengan perempuan humoris?”
Jawabannya?
: halo, para lelaki yang singgah di sini, ada yang dapat menjawab pertanyaan gw?
*minta banget sih, Dha, dijawab*

Well, nothing to lose kan?
:)

24.3.12

Nyaris Tanpa Rongga


Hari ini,
mataku dipenuhi wajahmu,
wajahku padat oleh tubuhmu.

Belum cukupkah setengah tahun kemarin?
dadaku malam ini sesak,
sengaja kubiarkan lambat-cepat-lambat-cepat,
biar ada rasa hangat yang tetap melekat.
Sebab aku terlalu takut,
apabila nanti, tiba-tiba tinggal kemelut yang terus bergelut.

                           :Maret hampir habis

22.3.12

Kecanduan 'Hati'

Selamat malam bloggers,
Bagaimana kegiatan hari ini? Serukah? :)
Semoga selalu menyenangkan ya.

Akhir-akhir ini gw sedang kecanduan dengan musikalisasi puisi Ubiet & Dian HP. Mengapa? Selain suaranya yang secara lembut-tegas mengisyaratkan dalamnya isi puisi itu, juga harmoni laras yang dibuat. Menurut gw, ini sangat pas. Suara Ubiet yang ‘berat’, dan dapat menjangkau oktaf-oktaf yang biasanya belum dapat dijangkau oleh penyanyi lain. Ah, its awesome! Belum lagi Dian HP, dengan cantiknya mampu mengubah bilah-bilah piano menjadi sebuah senyawa yang menghidupkan lagu.

Oh iya, jangan dikira musikalisasi puisi ini lagu-lagunya mellow semua, atau cenderung sedih. Namun, aransemen yang diciptakan justru membuat pendengar ‘lebih menjadi manusia’ (red.). Menurut subjektivitas gw, lagu-lagunya nggak membuat pendengar sedih, galau, ataupun semakin tenggelam dan terhanyut dalam lingkaran kebimbangan, tetapi malah semakin membuat kita peka sekitar, juga menguatkan sosok ‘aku’(red.). Kemudian, secara tersirat menunjukkan bahwa ‘mellow bukan berarti sedih, justru harus semakin kokoh’. Itu yang gw tangkap setelah berkali-kali mendengarkan karya mereka—tanpa rasa bosan.

Dapat gw simpulkan bahwa ‘yang lahir dari hati, tentu akan kembali ke hati’. Barang siapa yang berkarya sepenuh hati, pasti akan sampai ke hati lagi, melalui jalur apa pun. Sesuatu yang dipersembahkan ‘dari hati’ memang akan selalu menempel di hati.

20.3.12

Hanya Belum Terbiasa

Bismillah,
Di sesi ini, gw ingin sekali mencurahkan kegelisahan gw tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam ranah publikasi suatu acara/kegiatan. Malam lalu, gw sempat bermain sembari berbagi lewat tagar #edisidalamnegeri di akun twitter gw *ya masa akun twitter Jupe!*.

Bermula dari seringnya nunggu bikun di halte fakultas, memaksa gw untuk berjumpa dengan berbagai poster acara dari bermacam lembaga/komunitas. Dari mulai acara yang diusung oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan, Fakultas/BEM Fakultas, BO/BSO, UKM, hingga lembaga tingkat UI. Mengapa gw gelisah? Karena ada sesuatu yang menurut gw bisa menjadi ganjalan yang tak kunjung padam. Tsaah! Iya, karena terus-menerus ada dan terjadi, di UI lagi! Gw, sebagai calon alumni UI, mau nggak mau dituntut kritis atas dasar suka sama suka, lah? Hmm, maksudnya naluri untuk ‘gatel komentarin’ tuh ada.

Lanjut, bre! Dari beberapa poster yang gw temui, hanya beberapa yang menggunakan Indonesia Full Version. Sebutlah, dari jurusan gw, lalu acara yang sempat gw pegang—tetapi hilang, dan beberapa lowongan pekerjaan. Nah, dari kesemuanya, kebanyakan memang cenderung menggunakan bahasa asing, sebut saja Marwan. Bukan, bahasa Inggris maksudnya. Kenapa? Mau protes? Marah? Demo? Bakar rumah? *nggak nyantai, namanya juga komedi, lumrah* Menurut gw, manusia tumbuh berkembang, salah satunya karena faktor bahasa. Kali pertama lo keluar dari rahim ibu, lo juga dapet anugrah dari Tuhan untuk bisa berbahasa. Namun, dengan cara yang sangat mendasar. Masih menggunakan simbol, yakni dengan menangis. Oek.. oek.. oek (onomatope dari bunyi tangisan). Inilah sebabnya gw katakan penting dan mendasar, karena dari situlah manusia memulai lingkaran kehidupan.

Gw memang bukan mahasiswa psikologi yang belajar dan paham benar seluk-beluk teori perkembangan manusia. Namun, gw hanyalah mahasiswa yang tumbuh dari kampus sastra, sekadar belajar dari gejala manusia melalui peristiwa. Dapat gw katakan bahwa setiap gw bertemu manusia/suatu benda, maka itulah guru kehidupan gw yang sesungguhnya. Sadis! Hahaha. Jadi serius gini. Hmm, berhubung gw semester ini bertemu dengan mata kuliah Sastra Anak, paling tidak, dalam diri gw telah tumbuh tanda tanya-tanda tanya kecil, yang sedang gw selisik jawabannya, melalui hipotesis dari analisis gw.

Ganjalan-ganjalan yang ada di otak gw adalah, “kenapa sih, masih pake bahasa Inggris, padahal padanan dalam bahasa Indonesia-nya udah ada?” waktu itu di twitter ada yang jawab begini: “soalnya ngrasa ‘aneh’ aja gitu kalo ga pake bahasa Inggris..oooh, itu rupanya. Lalu, gw sanggahlah jawaban doi: “ngrasa ‘aneh’ itu karena kita blm terbiasa pake kata-katanya”. Kemudian, doi tidak membalas lagi, tertidur, atau mungkin pulsa internetnya tiris, haahhaha. Nggak kok, becanda, namanya juga komedi, nggak usah dimasukin ke hati. Lha terus, kalo kita aja nggak memulai-mulai membiasakan diri dari sekarang, kapan dong? Kita sendiri aja masih belum ‘berani’ untuk memulai, gimana dengan lingkungan sekitar? Kalo memang alasannya ‘abisnya nggak tau padanan katanya apa’, kan ada yang namanya referensi, salah satunya kamus. Kalo nggak punya kamus, bisa tanya ke siapa pun yang dianggap tau/ahli. Masih belum berani juga? Malu? Atau merasa lebih ‘ngena’ dan mendunia gitu kalo pake bahasa Inggris? Hidup di planet Mars aja lah kalo gitu.

Bisa karena terbiasa, pernyataan ini nggak mutlak benar, tapi sebagian besar benar. Memulai membiasakan diri agar terbiasa memang nggak gampang. Akan ada banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan. Namun, kembali lagi pada idealisme dan pasar. Ini yang selalu menjadi pilihan untuk dihadapi. Jangan sampe kita mengingat tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda, tanpa ada tindakan nyata. Kosong! Katanya berjanji menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia, lalu pada kenyataannya hanya pasang status di sosmed dan bilang “Selamat Hari Sumpah Pemuda”. Ironis. Banyak kok pemuda yang cerdas, yang ingin bangsanya bangkit dari keterpurukan. Bahkan banyak juga yang kreatif, juga selalu menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat kecil. Akan tetapi, hal-hal kecil yang sangat dekat dengan kita saja belum coba dibenahi, gimana mau membenahi hal/masalah besar? Ngapain sih ngurusin masalah-masalah yang terlalu rumit di daun dan batang? Sementara akarnya masih gersang? (perumpamaan yang menarik, haahhaha)

Akan sangat panjang dan melebar kalo gw terus-menerus memaksa membahas tentang ini. Gw hanya menawarkan kail dan sedikit umpan, barangkali ada yang berminat memancing di halaman depan. Silakan! :)


Masih Saja Menyelinap

Hey, dear.. *nyapa yang di sono*
Malam ini gw akan berbagi tentang kekaguman gw terhadap seseorang. Sebenarnya sudah sejak lama deru asmara ini muncul begitu saja tanpa alasan yang jelas. Sssedap! Lalu, bagaimana bisa seperti ini? Pecahkan saja laptopnya, biar ramai! *ati-ati salah fokus*

Hmm, awalnya, sekadar iseng-iseng menyimak tontonan salah satu acara yang gw suka. Kemudian, berubah jadi candu. Lama-lama, ketika gw secara tidak sengaja melewatkan acara ini begitu saja, rasa-rasanya tak rela, meskipun untuk alasan/kegiatan yang lebih penting. Mengapa? Gw pun saat ini masih belum bisa menerka, yang seperti ini namanya apa. Yang jelas, sudah hampir delapan bulan gw mengikuti perkembangan kehidupan di ranah ini. Mungkin, kalo bisa dianalogikan dengan twitter, tingkatannnya bukan lagi flooder, melainkan Get a life!

Dari mulai mimpi ketemu orangnya secara langsung, bisa nonton tanpa melalui makelar—televisi—sampai ngejar tiket ke Bandung, hanya demi ini. Ya, hanya demi ini, bukan yang lain. Ada kepuasan batin yang terkesiap saat gw mampu berada dalam lingkungan dan lalu-lalang kehidupan mereka—yang ternyata dengan mudahnya gw masuki, Alhamdulillah. Anugrah dari Allah selalu saja ada, padahal manusia setiap hari berbuat dosa. Di sisi lain, ketika gw—sekarang ini—merasa dimudahkan oleh Allah karena semakin dekat dengan mereka, dan merasa biasa aja, justru orang lain/teman-teman gw kadang menyanjung, terkesima, bahkan ada juga yang rajin interogasi ngorek-ngorek berita ‘gimana-gimananya’.

Kembali ke bahasan awal. Kagum. Sebelum doi terkenal seperti sekarang, gw pun telah sedikit banyak mengetahui latar belakang, dan karyanya. Kekaguman gw belum usai, hal ini masih berlanjut saat gw menemukan tulisan-tulisannya di beberapa situs. Seringkali gw berdecak, monolog dengan diri sendiri, lalu introspeksi. Dari mulai tampilan yang sederhana, tapi sangat terlihat berkharisma. Lalu, rangkaian kata demi kata yang dipasangkan pada sebuah dinding paragraf, tetap menenangkan jiwa pembacanya, meskipun tanpa menyisipkan permainan rima. Ya Tuhan, ada ya, orang yang seperti ini! Terima kasih telah Kaukenalkan aku padanya. Bukan sastra atau bahasa yang diulas, tapi kegelisahan-kegelisahan sederhana di hidupnya, yang pernah dialaminya, membuat dia tumbuh dalam lingkungan yang cukup mendewasakan alam bawah sadarnya. Sungguh! Gw masih kagum sampai sekarang.

Di Teater Tanah Airku, kali pertama bertemu. Jangan tanya seperti apa rasanya. Senyar. Lebih senyar dibanding tersentuh angin malam Kota Kembang. Tidak tau bagaimana harus mengucapkan sesuatu, padahal gw anak sastra. Ah! Perempuan selalu begitu mungkin, ketika bertemu dengan orang yang dikaguminya. Gw hanya melirik terendap-endap tanpa mau menatap dengan pekat. Ada rasa takut. Khawatir. Cemas. Tentunya berdebar. Dingin pun terasa penuh di kedua telapak tangan. Begitu sesak. Namun, itu semua sebanding dengan rasa bahagia tiada tara.

Di Kota Kembang, tahun lalu, gw juga sempat bertemu. Foto bersama, tentu tidak akan gw lupa. Hahaha.. Yea! Masih sama rasanya, belum berubah. Namun, kali ini gw bisa lebih dekat, dan merasakan atmosfer yang lebih menggila daripada sebelumnya. Aaaaaaah! Tolong jangan campurkan valium dengan morfin, gw nggak sanggup!

Jeda hampir dua bulan, Allah ngasih kesempatan agar kami bertemu kembali. Tuh kan?! Allah sayang banget sama umatnya, dikasih kejutan mulu. Dua kali pertemuan, sama-sama mengenakan kaos warna hitam. Yes, I am the black lover. Serasa sepesiaaal ajaaa. Hihihi. Bahkan, kali ini gw menolak bersanding bersama *halah, intinya gw menolak*. Cukup membuat gw hampir kehabisan napas, pingsan sejenak, lalu tumbang. Namun, untungnya gw bisa menahan gejala-gejala itu. Cuma yaaa, agak gemetaran dikit lah, hahahahaha. Pas gw megang kamera aja, masih gemeteran. Cobaan apa lagi? Bagaimana ini? Akhirnya gw segera menjauh dari sumber yang bisa membuat gemetaran gw makin besar amplitudonya. Kira-kira begitulah perjalanannya. Seru. Butuh perjuangan, pengorbanan, dan kesabaran.

17.3.12

Belum Usang Kan?

Selamat siang, panas masih belum usang kan? tenang..

Rasanya lama benar aku meninggalkanmu tanpa sebab.
Ada sedikit rasa berdosa dalam dada.
Jauh lebih sesak dibanding aku memutuskannya.
Yakinlah, hatiku hanya dimiliki Kau.
(*monolog diri*)

Tenang, gw meninggalkan lo bukan tanpa sebab. Ini semua efek domino dari sebuah lajur panjang kerlip hidup. Bahkan, kadang kita pun tak bisa menyangka jika semua akan terjadi begitu saja.
*ini apa sih? Lama-lama dalam keabu-abuan*

Mimin hadir kembali dalam potongan-potongan mimpi, eaaa! Maaf ya, pokoknya nanti insya Allah gw penuhi janji gw terdahulu. *hirup napas Min, biar nggak mati*
:P

8.3.12

Menulis Cinta - Writing Love

Selamat tersayat-sayat :P





You ask me to write down the word love
I didn't know the first letter nor the rest
I took the entire alphabet upside down
But graves merely fraud words

Don't ask me to write down love anymore
These letters of mine isn't enough
Do not even suffice for your name

Because love is you
Whom I can not sight
Except in my heart beat

Kau minta aku menulis cinta
Aku tak tahu huruf apa yang pertama dan seterusnya
Ku bolak-balik seluruh abjad
Kata-kata cacat yang kudapat

Janganlah lagi minta aku menulis cinta
Huruf-huruf ku tak tahu
Bahkan tak cukup untuk namamu

Sebab cinta adalah kau
Yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut

Janganlah lagi minta aku menulis cinta
Huruf-huruf ku tak tahu
Bahkan tak cukup untuk namamu

Sebab cinta adalah kau
Yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut

puisi: Sitok Srengenge
vokal: Ubiet
komposer musik: Dian HP

Open Mic

Kali ini gw akan berbagi. Ya. Berbagi suami. Itu mah judul film ya?! Hahaha. Lucu, tapi gagal. Nggak papa, yang penting usaha, masalah hasil mah belakangan. Iye nggak?

Hal semacam itu sering terjadi saat open mic berlangsung. Seseorang yang ingin dan berniat menjadi komik dalam komedi tunggal, wajib banget mencoba open mic ini. Mengapa? Karena justru di sinilah ajang asah mental untuk diri sendiri. Namanya juga komedi tunggal (KomTung), jadi ya, memang seorang diri alias alone. Kuantitas mengalahkan kualitas. Pernyataan ini berlaku untuk seorang komik. Mengapa? Pertama, semakin sering melakukan open mic di berbagai acara open mic, semakin terasah pula mental seseorang. Garing, jayus, sama sekali nggak lucu, hampir lucu, setengah lucu, sampai terhitung lucu: ini fase yang harus dilewati oleh seorang komik. Harus berani menerima berbagai respon dari setiap penonton. Dari mulai kritik dan saran yang benar-benar membangun, sampai ceng-cengan, hinaan, cercaan, cacian, makian bejat yang dilontarkan, harus diterima. Tergantung bagaimana ia menanggapi semua itu. Bisa dengan lapang dada, lapang jidat, lapang hati, sampai tanah lapang punya Bang Miun depan kuburan juga dijabanin. Huahahha. Lucu nggak yang ini? *tetep nggak lucu ya? Yaudahlah!* situ juga nggak ngasih bayaran ke gw kan buat stand up?? *nggak nyantai banget, maap*

Open mic ini diadakan seminggu sekali di tiap komunitas stand up (sesuai kebijakan komunitas masing-masing). Publikasi yang dilakukan biasanya dari mulut ke mulut, juga melalui sosmed, seperti twitter, dan twitter, dan twitter. Nyahahaha. Soalnya gw belum pernah menemui publikasi acara open mic lewat facebook. Entah sih, kalo publikasi lewat hati udah pernah belum ya? Eaaa, langsung galau. Ck, anak muda era sekarang, rentan menderita galau akut. Ini gawat lho! Baru dikit disinggung hati dan cinta, udah mewek, terharu, klepek-klepek. Hahaha. Piss yo mamen! Namanya juga stand up, becanda kok, becanda, nggak serius.

Pada dasarnya, open mic ini adalah sarana melatih diri di depan panggung, juga menjadi area penjajalan materi yang dibikin. Bahan-bahan yang udah dibuat semingguan suntuk sampai lupa makan, lupa tidur, lupa kamu, hahahaha. Hmm, menurut pembawa acara open mic di ZOE Café sih, saat kita open mic, jangan berharap materi lo lucu, lalu penonton tertawa. Jangan! Karena pada hakikatnya materi stand up adalah sesuatu yang biasa ditemukan di lingkungan sehari-hari kita, itu artinya memang bukan suatu kelucuan, melainkan keseriusan. Nah, dari keseriusan inilah kita olah menjadi sesuatu yang tidak biasa. Masalah lucu atau tidak, itu belakangan, sob. Kalo mau atau sekadar ingin tau bagaimana kiat-kiat kali pertama open mic dan belajar menjadi komik, ada bukunya, bre. Namun, memang tidak dijual bebas di pasar mana pun. Sila hubungi pihak-pihak terkait yang biasanya disebut komik. Rempong amat mau nyebut komik doang, Dha! Naon? Halah. Nggak jelas.

Nah, dari ulasan di atas, siapa yang biasanya nonton stand up comedy? Suka sama komiknya? Atau hanya penikmat semu belaka? Hahaha, gabung di akun @Standup_UI ya! Ujung-ujungnya ngajak. Gw berasa member MLM dah :P

7.3.12

Terapi Kejut 2



Malam ini, tiba-tiba mendapat tweet persembahan dari seseorang di sana. Hihihi. Lo emang bisa banget merangsang senyum-senyum kecil biar mengembang, meski sekadar menyegarkan raga dan kita. Huahahaha.

PS: ini kali kesekian lo memberikan bibit-bibit bom atom ke gw,
makasih :)

Terapi Kejut 1


RH: “Siaaaaap! Gue angkat kau menjadi sekretaris dah. Fix ya :)”
MU: *beresin tas, pulang kampung*


Percakapan dengan Rizki Hadi – Stand Up UI

6.3.12

Atas Nama Penelitian

Halo malam.

Akhirnya sampai juga di penghujung hari Senin ini, pada 5 Maret yang penuh ilusi. Jiaaah.
Meskipun mata udah terlampau kriyep-kriyep minta jatah buat ditutup bentar, otak gw masih menggebu-gebu untuk sekadar nulis ini. Hihi.
Selain itu, berhubung proposal yang kelar bukan diberi judul ‘skripsi’, jadi gw hanya memuja-muji pihak umum saja. Namun, naluri dan hati gw masih sangat ingin banget sekali mencurahkan isi simpati.

Pertama, Rangga. Nama yang kali pertama muncul di benak gw ketika pada akhirnya kami memutuskan untuk ‘menggarap’ hal nekat ini. Anak Prodi Indonesia yang memulai belajar Ilmu Arkeologi. Mengapa disebut nekat? Karena gw dan dua teman gw—anak fasilkom dan manajemen—dan kami sama-sama semester delapan, sangat berniat memahami budaya dari sisi Arkeologi.

Kedua, Chusnul. Salah satu rekan Arkeologi yang gw repotkan juga, meskipun sedikit, tetap saja sangat membantu. Hehehe. Nomor ponsel dan daftar nama dosen Arkeologi, gw dapetin dari doi. Thanks a bunch, Nul :)))

Ketiga, Mas AB. Terima kasih atas pertemuan awal yang sangat menginspirasi. Ditambah lagi pinjaman-pinjaman bukunya yang yahud! Arkeolog yang sangat berjiwa muda.

Keempat, Arin. Temen sekelas di kelas Wayang tahun lalu, yang entah kenapa justru makin ke sini jadi makin akrab. Terima kasih tak terhingga karena udah bantuin banyak banget. Dari mulai ngenalin dosen, ngoreksi konsep, nemenin ke sana kemari, ngasih masukan yang sangat positif, juga dukungan yang tak kunjung habis.

Kelima, Mas AN. Maafkan saya Mas, udah ngrepotin dari awal ketemu. Malem-malem sampai subuh masih konsultasi via sms dan email. Subhanallah banget lah pokoknya. Beruntung bisa kenal Mas AN sebelum lulus. Hiks. Meski baru kenal sehari, rasanya seperti dibimbing sama dosen sendiri.

Keenam, Mba Nana. Doktrin-doktrin dini, dari yang tadinya belum ada niat untuk ikut ‘ajang’ ini, hingga pada akhirnya aku memutuskan menjadi salah satu kontingen. Tsaaah, kontingen. Hahaha. Maturnuwun sanget udah mau nuntun aku, dari yang nggak tau apa-apa, sampai bisa punya kemauan yang kuat untuk belajar ‘serius’ demi proyek ini.

Ketujuh, Mas Warhot. Terima kasih banget karena udah mau menampung kami nongkrong nunggu wangsit. Hahhaaha.

Kedelapan, Mas pengusaha warnet-fotokopi-print-dll. Maaf ya Mas, saya bawel banget waktu itu. Maklum, agak-agak cemas. Hehe. Salut sama Mas, begitu sabarnya menghadapi banyak pelanggan, dengan berbagai macam kebutuhan yang berbeda, tapi tetap sopan dan memuaskan pelanggan. Salut! Padahal si Mas ini single fighter di toko tanpa ada yang bantuin.

Kesembilan, Kiki P dan K BEM FIB UI. Saran-saran lo sangat bermanfaat. Terima kasih semangatnya. Padahal kita belum pernah ketemu sebelumnya, tapi entah kenapa gw merasa sangat akrab ngobrol via telepon.

Kesepuluh, Mas Nazar. Makasih ya Mas, udah membantu menyampaikan sesuatu ke Bu Nitra, kamsha hamnida.

Kesebelas, Bu Nitra. Berjuta terima kasih karena mempermudah jalan menuju tanda tangan. Hahaha. Makasih ya Bu :)

Keduabelas, Mas yang punya fotokopian FISIP depan. Terima kasih atas kesabarannya mengahdapi saya. Hihihi.

Ketigabelas, Mas yang punya fotokopian FISIP deket FIB. Makasih banyak Mas, membantu memperlancar proses pengumpulan dengan layanan fotokopi yang ekstra.

Keempatbelas, Bucil. Huahahaha, bucil, teman kosan yang setiap saat setia menemani begadang, berkenan diganggu telepon-telepon aneh dari gw. Cup cup muach.

Kelimabelas, Japra. Temen ngalay bareng, temen curhat, temen hidup, halah. Haha. Cuih :P

Keenambelas, Suci, Husein, Viktor. Makasih banyak udah mau direpotin dengan pertanyaan-pertanyaan konyol gw selama sebelum pengumpulan proyek. Maaf ya, mungkin gw cukup annoying sesaat. Sayang kalian :)

Pihak-pihak yang sangat membantu, yang belum dapat mimin sebut satu persatu. Big thanks :)
Kecup jauh. Salam hangat. Semoga dukungan dan doa teman-teman mendapat balasan yang setimpal dari Allah. Aamiin. 

5.3.12

Privasi Berbingkai Fiksi

Alhamdulillah, baru bisa napas.

*kalo sedang kurang enak badan, lebih baik tidak memaksakan diri membaca ini*
Tidurnggaktidurtapingantukmeskipunbanyakyangmenungguesoksiapalagikalaubukanpenelitianpenelitianimpiansemogaberhasildanmendapathasilterbaikapapunitu..

Siapa pun, profesi apa pun, umur berapa pun, pasti pernah mengalami hal ini:
  • Lupa makan. Hal ini disebabkan oleh adanya detik-detik yang selalu mengejar tanpa toleransi. Mulai dari bangun pagi, lalu menyelesaikan apa yang harus selesai hari itu juga, pasti pernah lupa makan. Lupa, benar-benar lupa. Bukan karena sengaja puasa atau alasan apa pun. Lupa begitu aja.
  • Menunda membalas sms. Satu atau dua sms yang masuk. Mungkin akan memunculkan niat menunda membalas—karena menurut kita, tidak terlalu urgent, dan bisa dibalas setelah ‘urusan’ ini selesai. Kecuali sms-sms yang tidak bisa ditunda.
  • Mendadak lebih mudah untuk bisa fokus, tenang, dan serius. Walaupun dari lubuk terdalam udah cukup ‘mengejar jarum jam’, tetep bisa madhep lan manthep ngadepi pegaweyan.
  • Selalu legowo, berapa pun materi yang harus dikeluarkan. Hmm, kalo untuk yang satu ini, mungkin nggak semua orang dapat dengan mudahnya merelakan begitu saja demi sesuatu. Namun, kadang-kadang secara nggak sadar kita melegowokan hati kita, toh materi bisa dicari nek udah rezeki.
  • Ada aja hal-hal yang bikin hati kesel. Secara nggak sengaja, kalo ada satu hari yang menuntut banyak/ragam kerjaan/tugas/kegiatan, trus ada hal kecil di awal yang sedikit membuat bete, lalu kita ngedumel dikit, setelah itu niscaya seharian akan tidak selancar yang diharapkan. Mengapa? Efek domino. Efek domino dari sedikit ‘kotoran hati: ngedumel, kesel, bete, dll’ yang memicu sinyal-sinyal ketidaklancaran kegiatan seharian. Halah, haha.
  • Ada aja yang bikin kita menunggingkan senyum. Ini yang sangat tak terduga, yang biasanya terjadi setelah rangkaian kekurangberuntungan dirasakan. Namanya juga ‘ada aja’, yaaa ada memang, tapi bener-bener nggak terduga aja. Tuhan selalu ngasih kejutan-kejutan tak terhingga di luar nalar. Ini namanya hikmah dibalik peristiwa. Klise, tapi nikmatnya tidak bisa dideskripsikan secara gamblang kalo pernah merasakan. Seriusan deh!
Bagaimana dengan rentetan harian teman-teman? Ada yang samakah? Atau punya cerita yang berbeda? Bila berkenan dan bersedia, monggo lho. Kalo kata orang bule ‘feel free to share’ tentang ini. Namun, jikalau memang lebih nikmat disimpan secara privasi, mengapa tidak? Toh sama-sama kepingan hidup yang sekadar dibingkai fiksi.

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...