Hey,
dear.. *nyapa yang di sono*
Malam
ini gw akan berbagi tentang kekaguman gw terhadap seseorang. Sebenarnya sudah
sejak lama deru asmara ini muncul begitu saja tanpa alasan yang jelas. Sssedap!
Lalu, bagaimana bisa seperti ini? Pecahkan saja laptopnya, biar ramai! *ati-ati
salah fokus*
Hmm,
awalnya, sekadar iseng-iseng menyimak tontonan salah satu acara yang gw suka. Kemudian,
berubah jadi candu. Lama-lama, ketika gw secara tidak sengaja melewatkan acara
ini begitu saja, rasa-rasanya tak rela, meskipun untuk alasan/kegiatan yang
lebih penting. Mengapa? Gw pun saat ini masih belum bisa menerka, yang seperti
ini namanya apa. Yang jelas, sudah hampir delapan bulan gw mengikuti
perkembangan kehidupan di ranah ini. Mungkin, kalo bisa dianalogikan dengan
twitter, tingkatannnya bukan lagi flooder,
melainkan Get a life!
Dari
mulai mimpi ketemu orangnya secara langsung, bisa nonton tanpa melalui makelar—televisi—sampai
ngejar tiket ke Bandung, hanya demi ini. Ya, hanya demi ini, bukan yang lain. Ada
kepuasan batin yang terkesiap saat gw mampu berada dalam lingkungan dan
lalu-lalang kehidupan mereka—yang ternyata dengan mudahnya gw masuki, Alhamdulillah.
Anugrah dari Allah selalu saja ada, padahal manusia setiap hari berbuat dosa. Di
sisi lain, ketika gw—sekarang ini—merasa dimudahkan oleh Allah karena semakin
dekat dengan mereka, dan merasa biasa aja, justru orang lain/teman-teman gw
kadang menyanjung, terkesima, bahkan ada juga yang rajin interogasi
ngorek-ngorek berita ‘gimana-gimananya’.
Kembali
ke bahasan awal. Kagum. Sebelum doi terkenal seperti sekarang, gw pun telah
sedikit banyak mengetahui latar belakang, dan karyanya. Kekaguman gw belum usai,
hal ini masih berlanjut saat gw menemukan tulisan-tulisannya di beberapa situs.
Seringkali gw berdecak, monolog dengan diri sendiri, lalu introspeksi. Dari mulai
tampilan yang sederhana, tapi sangat terlihat berkharisma. Lalu, rangkaian kata
demi kata yang dipasangkan pada sebuah dinding paragraf, tetap menenangkan jiwa
pembacanya, meskipun tanpa menyisipkan permainan rima. Ya Tuhan, ada ya, orang yang seperti ini! Terima kasih telah
Kaukenalkan aku padanya. Bukan sastra atau bahasa yang diulas, tapi
kegelisahan-kegelisahan sederhana di hidupnya, yang pernah dialaminya, membuat dia
tumbuh dalam lingkungan yang cukup mendewasakan alam bawah sadarnya. Sungguh! Gw
masih kagum sampai sekarang.
Di
Teater Tanah Airku, kali pertama bertemu. Jangan tanya seperti apa rasanya. Senyar.
Lebih senyar dibanding tersentuh angin malam Kota Kembang. Tidak tau bagaimana
harus mengucapkan sesuatu, padahal gw anak sastra. Ah! Perempuan selalu begitu
mungkin, ketika bertemu dengan orang yang dikaguminya. Gw hanya melirik
terendap-endap tanpa mau menatap dengan pekat. Ada rasa takut. Khawatir. Cemas.
Tentunya berdebar. Dingin pun terasa penuh di kedua telapak tangan. Begitu sesak.
Namun, itu semua sebanding dengan rasa bahagia tiada tara.
Di
Kota Kembang, tahun lalu, gw juga sempat bertemu. Foto bersama, tentu tidak
akan gw lupa. Hahaha.. Yea! Masih sama rasanya, belum berubah. Namun, kali ini
gw bisa lebih dekat, dan merasakan atmosfer yang lebih menggila daripada
sebelumnya. Aaaaaaah! Tolong jangan campurkan valium dengan morfin, gw nggak
sanggup!
Jeda
hampir dua bulan, Allah ngasih kesempatan agar kami bertemu kembali. Tuh kan?! Allah
sayang banget sama umatnya, dikasih kejutan mulu. Dua kali pertemuan, sama-sama
mengenakan kaos warna hitam. Yes, I am
the black lover. Serasa sepesiaaal ajaaa. Hihihi. Bahkan, kali ini gw
menolak bersanding bersama *halah, intinya gw menolak*. Cukup membuat gw
hampir kehabisan napas, pingsan sejenak, lalu tumbang. Namun, untungnya gw bisa
menahan gejala-gejala itu. Cuma yaaa, agak gemetaran dikit lah, hahahahaha. Pas
gw megang kamera aja, masih gemeteran. Cobaan apa lagi? Bagaimana ini? Akhirnya
gw segera menjauh dari sumber yang bisa membuat gemetaran gw makin besar
amplitudonya. Kira-kira begitulah perjalanannya. Seru. Butuh perjuangan,
pengorbanan, dan kesabaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar