29.6.12

Jangan (3)


#3

Jangan menyulut api, asapnya bisa melukai.
Jangan memeluk luka, sakitnya bisa lebih lama.
Lebih baik memercik air, yang arusnya tak pernah berbalik arah.

Jangan (2)


#2

Jangan mencuri, ia bukan milikmu.
Jangan menjual, toh belum ada pembeli.
Jangan bersedih, tak ada yang perlu disesali.

Jangan (1)


#1

Jangan kaukejar, lepaskan saja.
Jangan kaugenggam, biarkan ia bebas.
Jangan berharap, ia pasti datang.

ABCD


Setiap selesai bercakap-cakap dengannya, selalu ada perasaan berdosa. Padahal, saya hanya mengangkat telepon. Sebatas menjalankan kewajiban yang mungkin tidak wajib hukumnya. Angkat telepon. Itu saja. Tidak lebih. Entah mengapa, jangan tanya saya. 

Cuma ada perasaan takut yang terus saja berselimut. Saya bingung. 

Begitu pula sehabis berbalas pesan singkat—yang tak penting itu. Pasti ada sesuatu yang memaksa saya mengasosiasikan dengan sesuatu yang lain di sana—yang jauh dari pulau ini. Sungguh, saya benar-benar khawatir. 

Seperti hampir melanggar ‘perjanjian besar’ atas diri sendiri. Mirip rasa bersalah. Bukan hanya sekian detik atau beberapa menit, melainkan hari-hari berikutnya juga masih. 

23.6.12

Yang Hilang, Kini Kembali

Percakapan kita tentang masa depan malam itu: biarkan kita berjalan di lintasannya masing-masing. Kau pada jarakmu, dan aku pada rindumu. Kita telah sepakat membiarkan alam memilih, sebelum pagi.

Kita tidak berdua, kita bertiga.
Bahkan mungkin berlima, atau bertujuh—Tuhan dan malaikat-malaikat setia yang menyatu dalam tubuh.

Sebuah keputusan. Hasil pembicaraan alam bawah sadar kita. Kemudian, kita bisa saja membungkusnya. Menyimpannya atau melupakannya: sama saja. Di antara kita sudah kehabisan cerita.

Tiba-tiba kemarin, muncul kisah tentang lintasan baru yang kaukenalkan padaku. Rasanya aku ingin menyusulmu, mencoba menapaki suguhan lajurmu. Meskipun ini suatu ketakmungkinan yang mungkin, tetap saja nihil.

Mungkin kita baru menyadari, betapa sepinya kosong tanpa pesan. Semuanya seperti kematian. Kau, aku, udara, dan pagi, beberapa minggu lalu lenyap, tanpa jeda. Namun, kau membangunkannya lagi menjadi sebuah arti. Kembali menyapa misteri. 

20.6.12

Basa-Basi

Hari pertama
Naiya : “hari ini lo sibuk banget ya?”
Indra : “kurang lebih begitu..”

Hari kedua
Naiya : “hari ini masih sibuk?”
Indra : “begitulah,”
Naiya : “kira-kira jam 1 ada di mana?”
Indra : “gue di sekitar kampus, ada rapat internal, setelah itu ada agenda lagi. 
Kenapa emang?”
Naiya : “oh, nggak papa. Tadinya pengin ketemu, tapi kalo lo sibuk ya, nggak usah. 
Kali lain aja :)

*monggo ditafsirkan sesukanya,

So Patin ala Aggy Irawan

Sabtu lalu, 16 Juni 2012, beberapa mahasiswa Indonesia 08 punya rencana ke So Patin. Awalnya, obrolan ranah twitter, lama-lama dijarkom juga ke hampir semua warga 08 (hampir, karena ternyata ada yang jarkomnya nggak sampe) hehe, biasalah, hambatan teknis. Pada akhirnya, kami janjian di stasiun UI. Oke. Namun, ternyata yang bener-bener hadir cuma enam orang: Meidy, Dipta, Esthi, Gw, Nita, Laydra. Its okay, no problem. Ber-berapapun kami tetap berangkat! Alhasil, ditambah lalalili, kami cus pukul 5 sore, padahal janjian pukul 4. Fuh..

Perjalanan ke Bogor sore-sore begitu, masih cukup rame commuternya. Agak empet-empetan. Reality. Alhamdulillah lancar. Begitu turun di stasiun Bogor, gw dan Esthi kepincut Roti Maryam. Setelah lirik-lirikan, iya-nggak-iya-nggak, beli juga akhirnya. Hahaha. Kalo kata orang Tegal "nggo rasan-rasan" :D

Kemudian, dilanjutkan jalan kaki sekitar 100 meter, lalu naik angkot 03. Lanjut angkot 32, turun di Perumahan Yasmin. Ihiiir, akhirnya sampai juga. Padahal di perjalanan angkot 32, macet parah! Untungnya selama di angkot, kami cukup terhibur dengan obrolan-obrolan yang yaaa, tau lah ya. Kehidupan yang nggak jauh-jauh dari hubungan pertemanan, percintaan, dan perselisihan. Nah, ini nih yang seru! Ups. Sensored.

Awalnya, gw sangat mager untuk keluar ke mana-mana. Hal ini terjadi begitu saja sejak UAS kelar, dan deg-degan nunggu nilai SIAK keluar. Huh, alhamdulillah :)

Hmm, gw memutuskan untuk ikut karena: sekalian jalan-jalan ke Bogor, penasaran dengan cita rasa So Patin ala Aggy Irawan, trus siapa tau ada yang nyangkut, ahahaha. Cangkul kali Bu, nyangkut.

Sampe warung So Patin pas banget setengah tujuh, it means mending Maghrib-an dulu. Setelah sampe tempat wudhu masjid sekitar Taman Yasmin, muter kran air, dan nyesss banget airnya. Dingin! *jadi keinget Bandung* (ah, elu Dha!)
----------------

Begitu sampe warung lagi, pesanan dataaaang. Ahey ahey. Gw memesan Patin Asam Pedas, dan Es Jeruk, slurp banget. Bismillah, diicip kuahnya, beuh, ini mah lezat banget aseli! Olahannya mirip kuah kari, tapi yang ini lebih kerasa banget asam pedasnya. Masya Allah banget lah ini. Lalu, nyedot Es Jeruknya, daaaaan beda banget rasanya. Benar-benar Es Jeruk. Ya kan suka ada tuh di warung-warung makan yang Es Jeruknya keaseman, kemanisan, kehambaran, kebeningan, kekuningan, dan ke-an ke-an lainnya. Kalo ini, dijamin pas, titik.

Kami pun langsung saling bericip ria. Hahaha. Ada yang pesan Patin Bakar, Patin Pindang Nanas, dan semuanya itu ruarr binasa, men! Kalo kata Benu Bulo "laziiz" sayangnya di badan gw cuma ada empat jempol, kalo ada duapuluh jempol, gw kasih semuanya buat Aggy. Aseli. Nggak percaya? Dateng aja ke warung So Patin di Yasmin sektor 6! 

Hmm, menurut gw, olahannya beda dari ikan-ikan biasanya. Teksturnya lembut, pas banget di lidah, not too much, cita rasa masakan Indonesia pisan lah pokoknya. Gw aja makan sembari terheran-heran "ini anak, masaknya pake apa ya? bisa sampe selezat ini." Sempet mikir, warung makan dengan cita rasa jempolan begini udah pantes ada di resto. Semoga cepet pindah ya Gy, ke tempat yang lebih cozy. Aamiin.

Btw, ini bukan blog/artikel berbayar ye pemirse, saya murni beropini, hihihi. Ehm, tapi kalo Aggy liat postingan ini, dan mau ngasih fee sih nggak papa. Hahaha. Baiklah, selamat mencoba bagi yang terangsang!


**photo by @nitaarnita :)

Isi Dompet

Tadi pagi, tak lupa gw meng-sms orang-orang yang masih punya tanggungan. Hahaha. Apakah Anda termasuk salah satu yang beruntung di dalamnya? :D

Kemudian, utak-atik dompet coklat kesayangan. Bener-benerin tata letak uang lembaran, recehan, foto yang terpajang, juga kertas-kertas yang terselip di antara lubang. Aih aih! (*apa deh?)

Hampir setiap pagi kegiatan rutin ini gw lakukan. Jujur aja, nggak nyaman banget kalo pas buka dompet, isinya berantakan: sisi yang harusnya tempat buat naruh receh, kadang ketuker sama sisi yang harusnya buat naruh uang lembaran, atau letak kartu-kartu rentetan itu nggak rapi. Ya.. sesederhana itu, hal-hal yang mungkin menurut orang lain 'kurang penting' dan 'jarang diperhatikan'.

Lalu, dompet gw selalu sama isinya. Tentunya selain berisi uang lah ya, hahaha. Maksudnya selalu ada 'jimat' yang tak ketinggalan tersemat, ahelah! Hmm, ada kaca, foto, lap kacamata, kartu PKM, KTP (berhubung E-KTP belum jadi, makanya tetep wajib dibawa), KTM (huhuhu, sebentar lagi akan meninggalkanmu), ATM, kartu nama teman-teman, kartu nama lembaga/organisasi/layanan jasa, uang logam luar negeri (*aseek, haha), surat-surat penting, juga kertas-kertas kecil yang mungkin masih penting :P

Kalo salah satu dari rentetan tersebut ada yang tertinggal, alias lupa bawa, pasti jadi kurang 'sreg' gitu. Meskipun kadang nggak diperlukan, apalagi kalo memang diperlukan, hadeh, bisa nangis ngosek-ngosek gw. Hmm, mungkin gw agak berlebihan, gimana dengan Anda? Monggo, kalo mau berbagi isi dompet di sini, silakan, jika berkenan ;)

Menunda "Baduy"

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 8 Juni, gw sedang sangat bergelora membuat daftar alat-alat, juga kebutuhan untuk menunjang "Perjalanan Baduy". Rencana awal, tanggal 11--14 Juni kami akan live-in di sana, di Baduy Luar & Baduy Dalam. Perjalanan ini dimotori oleh redaksi Gaung, Citra-Norman-Arkhe-Regina. Sebenarnya, siapapun boleh saja ikut, asalkan bersedia menanggung suka dan duka bersama. Hahaha. Akhirnya, gw memutuskan untuk ikut bersama mereka, melakukan tafakur alam ke Baduy. 

Kami telah mempersiapkan segala sesuatunya pada hari Jumat (8 Juni), membagi tugas, siapa harus membawa apa saja. Wow! Gw pribadi cukup excited akan perjalanan ini karena ingin kembali bercengkrama dengan alam. Well, pas SMP-SMA dulu, paling suka kalo ada hiking, wide-game, dan kegiatan alam lainnya. (Ehem, tapi belum kesampean naik gunung sih sampe sekarang). Selain karena alasan klasik (alam itu indah), gw merasa bahagia aja kalo bisa menaklukan perjalanan ke manapun. Kepuasan batin lagi-lagi, benar-benar tak bisa dibeli. 

Namanya juga udah lama nggak 'begitu' lagi, jadi segala peralatan pun minim, bahkan bisa dibilang nggak punya. Hmm, mulai dari cari pinjeman tas gede, sepatu, kompas, dan barang-barang lainnya, hingga persiapan mental. Juga yang paling penting: fisik. Yayaya, gw kan udah bukan pasukan MB lagi, jadi udah nggak aktif bergerak lari-lari keliling stadion, ngiter PNJ, marking, push-up, dan pemanasan lainnya yang biasanya dilakukan kalo masih berstatus pasukan. Makanya, patut disyukuri bener-bener lho bagi temen-temen yang berkesempatan jadi pasukan (ehem, meskipun kadang ada keluhan). Wajar, manusiawi :)

Insya Allah semuanya udah gw persiapkan dengan baik pada H-1. Namun, karena suatu alasan, akhirnya kami menunda perjalanan ke Baduy. Alhamdulillahnya, gw bukan tipikal manusia yang cepet pundung, jadi ya, dibawa santai aja. Toh, pasti ada hikmah dibalik semua ini. Gw yakin, Allah pasti punya tujuan baik, melindungi kami dari bahaya yang mengancam--kalo seandainya minggu lalu tetap memaksakan untuk berangkat. Terima kasih :)

Semoga tetep bisa ikut ke Baduy pada waktu yang tepat. Aamiin. 

17.6.12

(lalalili juga perlu)

Nanti gw juga mau bikin kata pengantar ah, hahaha.
Siap-siap ya ;)

Buat si ini, si itu, si anu;
yang ada di sekeliling gw;
orang-orang yang jauh-namun-terasa-dekat; (hahaha)
juga orang-orang yang terlalu hebat sehingga mampu menembus batas keputusasaan gw.

Kemudian Hilang

Pelan-pelan kita sadar. Mulai memahami makna tersirat yang sebenarnya. Bukan kepastian, melainkan tentang kepercayaan.

Jauh-dekat, sama-sama bernyawa. Menyimpan cita rasa dalam diam. Mirip seperti pagi yang hampir kehilangan sejuknya.

Lalu mengapa jalan menuju rumahmu sengaja dibuat bergelombang? Padahal kita sama tahu kalau tidak semua manusia menyukai tantangan.

Why oh Why?

Pernah nggak sih, udah nulis beberapa kalimat, udah dapet beberapa paragraf, trus setelah dibaca ulang ngerasa ‘sampah banget tulisannya’? why oh why?

Serba salah, mungkin seperti kurang saus, kebanyakan cuka, atau bahkan salah resep. Ah!

13.6.12

Reminder

Dinding kamar gw selalu tersedia tempelan kertas-kertas persegi ukuran kecil yang isinya momen-momen atau kegiatan yang harus dilakukan. Hmm, ibaratnya agenda. Bedanya, di dinding kamar ditempelnya.

acara-acara yang menurut hemat gw penting; 
segelintir mimpi yang ingin gw capai; 
tanggal-tanggal istimewa; 
dan target-target apapun yang ingin gw lakukan.

Gw masih menggunakan cara tradisional ini sebagai alarm dan bahan bacaan sebelum gw tidur. Biar gw selalu inget dan 'tidak keluar jalur'. Meskipun nggak jarang menghianati diri sendiri.

Siapa tau, begitu gw meninggal, dan apa yang gw tulis di dinding itu belum tercapai, ada yang berkenan membantu :')

Namamu

Ada namamu dalam secangkir teh hangat hari ini.
Padahal, aku tak biasa menyeduh minuman pagi-pagi.

: masa depan

Perkara Kacamata

Ibu saya pernah berkata, di era 70-an, ketika beliau remaja, sempat dilarang mengenakan kacamata oleh ayahnya (kakek saya).

katanya begini: 
"Royal temen ana kacamatanan ana apa. Wis, ora usah reka-reka, dinungi jamu wortel be ngko mari.

It means, meskipun saat itu Ibu dalam keadaan minus sekian, beliau tidak diperkenankan berkacamata. Kata Kakek saya, hanya buang-buang uang saja. Lebih baik uangnya digunakan untuk hal lain, seperti membeli sembako, dan kebutuhan lain yang lebih penting. 

Saya tau cerita ini sekitar tujuh tahun lalu, tepat ketika saya divonis menderita miopi. Bedanya, Ibu tidak se-melarang-itu. Beliau tidak melarang saya berkacamata. Akan tetapi, selalu mewanti-wanti agar tidak menyia-nyiakan mata. Maksudnya, meskipun telah mendapat pertolongan sementara dari makhluk yang bernama kacamata, saya harus tetap menjalani ritual: mengonsumsi segala hal yang dapat menunjang kesehatan mata. Misalnya, setiap hari wajib meminum air perasan wortel. Tentunya, saya sendiri yang memarut, memeras, lalu saya minum. 

Apa nggak bosan? Emang rasanya enak? Ya, namanya juga 'jamu', bagaimanapun rasanya, harus tetap masuk ke dalam tubuh setiap hari. Apalagi, ritual ini nggak mudah dijalani. Saya harus menjepit hidung dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kemudian tangan kanan bertugas mempertemukan bibir saya dengan bibir gelas. Setelah habis terteguk, lantas dilanjutkan dengan meminum air putih atau apapun yang manis, sebagai 'tamba'. Begitulah kira-kira.

Variasi obatpun semakin banyak dari tahun ke tahun. Mulai dari cara tradisional hingga cara paling modern. Teh, kapsul, serbuk, tetes mata, sampai operasi lasik yang tercanggih di abad ini juga telah tersedia di sini. Selain itu, seiring dengan berkembangnya pola hidup dan status dalam kehidupan, mungkin memang ada 'era' berkacamata menjadi sebuah gaya hidup. Tentunya, tidak semua orang, hanya berlaku bagi orang-orang yang memang 'membutuhkan kacamata untuk menemani hidupnya' (meskipun dikaruniai mata normal, red.). 

So, berkacamata untuk kebutuhan kesehatan atau hanya sekadar gaya, itu pilihan masing-masing. Asalkan bijak menggunakannya. Satu lagi, kebersyukuran atas setiap kecukupan yang kita punya, ini juga penting. 

:)

7.6.12

Tigasatu-Lima-Duabelas

Hari Kamis lalu, banyak doa melambung di udara. Mulai dari pagi buta hingga malam berikutnya. Terima kasih. Alam semesta pun diam-diam turut membubuhkan sejumput senyuman. Terima kasih, Tuhan.

Tetiba terlintas bahwa pagi itu adalah awal pertemanan dengan duadua. Pundak terasa agak berat. Seperti ada ransel besar berisi masa depan yang harus kubawa selama perjalanan. Bukan, bukan keluhan. Ini lebih tepat disebut renungan.

Semoga, yang semoga-semoga, tak hanya sekadar semoga. Aamiin.

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...