21.2.14

Selintas Percakapan


DH1        : "RC meninggal hari ini.."
DH2        : "Iya tau kok.."
DH1        : "Ya gw juga tau sih kalo lo tau"
DH2        : "Gw juga tau klo lo tau gw tau"
……………………………………………………………

14.2.14

Excited

Berawal dari ketemu pas pelepasan GPMB XXVIII di Gor POPKI, gw dan salah satu orang—sebut saja N—sempat cerita banyak soal kehidupan luar kampus. Termasuk di salah satu unit membanggakan itu. Entah apa yang membuat N mengawali curhatannya ke gw. Begitu menggebu dia bercerita. Katanya, dia sangat mencintai kegiatannya. Namun, yang namanya cinta, tetep aja menyakitkan. Penolakan demi penolakan sering N alami selama dia di sana. N terus bercerita tak ada habisnya. Bahkan, nggak ada waktu yang tersedia untuk gw bicara. Jadilah gw hanya angguk-angguk kepala, setia memerhatikan ucapannya.

Sampai pada akhirnya N menyetop sendiri obrolannya, dia mempersilakan gw angkat bicara. Hah? Padahal udah lama tutup buku kalo soal itu. Karena si N agak-agak mengintimidasi gw secara nggak langsung, luluhlah gw memulai cerita seperti dia pertama tadi membuka luka *oops*

Intinya kurang lebih sama. Hahaha. Abisnya males juga klarifikasi macem-macem di sini. Toh udah pada tahu semua lah. Apa pun persepsinya, terserah masing-masing, nggak ada yang bener atau yang salah. Yang ada hanya bagaimana cara memahami dan menghargai, juga mencaci apa-apa yang udah terjadi. Semoga ini nggak cukup eksplisit sih. Dan sebenernya kalo yang satu lagi dateng, beuh bakal rame pisan. Nggak kelar-kelar curhatnya. 

Banyak hal yang kami perjuangkan, tapi gagal dipercaya. Alasannya beragam: nggak sesuai lah, aneh lah, susah lah, mahal lah, gila lah. If it doesn’t challenge you, it doesn’t change you! Kalo kata mantan ketua unit sebelah tuh gitu. Catet tuh!

Tahun akhirnya berganti. 2014 mengawali segalanya. Calon-calon pemimpin bermunculan beserta branding-nya. Seru. Makin seru ketika orang terakhir muncul. Kalo di film-film India, “lakon kuwe tekane terakhir,” kemudian, pernyataan ini terbukti di pemilihan. Alhamdulillah. Gw seneng banget! Gw emang nggak kenal baik, tapi anak tipe audiovisual macem gw kadang instingnya kuat. Dari gestur dan cara ngomong udah keliatan, mana yang revolusioner. Kejadian ‘seneng’ gw di tahun 2010 lalu terulang lagi tahun ini. Tentunya dengan sensasi yang berbeda lah. 

Kelar acara, langsung salaman sama N. Rasanya tuh, semua hal yang kami obrolin pas pelepasan luruh. Lega banget. Pengen teriak kenceng deh pokoknya. Berasa gw yang menang, dan cuma pengen bilang “INILAH SAATNYA!” ye nggak N? *sembari mencebik*

Setelah beberapa hari, udah mulai keliatan ke-extraordinary-annya. Gw pun makin bersyukur, akhirnya yang kami cintai bertemu sosok yang tepat (menurut kami). Kita lihat saja, akan seperti apakah bentuknya? Semoga yang dia lakukan selalu diberkati Tuhan. Aamiin.

Welcome to your (real) dreams, N!

10.2.14

Monday Anniversary

 “kita nggak akan pernah siap seratus persen untuk mulai melakukan sesuatu..

Pernah nggak, ragu-ragu mengambil suatu pekerjaan, padahal justru itu yang diinginkan selama ini? Saya mengalaminya beberapa kali, tak usahlah dihitung tepatnya, tidak penting. Dilema atas satu opsi yang ditawarkan, baik secara cuma-cuma ataupun dengan usaha sekuat-kuatnya. Siapa sih yang bikin kita dilema? Kita sendiri.

Dua minggu lalu, saya maju mundur gantiin posisi copywriter full time. Ragu karena memang belum siap full time, juga ragu karena tiap pulang kerja masih ada latihan teater sampai malam (sekitar pukul 10 atau 11). Satu lagi, kira-kira saya bakal kuat nggak nih ngerjain editan novel sepulang latihan teater, dan tetep bisa bangun pukul 3.30 pagi? Bukan soal capek, melainkan mental. Capek itu pasti. Kalau nggak mau capek, nggak usah hidup. Sederhana kok.

Well, nggak terasa sepekan sudah saya bolak-balik kantor-kosan. Alhamdulillah banget banyak kemudahan. Cuma butuh setengah jam sekali jalan pas office hour. Hitungannya sih saya nggak office hour (mainstream) juga. Biasanya sampai kantor pukul 10 atau setengah 11, bahkan hari ini pukul 11 baru duduk manis di kursi panas. Begitu pula jam pulang. Jarum jam baru menunjuk angka empat pun sudah bisa keluar kandang. Kalau mau bercinta hingga larut malam pun dipersilakan. Asalkan semua tenggat yang dijadwalkan selesai dikerjakan.

Bersyukur punya rekan kerja yang ‘seiman’. Hmm, maksudnya bisa diandalkan meskipun di meja kerja demen cekikikan. Nggak ada bos-bosan, atasan, bawahan, emang pakaian? Haha. Dan, rata-rata rekan kerja saya lelaki. Seneng deh karena nggak ribet, rempong ini-itu, fleksibel, dan selalu bisa diajak diskusi apa pun tanpa harus merasa tersinggung-an. Bicara soal rekan ‘seiman’, lumayan lengkap lah. Ada yang demen film India, jalan-jalan manasuka, bahkan pencinta musik jazz juga ada.

Semua itu nggak (selalu) membutuhkan seratus persen kesiapan. Iya, saya buktinya. Ah, makasih banyak udah dikasih beragam kemudahan. Semoga selalu tersedia kemudahan-kemudahan di pekan-pekan depan.

Akhirul kata, selamat sepekan!

5.2.14

Migrain

Bagi penderita sakit kepala, nyeri mendadak saat kita sedang berkegiatan adalah hal yang paling mengganggu. Apa yang dilakukan jadi kurang maksimal. Bukan menyalahkan datangnya si nyeri, dan menjadikan alasan utama untuk menghindar dari pekerjaan, melainkan ‘harus banget ya, nyerinya pas gw lagi butuh energy full yang mikirnya mesti pake otak?’ pekerjaan apa pun dipikir pake otak sih, tapi porsinya aja yang beda-beda.

Sakit kepala mendadak sudah lama saya alami. Mungkin migrain. Nah, migrain ini selalu datang setelah tubuh dan otak saya diberdayakan sepenuhnya dari pagi hingga larut malam. Padahal, saya bukan omnivora alias pemakan segala makanan, apa pun jenisnya. Asupan makanan saya nggak neko-neko. MSG dari snack-snack angin rasa surga dunia pun bisa dihitung jari, setahun hanya berapa kali. Selalu minum air putih cukup dan jarang sekali minum air berwarna, seperti kopi, teh, bahkan soda pun nggak sama sekali, juga minuman kemasan berpengawet. Paling banter, saya cuma mengonsumsi sari kacang hijau, yoghurt, mogu-mogu kelapa atau tipco.

Saat nyeri menyerang, saya sangat menghindari yang namanya minum obat pereda. Kecuali dengan sangat terpaksa karena harus tetep ON pada deadline kerjaan. Banyak yang menyarankan bahwa sebaiknya diperiksa ke dokter. Duh, please! Memang, dengan begitu kemungkinan tahu penyakitnya akan lebih mudah, tapi di sisi lain ada rasa takut, parno. Ujung-ujungnya dikasih kapsul paling. Lagi-lagi obat. Mending minum jamu deh, sepahit apa pun. Tapi jamunya dicampur madu, hahaha.

Dugaan sementara dari saya pribadi sih sederhana. Karena mata saya lelah berakomodasi penuh dan uratnya terlalu tegang. Ini bisa ngaruh ke saraf otak belakang, makanya bikin sakit kepala atau migrain. Obatnya ya, tidur. Kalo kebetulan punya waktu untuk tidur. Kalo nggak? Nah, kan. Repot juga. Selama ini solusinya: makan coklat, diolesi minyak angin, dan melakukan posisi rukuk atau sujud (bisa jadi karena aliran darah ke otak berkurang). Kadang ampuh juga.

Akhirnya, saya beli dumbbell. Hahaha. Nggak ada korelasinya ya? Ada kok. Dumbbell-nya berguna banget biar tiap saat bisa olahraga, meskipun di dalam kamar. Sesuai kebutuhan, juga keniatan. Setidaknya, memaksa tubuh untuk rutin bergerak dan berkeringat. Semoga ini hanya sakit kepala biasa. Semoga sakit kepala selama ini memang karena mata minus saya terlalu lelah. Dan, semoga nggak datang di saat-saat otak butuh diperes. Aamiin.

1.2.14

Welcome February!

Lega rasanya, tubuh sudah mulai menyesuaikan dengan kebiasaan yang nantinya akan saya jalani (lagi). Yap, full-time worker. Pagi tadi berhasil bangun pukul 03.40 sebelum alarm berbunyi, padahal hari ini hari Sabtu. Bahkan, semalam pun saya tidur sekitar pukul 12 malam. Saraf motoriknya deg-degan kali! Haha.

Setelah wisuda tahun 2012 lalu, saya baru sempat jadi full-time worker sekitar empat bulan di salah satu lembaga nasional di bawah Kementerian Pariwisata. Tepat setahun, sejak Februari 2013 saya menahbiskan diri sebagai freelancer, Februari tahun ini saya kembali mendeklarasikan diri sebagai full-time worker. Semoga betah.

Sebagai freelancer, tidak dimungkiri menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya. Bisa ngatur waktu kerja dan bisa memilih mau kerja di mana pun, tanpa harus riweuh dengan segala tuntutan office hour. Ya, kerja di mana pun di sini adalah bahwa saya mempunyai lebih dari satu macam pekerjaan. Ngedit, ngurus acara, sesekali liputan, dan ngajar bahasa Indonesia untuk orang asing. Keempat jenis ini memang tidak setiap bulan (pasti) ada, tapi rezeki datang dari tempat tak terduga tuh beneran ada. Tiba-tiba dihubungi orang Dewan Kesenian Jakarta lah buat ngurus acara besoknya, si ini minta gantiin ngajar muridnya karena berhalangan, atau dihubungi media untuk ngeliput konser jazz. Hihihi, seru ya!

Selain itu, nikmatnya menjadi freelancer adalah bisa ‘jajan’ di mana-mana. Jadi official di Thailand International Marching Band Championship, bantu-bantu di GPMB 2013, ke luar kota pas weekdays dalam rangka iseng karena ada promo tiket murah, atau ikut latihan teater untuk pementasan. Fabiayyi aalaa irobbikumaa tukadzdzibaan :’)

Kenapa sih, saya memilih menjadi freelancer? Full-time worker kan duitnya bisa lebih banyak padahal. Memang ada benernya. Tapi, dulu saya tidak ingin menua di jalan. Sekali jalan menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam, belum siap-siapnya, shit happened nya, berdesakan di dalam kendaraan umum, mood yang naik turun akibat hambatan-hambatan tadi, dan faktor ketidakberuntungan lainnya di jalan. Gangguan kereta, jalan menuju kantor banjir, bahkan ada yang kantornya banjir sehingga terpaksa diliburkan, dan sebagainya. Saya hanya bisa melihat bulan di kamar tidur, tapi tidak untuk matahari. Karena saya harus sampai di kantor pukul 8 pagi. I Love Jakarta!

Nah, bulan Januari lalu saya pulang ke rumah sekitar dua pekan. Banyak sekali tetek bengek yang terlintas dalam otak. Tentang karir, dan masa depan. Berat tjuy! Yaaa, jodoh sih tak perlu ditanya. Setiap waktu saya selalu berdoa agar dipertemukan dengan lelaki terbaik menurutNya di saat yang tepat. Jadi, alhamdulillah bukan masalah. Iya, justru karirlah yang menguras energi paling besar. Orangtua saya terus mendoktrin agar saya merintis karir di rumah saja, dan meninggalkan Jakarta secepatnya. Hmm, sulit!

Motivasi terbesar saya untuk menjalani full-time worker lagi, tak lain dan tak bukan adalah travelling. Hahaha. Saya ingin lebih banyak melihat, mendengar dan merasakan apa-apa yang tidak ada di sekitar saya. Maka dari itu, tekad saya sudah bulat pemirsa! Anyway, ini pun status saya masih tetap freelance editor dan latihan teater untuk pementasan. Cuma nambah sebagai copywriter full time, berkantor di Jalan Raya Bogor. Karena faktor ‘kantor lebih dekat’ inilah yang sebenarnya mematahkan ambisi untuk tidak terus-terusan hanya menjadi freelancer. Doakan, semoga hari pertama dan seterusnya lancar, aamiin. Senin 3 Februari nanti, saya akan berkencan dengan pacar baru. Excited.

Welcome My February!

Manusia Bersinggung Bumi

Kami tak pernah meminta untuk dilahirkan. Tiba-tiba saja sudah seperlima abad lebih di muka bumi. Jangankan khusyuk mengabdi, kami sadar bahwa eksistensi untuk tetap hidup dan tumbuh pun baru-baru ini, tidak dari dulu. Jadi, tak usah menuntut macam-macam. Cuma langit yang tahu segalanya tentang kita. Dia yang menaungi rahim perempuan bersama makhluk kecil tak bernama. Dia pula yang mendengar gelegar tangis tak berdaya saat kita kali pertama ada. Jadi, tak pantas kau merasa besar. 
Sayang, kematian selalu menunda kedatangannya. Mungkin, masih ada urusan yang belum diselesaikan. O, atau jangan-jangan kesal. Karenanya, ia selalu memberi kejutan pada orang-orang yang tiba waktunya untuk pulang.

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...