16.1.13

The Black One

Sudah lama kita bersama, berapa tahun ya kira-kira? Kalau tak salah, sekitar empat tahun. Persis selepas SMA, kau mulai dekat. Sulit rasanya pisah barang sehari-duahari. Seperti ada yang kurang kalau “ada aku tanpa kamu.” Empat tahun, bukan waktu yang singkat. Setia ke mana-mana, saat kuliah, latihan marching band, jalan-jalan ke Bandung, ke manapun.

Sampai-sampai, beberapa orang bertanya, “kenapa sih kamu selalu nempel terus? Macam nggak ada yang lain aja, Dha!” Lalu aku jawab, “kalau aku nyaman, kenapa nggak?!” Kemudian, di waktu yang lain, ada pula yang sedikit mengeluhkan, “ganti kenapa, Dha? Bosen tau, itu-itu mulu!

Saat itu, aku mulai belajar menerima, mengikhlaskan apa-apa yang terlontar. Bodo amat lah! Ini hidup saya! Hingga akhirnya, ada satu kesempatan yang memaksa untuk melepasnya, menggantinya dengan yang lain, yang lebih berwarna—katanya. Aku pun melakukan hal demikian. Pujian? Tentu banyak berdatangan dari mulut orang-orang yang selama ini mengeluhkan. Namun, yang masih mengganjal adalah lelaki itu—yang sekarang entah ada di mana. Oknum yang satu ini dengan sangat berani mengatakan hal sebaliknya. Begini katanya, “aku nggak suka, kamu nggak garang lagi kalau begini.” Aku kalah!

Keesokan harinya, aku langsung kembali pada yang lama. Kembali mengenakan warna hitam sebagai penutup mahkota, alih-alih mengenakan warna merah muda yang mendatangkan banyak pujian dan disukai orang-orang. Ya, meskipun sudah ratusan kali nasihat “berganti warna” ini menghujamku, mau gimana lagi. Aku lebih percaya pada lelaki yang lebih suka melihatku terlihat garang. Nyatanya, aku lebih (ditakdirkan) memilihmu, The Black One. Terima kasih juga, hai lelaki! 

15.1.13

Trip IBBC (1)

Acaranya kapan, postingnya kapan. Hahaha. Lebih baik dikeluarkan daripada membusuk di dalam. Semoga kebiasaan menunda macam ini pelan-pelan sembuh, aamiin.

Yak, kali ini gw mau berbagi tentang perjalanan Jakarta-Bandung-Jakarta. Hmm, kalau buat asiknya sih bisa dibilang “geng IBBC”, juga kadang ada yang menyebutnya “geng Bandung.” SERAH LO YAA! (kalau yang ini, kata pengurus 2011-2012) hahaha.

IBBC. Sudah dari lama gw berniat hadir di acara konser jazz ini. Setau gw, awalnya akan diadakan bulan November, tapi akhirnya dijadwal ulang bulan Desember, tanggal 22. Nah! Pas banget sama jadwal semifinal GPMB 2012. Hmm, sempet bimbang mau gimana nanti sih, tapi Alhamdulillah, gw udah memutuskan untuk tetap hadir di IBBC, dan final GPMB. Ya. Oke, kali ini tinggal cari barengan, juga lalalili terkait transportasi, dan sebagainya. Sempet ajak sana-sini, cukup panjanglah proses cari barengannya, sampai gw jerawatan karena cukup ribet. Hahaha. Nggak tau sih ini, jerawatnya karena emang riweuh sama printilan dan kepikiran gimana nanti tripnya, atau jerawat karena.. dududu~ setop!

Akhirnya, pas nonton pelepasan Sanur di GOR POPKI Cibubur, ketemulah gw dengan Rezha, Ige, Rendy, Fariz. Intinya, baru gw, Rezha, Rendy yang fix berangkat. Ige masih bingung karena hari Sabtu siang pukul 13.00 masih ada UAS. Lalu, Fariz juga bakal berangkat duluan bareng temen SMA nya. Hmm, bingung juga sih, mau ke sana naik apa. Sebenernya akan lebih gampang dan fleksibel kalau bawa kendaraan pribadi. Naik kereta, bus, atau kendaraan umum lainnya cukup rempong untuk mastiin jadwal, dan lain-lain. Sampai H-2/H-3 waktu itu, udah pesen tiket, dan akhirnya si Ige memutuskan untuk ikut. Yak! Diputuskanlah, finally bakal pake mobil Ige. Sedikit lega di situ. Fuh, akhirnya.. akhirnya..

Kami bertiga mulai jalan dari Kukel pukul 13.00, ketemu Rendy di depan ANTAM 13.30. Setelah itu langsung cus! Yeaaah! Petualanganpun dimulai, huwow!

Waktu itu, kondisi Tol JORR macet parah. Rendy dapet info dari anak-anak battery yang udah berangkat dari pagi, bahkan mereka aja masih di Tol JORR, cuma beda kilometer dengan kami. Hmm. Ya ya ya, wajar, Sabtu, siang lagi. Pasti macet. Sepanjang perjalanan kami full setel radio, ngemil kudapan, hahahihi-ria sampai hampir gila.  Pukul 15.30 kami masih di tol (entah tol apa waktu itu, lupa, ahahaha), sempet deg-degan, khawatir sampai sana kemaleman. Bahkan, pas mampir ke rest area untuk bungkus KFC pun was-was, nggak tenang.

Perjalanan dilanjutkan setelah berhasil membungkus KFC. Tak lama kemudian, hujan. Seperti biasa, anginnya cukup besar. Jarak pandang cuma sekitar 2 meter, jadi mobil pun pelan-pelan. Superdingin, berkabut, tak kunjung reda juga sampai kira-kira pukul 17.00. aaaaaa, rasanya mau teriak-teriak. Geng battery udah sampai duluan di ITB rupanya. Syukurlah.

Dengan bekal doa sepangjang jalan, gw—khususnya, Alhamdulillah sedikit lebih tenang pas kami sudah tiba di pintu keluar Tol Pasteur. Huh.. Napas legaaaa. Tapi teuteup, macet, setidaknya nggak terlalu lama lah ya. Hujan lagi saudara-saudara! Pasrah kalau di Bandung mah. Waktu itu kami lolos keluar Pasteur sekitar pukul 18.15, dan sempet bingung mau lewat jalan mana yang tidak terlalu macet menuju ITB. Belum lagi, keriweuhan berikutnya adalah tentang tiket. Antara Fariz, Ayu (panitia yang dititipi tiket oleh Aul—temen gw). Ponsel Ayu nggak bisa dihubungi. Huaaa! Piye iki?! Si Fariz ponselnya lowbat pula. Dang! Sementara kami masih merangkak kura-kura di jalan entah mana.

Panjang ya ternyata, hahaha. Sementara segitu dulu, lanjutannya besok (*syarat dan ketentuan berlaku, apabila si penulis tidak malas*). Sekian. Bersambung..

"dokter pribadi"

Kejadian ini udah dari tahun kemarin sih, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali ya *klasik* 

Judulnya memang demikian. Pertama, entah kenapa pagi itu, gw melangkah dengan penuh bara keluar kosan. Sebelum menuju halte Kukel, gw beli dadar gulung dua. Niatnya untuk bekal sarapan di kantor. Sampai halte, gw ketemu seorang perempuan paruhbaya, jadilah kami sedikit chit-chat. Jadi ingat almarhum nenek gw. Dulu, beliau selalu minta sama Allah biar dikasih umur sampai gw wisuda :’) namun, Allah lebih dulu memanggilnya.

Nah, sebelumnya, pas 20 meter lagi hampir sampai halte Kukel, si bikun merah nggak kekejar. Akhirnya, gw pun menunggu bikun biru arah Pocin. Belum duduk, kurang setengah meter melangkah, ada ibu-ibu tiba-tiba tanya.
             “mau ke fakultas mana Mba?
             “saya Bu? Saya mau ke stasiun Pocin.
             “oh, mau ke mana?
             “saya mau ke tempat kerja Bu..
             “oh, sudah kerja, saya kira masih kuliah. Kerja di mana?
             “saya di Asosiasi Museum Indonesia, Bu. Di daerah Sudirman, tapi masih ngekos di sini.”
             (sepertinya si ibu kagum)
             ………………………………………….
Kira-kira begitu. Kami ngobrol. Cukup asyik. Sampai akhirnya bikun arah Pocin datang. Kami berdua naik. Duduk saling berhadapan. Gw kira, obrolan yang tadi di halte bakalan tertunda untuk waktu yang cukup lama dan tak terkira. Namun, si ibu sepertinya justru menggebu-gebu melanjutkan obrolan kami tadi.

Mulailah si ibu memancing obrolan lebih dulu.
“Ibu punya hotel lho di Anyer, siapa tau kamu sama temen-temen mau ke sana”
“wah, sip Bu”
“catat nih nomor hp Ibu!”
“oh iya, berapa nomornya Bu?”
“(si ibu menyebutkan nomornya)”
“maaf, saya manggilnya Ibu siapa?”
“catat saja Ibu Sri.”
“iya Bu, sudah saya simpen”
“oh iya, Ibu juga punya dokter pribadi, lho, di rumah (sambil senyum)”
“Ibu sakit apa memangnya?”
“bukan, nggak kok, nggak sakit. Dokternya masih lajang (kali ini senyum penuh makna)”
“kalau kamu lagi ada waktu, main-main aja ke Salemba, ya!”
“oh.. iya Bu,”

Sebelumnya, Ibu Sri sempet ngasih tau kalau beliau dulunya pimpinan perpustakaan pusat lama, yang terletak di deket FIB. Selain itu, Ibu Sri juga cerita kalau beliau juga punya kos-kosan di Salemba, deket FK UI. Hmm, tentang “dokter pribadi” itu, hahahahahaha. Sejujurnya mah, gw pengin ketawa ngakak waktu itu, tapi ya nggak mungkin toh! Yah, kalau jodoh mah, pasti suatu saat ketemu, mau gimana pun caranya. Ye gaak?!

14.1.13

Paling 2012

Harusnya belum basi kalau gw ngepost momen-momen yang ‘paling’ di 2012 kemarin. Nggak apa lah ya, daripada tidak sama sekali, buat asik-asikan aja :D

Nyatanya, kalau hanya diingat pasti akan lupa—meskipun dalam jangka panjang. Makanya, gw berusaha memindahkan memori yang masih ‘nyisa’ ke sini.

*tercengeng 2012: setelah konser MBIC selesai digelar, ketemu orang-orang yang baik dan hangat, saling peluk, dan yah begitulah :’)
*terbahagia 2012: saat wisuda, selain keluarga kandung, banyak juga sahabat yang datang (meskipun lagi-lagi selalu bersamaan dengan tes alat -_-‘). Yang di sini, yang di sana, full of charge deh pokoknya.
*tercanggung 2012: (awkward) pas jadi official selundupan mbwg di bmbc Oktober lalu, gw dan Della sangat-sangat ‘nggak tau harus gimana’ saat official mbwg meneriakkan pekik Ganesha -_-‘ udah gitu, kami berdua bajunya beda pula, mencolok! Err banget.
*ter-deg-deg-an 2012: tengah April, tepat tengah malam, fuh!
*ter’dingin’ 2012: tengah April, pagi. Selain itu, Desember kemarin, di dekat loket penukaran tiket (entah, adegan itu disengaja atau bukan, kamu/saya/kita? Pura-pura buta!). Satu lagi, pas GPMB, tidak seperti tahun sebelumnya, kali ini hanya formalitas belaka. Blah!
*tersakit 2012: NAC!
*ter-nggak-peduli 2012: di wisma tempat official menginap, hahahahah :p
*ternyinyir 2012: selama di Thailand, nyinyir sana, nyinyir sini. Puaaaas! Meskipun dosa, gw rasa geng nyinyir bahagia-bahagia aja (berbuat dosa) astaghfirullah.. kemudian sadar.
*terkocak-parah 2012: bus 2 Bangkok-Ubon, Ubon-Bangkok. Bayangin aja, official yang menghuni ada Aldo, Jodhi, Gw, Pipit, Awan, Rezha, Dias, Ayu Guard, juga Abi. Nah tuh, banyak, berisik pula. Ditambah pasukan macam Adit Panda, Aldy, Pebi, Erwin, Olan, Fani, Vieza, dan masih banyak lagi yang superberisik, tapi teuteup lawak all day trip. Gila semua orang-orangnya :D
*terasik 2012: ngetrip bareng Rendy, Ige, Rezha, dengan rute Jakarta-Bandung-Jakarta nonstop.
*ter-WOW 2012: ikut serta dalam persiapan HUT salah satu partainya Presiden. Jadi tau macem-macem tentang hal yang bersangkutan, sering muncul “ooo gitu.”

*ter-taktergantikan 2012: punya kroco-kroco macem Jenni, Yuke, Beti, Depski, Galuh, Citra, Anak Sintesa, Anak MB, Anak StandUpUI, Anak NBC UI, dan yang selalu tau bagaimana cara menularkan senyum kapan pun :')

12.1.13

Malam Tak Berjudul

Malam ini, rintik turun lagi.
Bahkan, sampai detik ini aku masih betah di depan layar kaca, padahal orang-orang di sekitarku telah berkelana ke tempat-tempat pilihan mereka.

Biarkan aku menjalin keakraban kembali dengan malam. Malam yang penuh kepenatan. Malam yang kadang jalang. Malam biadab. Malam yang penuh keasingan pikiran. Malam yang selalu menampakkan kemesraannya dengan kabut. Malam yang sering menciptakan cemburu dalam sesaknya dadaku, sampai-sampai hilang sadar.

Kemelut senang sekali muncul ketika larut.
Banyak hal bergumul di otak. Bersenda gurau, bercanda ria, seolah-olah dunia cuma sanggup melihat hura-hura. Yang pahit-pahit, sakit, disembunyikan di alam baka. Padahal sebatas pura-pura.

Sampai kapan?
Sejatinya sampai persoalan-persoalan manusia lenyap dari permukaan.
Kemudian?
Kemudian? Lebih baik kaudiam, duduk tenang tanpa menyulut pertanyaan.  

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...