Rasanya muak, tiga kali seharian di
Balairung ketemu berbagai macam orang di sana-sini. Bukan tentang
‘ketidaksukaan’ terhadap pertemuan-pertemuan berkualitas itu, melainkan tentang
‘kekurangistirahatan’ mata dan otak menghadapi semuanya. Gw jadi inget, Iko
dulu sengaja nggak ikut wisuda karena pasti-akan-bikin-mual-dan-muak. Mungkin
salah satunya faktor tadi itu. Sebenernya seneng kok, seneng banget malah.
Bahkan, ada yang sampai bikin ‘nggak
bisa berbuat apa-apa’ karena terlalu campur aduk aja.
Mulai dari tanya temen sana-sini,
pas gladi bersih gimana, hari H gimana, kira-kira susunan acaranya kayak apa,
lalu gw harus bagaimana, dan masih banyak lagi. Lalu, nyiapin sandang dari
ujung kepala sampai ujung kaki. Fuh! Menurut gw, pada bagian inilah yang cukup
menguras tenaga, juga otak. Lho kok bisa? Karena gw berusaha biar biaya yang
dikeluarkan nggak ‘lebay’, makanya pilah-memilah ini memakan waktu yang cukup
panjang. Survei kualitas dan harganya sih yang agak ribet, tapi sejauh ini gw
puas dengan hasilnya. Gw jadi terpikir “kalo
cowok, mungkin nggak akan seribet ini kali ya.” Dan juga, “pantesan, ada yang namanya WO, mau wisuda
aja begini, gimana kalo nikahan?!” (kecuali buat orang-orang yang mau
nikahannya simpel ya, titik)
Salah satu kesalahan yang sangat
fatal di hari H adalah nggak tidur semalaman, ditambah nggak makan seharian,
ditambah perut dan mulut yang tidak bersahabat hari itu. Cuma minum air putih,
obat-obatan dan semacamnya. (jangan ditiru ya!) hahaha. Alhamdulillahnya, nggak
ada kejadian aneh-aneh yang terjadi. Tadinya khawatir banget, takut pingsan.
Padahal waktu baris di luar udah nggak karuan rasanya. Keringat dingin, badan
super lemes, kepala kliyengan. Ah, show
must go on! Masa kalah sama ‘begini’ doang, Dha!
Alhamdulillah, seharian itu masih
bisa ke mana-mana dan ketemu siapa-siapa. Meskipun Balairung udah jadi lautan
manusia, gw tetep berusaha menguatkan sinyal untuk menemukan teman-teman
tersayang. Terima kasih banyak :’)