Dua tahun. Waktu yang cukup panjang
untuk saling tegur sapa dalam dunia, maya maupun nyata. Tuhan sengaja
merencanakan ini semua lewat dunia maya. Padahal, sebetulnya kami pernah
simpang siur—lalu benar-benar bertemu—pada kompetisi dua tahun lalu. Kalau aku,
tak perlu ditanya masih ingat atau tidak. Justru kamu, mungkin mengingatnya
butuh waktu?
Satu-satunya saksi bisu kita cuma
tempat itu. Lebih tepatnya: di bangku belakang, agak ke tengah, warna kuning—kalau
tak salah. Dia yang seharusnya bicara; yang punya bukti nyata, agar tak sekadar
terka tentang kita.
Kemudian, selang beberapa bulan,
kuulang lagi memori-memori yang masih tegak berdiri di otak kiri. “kau
benar-benar ada di dalam sana, bersama teman-teman memainkan dramanya.
Sayangnya, dulu aku belum mengenalmu..” Tapi tenang saja, aku masih menyimpan
rekamannya. Jadi, ketika udara mencekat rongga dada, aku bisa mengulang itu
kapanpun aku mau. Mungkin kau tak tau? Mungkin..
Herannya, kalau lagu ini mampir
sebentar di telinga, tak lain dan tak bukan yang kuingat cuma kau. Masih belum
percaya? Masuk saja ke telingaku, main-main sejenak, biar kau tahu, dua tahun itu ternyata namamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar