31.7.11

Tentang Para Lelaki

Sebenernya udah cukup lama gw pengin banget mengangkat tema ini. Namun, pada dasarnya (lagi-lagi) karena kesibukan gw yang melebihi artis ;p
Yuk, mari dimulai!

Waktu gw masih kecil, gw satu-satunya perempuan dari sekian besar keluarga gw—yang kebanyakan laki-laki. Alhasil, gw ya mainnya sama mereka (para saudara laki-laki). Dari mulai nonton film India setiap malam Minggu, sampai dengan berantem-beranteman. Semua dilakukan tanpa ada paksaan, haha. Lama-lama merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka.

Setelah gw agak berumur, hmm sekitar 12—17 tahun, temen-temen gw juga kebanyakan laki-laki. Banyak sih temen perempuannya, tapi ya nggak sampai sedekat sama temen-temen laki-laki gw. Kadang, apa yang gw anggap lucu, akan dianggap sama juga sama mereka. Namun, hal ini kadang nggak berlaku untuk temen perempuan. Hasilnya ya, kalo gw ngomong apa, jadi kurang nyambung. Trus, kalo misalnya gw cerita tentang apa, nggak sering juga temen-temen yang perempuan nggak paham. Hmm..

Menurut gw, temen-temen cowo itu kadang lebih variatif tingkah lakunya, unik, tak terduga, geblek, banyak ide, dan strategis. Gw suka itu. Mungkin juga karena gw belum menemukan dan belum berusaha untuk mencari temen-temen cewe gw yang unik juga. Bisa aja, kebetulan temen-temen cewe gw yang dulu emang tipikalnya begitu. Mengapa demikian? Hmm, gw merasa ‘klop’ aja kalo ngobrol sama cowo—meskipun tidak dimungkiri, ada juga temen cewe gw yang nggak kalah enaknya kalo diajak ngobrol, hanya aja persentasenya lebih banyak untuk kaum lelaki.

Jika dipandang secara genderis, yaa memang cowo lebih bisa ‘megang’ kalo dalam hal kemaskulinan. Misalnya, tegas, lantang, cekatan, cepet tanggap, nggak lenje (red.), banyak ide, militan, dan ‘punya kekuatan’. Sedangkan kalo main sama cewe, dulu yang gw rasain ya, cukup sensitif. Karena memang banyak ‘main perasaan’. Mudah tersinggung, harus agak ati-ati kalo ngomong, kadang ada yang nggak suka dengan hal-hal yang ‘geblek’ (kalo ini selera sih), trus gampang merasa ‘kesentil’. Yah, pokoke begitulah. Termasuk gw juga begitu, karena gw cewe, haha. Nah, buat gw, gw justru harus punya tandem untuk hal-hal itu. Makanya, gw ’lari’ ke temen-temen cowo. Misalnya, gw lagi sensitif, tapi gw lagi nggak pengin kesensitifan gw menjadi-jadi dan semakin larut, yaudah.. gw akan langsung berusaha membaur dengan ’ruang aman’ buat jiwa gw. Beuuh!

As i can, di sini hanya main persentase aja sebenernya. Keseringan main di mana? Sama siapa? Itu bisa jadi salah satu unsur yang mendukung kepribadian tiap orang. Kadang-kadang tuh, hal-hal kecil yang nggak diinget, malah bikin pengaruh yang besar (red.), jadi tenang aja guys, let it flow with your heart *ini juga main perasaan*

30.7.11

Tentang Seseorang yang Melintasi Neuronku Selama Satu Minggu

memang, bukan saatnya romatis-romantisan, tapi aku masih saja setia pada liriknya

pada tanah yang tak sengaja tersiram hujan sore itu,
aku tertunduk
: padu padannya-aku kagum
yang tak pernah kujamah sejak lama
: daun kering pada bahu jalan, lama juga kutinggalkan.
Lalu, apa yang harus kusuguhkan pada pertemuan mendatang?
Aku hanya bunga abuabu pada subuh yang mengalun memagul kepalanmu
Mungkin juga seikat nama pada rasa yang tak lagi ada
Bukan untuk menujumu,
menuju pantai, menemui pasir yang selalu sepi.
Aku hanya ingin menjelma kiasan pada dinding ombak yang tak lekang oleh siang.

Bubur Sumsum dan Es Kelapa Muda

Duh, Gusti.. kula nyuwun ngapunten dhumateng panjenengan.

Bukan apa-apa yang membuat gw tiba-tiba terpikir “bubur sumsum & es kelapa muda“, melainkan karena salah satu saraf di bagian otak yang memberikan sinyal itu lewat indera. Entah, bukan juga karena udah deket bulan penuh berkah. Di selasela sibuknya seorang PO—mondar-mandir kesana-kemari lari sana-lari sini—masih sempet mencari informasi di mana gw bisa membeli kedua jajanan itu. Sekilas nggak penting, mirip orang sinting (red.) malem-malem dalam kemelut gerimis masih belum menyerah memburu di pinggiran-pinggiran jalan—yang kadang semu.


Untungnya, di tahun 2011 ini, media maya dan jejaring sosial lumayan membantu. Iseng-iseng—tapi tetap berharap dapat balesan twit dari orang-orang—ngetwit “mohon info: bubur sumsum di sekitar Margonda, di mana ya? thanks“, berujung manis. Salah seorang temen jurusan gw, yang biasa dipanggil ’aa’ itu membalas twit gw, yang isinya “depan Gramed“. Wow! Alhamdulillah, gw langsung ke sana.

Harap-harap cemas tetep ada, lha wong malem-malem gini kok nyari bubur sumsum sama es kelapa tho? Optimis, pasti masih ada. Daaan, jeng jeng jeng eng ing eeng... masih ada sodara-sodara! *tepuk tangan-tepuk kaki* keduanya gw dapatkan semudah membalikan telapak kaki ibu, huahahahha :D *astaghfirullaahal ’adziim*

Alhamdulillah, senyum simpul kali ini bener-bener sumringaaaah. Dan, setelah diinget-inget ya, gw belum makan dari tadi bangun tidur sampe sekitar 20.00, padahal lagi nggak puasa. Yassalaam, makan aja lupa, apalagi mikirin cari pasangan. *ooops! abaikan*

Yuk yak yuuuk! Cus! Udah dapet dua-duanya, marilah kita pulang dengan hati riang. Meskipun tadi cukup menantang, gw tetep merasa menang. Selalu, always. Yeay!

As I knew, nikmat batin itu adalah bagaimana cara melayani diri sendiri dengan baik dan benar. Bukan cuma EYD yang harus baik dan benar, ahhaha. Namun, ini juga harus masuk pertimbangan.

Sepintas Boleh Dibilang "ilham"

Ceritanya, pas gw lagi sibuk-sibuknya nonton televisi (nonton tv kok sibuk?!), jadi inget pas ospek “matanya jangan blanja, Dek!” huakakakakak, ngakak guling-guling di aspal kalo inget tuh. Err, bukan ini yang mau gw ceritain, guys.. ampun, terdistrak. Okey, lets start!

Tiba-tiba tebersit “ngapain ya, gw setelah kuliah nanti? gw berguna nggak ya?” jadi deg-degan, khawatir, dan parno deh pokoknya. Apalagi pas buka internet, ada si Eda yang bertanya-tanya juga—yang intinya “2 tahun ini gw kuliah udah ngapain aja ya?” maklum, doi baru pulang dari PIMNAS Makassar. Bahkan, beberapa kakak kelas gw sempet nulis “luruh ilmu duwur-duwur, sekolah adoh-adoh maring luar negeri, ari ora ngabdi nggo tempat asal yaa pada bae goroh” kurang lebih begitu. Hmm, Eda jangan minta translate ya!

Kebetulan, kakak kelas gw punya komunitas pas SMA, namanya MHC (Mission House Community). Mereka sedang menggagas konsep toko kopi (coffee shop), haha, aneh ya jadi toko kopi. Kedai kopi lebih pantes sepertinya. Lanjuut! Menimbang dari situ juga, gw jadi mikir, gw nggak mau kerja di Jakarta deh rasanya. Gw cuma pengin mengabdi buat tempat asal gw, tapi gw ngapain ya?

Hamm, hemm, nyesss! Gerai bacaan aja apa ya? Konsepnya mirip perpustakaan, ada buku yang bisa dipinjem, disewakan, dan juga bisa dijual dengan berbagai interval harga. Trus, gw pengin ada beberapa ruang belajar yang nyaman, cozy gitu deh buat anak-anak SMA kalo pengin belajar kelompok. Apalagi ya? Boleh juga dikasih menu makanan ringan untuk menemani belajar kalo lagi laper. Oke! Konsep kasar udah ada, teknis pelaksanaan dan detail konsep sambil jalan bisalah nanti. Dana, gw bisa kok nyari sponsor untuk mendukung pembiayaan gerai itu. Mulai dari biaya pembangunan sampai dengan biaya perawatan sehari-hari, insya Allah bisa—Gusti Allah mboten sare (Goenawan Muhamad, dalam novel Pengakuan Pariyem).
Aaaah! Rasanya pengin segera merealisasikan proyek besar ini. Lagi-lagi, proyek ini nonprofit. Balik lagi ke tujuan awal gw, pengin membantu tempat asal gw biar lebih maju. Sasaran gw tentulah siswa SD sampai dengan SMA. Pengin banget membuka wawasan mereka dengan membaca. Gusti Allah aja menurunkan Al-Alaq kepada Kanjeng Nabi, iqra’! iqra’! yoweslah, berarti dhewek iki dikongkon maca, amarga maca kuwi paling utama.

Konten buku yang akan gw sediakan adalah seputar sastra dan pengetahuan umum. Mengapa sastra? Sastra ibarat ruh, nyawa. Bekal hidup sepanjang masa. Ilmu dunia dan akhirat, ada di sastra kok, tenang aja. Buka mata, hati, telinga. Hidup tak lagi harus bangga hanya karena eksakta, tapi bangga karena peka terhadap rasa. Itu yang pengin gw tanamkan. Bukan berarti melarang atau menurunkan derajat ilmu nonsastra, melainkan hanya ingin mengajak, merangkul orang-orang untuk menemui pangkal dan ujung kehidupan dalam setiap lembaran. Beuh!

Insya Allah bisa. Apa sih yang nggak mungkin di dunia ini? Apa sih yang nggak bermasalah di dunia ini ? tinggal bagaimana kita menerima dan menanggapi setiap kejadian di antara ruji kehidupan. Iye nggak ?
Gw juga udah ada bayangan kok, kira-kira siapa aja orang-orang dibalik layar yang ingin gw ajak. Hohoho.. btw, kalo salah satu dari pembaca, gw hubungin, berarti siap-siap ya ! siap-siap untuk membangun bangsa. Oke !
:)

11.7.11

Yang tak dapat dibeli

Adalah suatu keheningan, saat aku melihat sosok rupawan yang akhir-akhir ini terselip di sisa malam. Mungkin malam itu memang bukan kali pertama aku ternganga. Entah, diantaranya masih maya atau sedikit nyata. Bahkan, sebelum masuk ke ruang itu pun aku benarbenar tak memintanya pada Tuhan. Bukan karena aku sombong, tapi lebih kepada “tak mau terlalu menghiraukan” ini itu yang selalu mengganggu.

Memasukinya memang bukan semata-mata kehendakku, pasti ada campur tangan Tuhan yang Mahakaya dengan segala “stok” yang Ia punya. Kalau aku sih, rela-rela saja, apapun dan bagaimanapun rupa strukturnya.

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...