21.8.13

Kartu Pos

Gila aja lo, 2013 masih aja kirim-kiriman kartu pos!
Adakah yang pernah dihujat begitu? Santai, kamu tidak sendirian, saya juga salah satu korban. Anyway, bagi saya sih, kartu pos adalah salah satu media konvensional yang cukup setia hingga kini. Mungkin sebagian besar manusia meninggalkannya, tapi tidak demikian halnya pada kartu pos. Dia masih hidup, khusus menemani segelintir manusia-manusia yang nggak mau move-on dari klasiknya zaman. Bukannya kami tidak melek teknologi, kami hanya mencoba mempertahankan budaya yang telah ada. Setidaknya, sampai anak-cucu kami bisa ikut mengenal kartu pos. Selembar kertas penuh kata yang bisa mewakili ide—yang tentunya ingin kita sampaikan melalui ‘cara lain’.

Nah, dulu saya sempet nulis juga kok tentang kartu pos. Ceritanya mau sok-sok-an kirim kartu pos penyemangat gitu deh ke salah satu laki-laki spesial. Huahahaha. Cuma ya itu, nggak nyampe ternyata. Nyasar kali kartu posnya. Yaaaa, belum jodoh. Itulah risikonya.

Beberapa minggu lalu, saya cukup beruntung karena dikirimi kartu pos dari seseorang di twitter. Saya nggak kenal dia intinya. Lah, trus tahu dari mana? Saya tahu dari twitter @uswahabibah, di linikalanya ada RT-an dari akun @EHESTI. Usut punya usut, setelah saya telusuri linikala doi, saya tertarik. Tertarik gimana maksudnya? Hmm, begini, si @EHESTI ini lagi di luar negeri—saya juga nggak tahu sih doi lagi ada di negara mana tepatnya—sempet beberapa kali menawarkan kepada followers, ada yang mau dikirimi kartu pos nggak. Kebetulan, @EHESTI masih punya kartu pos dari beberapa negara, seperti Polandia, Austria, Czech, Hungaria, dan sebagainya—ada juga tawaran kartu pos dari Indonesia waktu itu. Saya iseng tanya, masih boleh dikirimi atau nggak, ternyata boleh. Aaaah, senang! Trus iseng tanya lagi—kali ini agak ngelunjak—boleh 3 kartu pos nggak, ternyata boleh lagi. Huahahaha. Makasih, Kak @EHESTI.

Oh iya, si @EHESTI ternyata alumni Sastra Jepang UI ’03. Identitas ini diketahui setelah @uswahabibah nimbrung dalam percakapan twitter saya dan @EHESTI. Uswah nggak terima karena saya manggil @EHESTI dengan embel-embel ‘Kak’. Perlu dicatat bahwa Uswah lebih tua dari @EHESTI, doi anak 2001, men. Sedangkan, saya aja kalau manggil Uswah nggak pakai ‘Kak’, ini juniornya dia malah saya panggil ‘Kak’. Nyahahaha. Masalahnya, kalau jadi ‘Kak Uswah’ tuh terkesan manis anaknya, nggak rela saya!

Berikut kartu pos yang dikirim dan beberapa nukilan yang ditulis oleh @EHESTI:
penampakan 3 kartu pos
(tampak depan) Birkenau - Polandia
(tampak belakang)
(tampak depan) Vienna
(tampak belakang)
(tampak depan) Budapest - Hungaria
(tampak belakang)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Kartu pos dengan gambar yang cantik dan indah.

salam kenal and May God bless us

setiawan - www.js-kintamoney.blogspot.com

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...