Langsung ke konten utama

Ngaji Jazz ala Cut Meutia

Kapan sih kali terakhir kita buka Al-Qur’an? Kalau buka twitter? Lebih sering mana ya kira-kira? Monggo dijawab sendiri ya. Nah, sayangnya di sini saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang hablumminallah (hubungan manusia dengan Allah). Sentil-sentil dikit boleh lah :p

Mungkin kalau ngaji Qur’an, Juz’amma, atau Iqra, sudah terlampau biasa. Bahkan sejak ‘kita sadar bahwa kita hidup’, setidaknya kita pernah menyentuhnya. Berbeda lagi dengan Remaja Islam Masjid Cut Meutia (RICMA), mereka memberikan suguhan ngaji dalam kemasan yang unik pada 19-20 Juli 2013 lalu. Terkesan sangat muda, segar, juga—mungkin—baru. Ya, dua hari berturut-turut, masyarakat sekitar diajak ngaji bersama di Masjid Cut Meutia. Tentunya, acara ngaji ini dilaksanakan setelah melakukan salat Isya dan Tarawih berjamaah.

Panggung megah ditata sedemikian rupa menghadap kiblat, tepat di selasar mesjid—sengaja biar malam tak terasa pekat. Sajadah pun telah siap digelar menjadi beberapa saf, khusus untuk partisipan yang ingin khusyuk bersenandung ayat. Ngaji kali ini bukan atas nama agama, melainkan atas nama umat, itu lebih tepat. Karena, begitulah seharusnya Indonesia—berbudaya.

Sebut saja Shadu Rasjidi Band, pembuka manis penuh doa. Dua lagu andalannya: Bedug dan Bersandar Dalam Dzikir, mengajak semesta menengadah mengharap berkah. Lewat alunan Low Sax, juga petikan Bass Shadu, menambah kesyahduan malam duabelas Ramadan. Shadu, putra Idang Rasjidi yang pada tubuhnya mengalir darah seni, juga pada Jazz-lah dia mulai berdzikir. Dengan baju koko hitam; berkalung tasbih; caranya memetik Bass; juga ekspresi Shadu selama ngaji beberapa lagu, tak dimungkiri dapat membuat kaum hawa sesak napas, lemah lunglai mendadak, juga—agaknya mungkin—zina mata. Hahaha. Astaghfirullaahal’adziim.
Shadu Rasjidi Band
Selanjutnya, ada Pretty Lotion ‘jejingkrakan’ di panggung, mereka juga ikut ngaji. Namanya terdengar girly, tapi ternyata para kaum adam ini justru pecicilan. Jazz semi-Reggae; dandanan mentereng; ditambah aksi atraktif beberapa personelnya, membuat kepala dan bahu sebagian besar penonton tak sadar ikut berdendang. Alternatif musik macam inilah yang justru memperkaya khazanah musik Indonesia. Jebolan SAE Jakarta ini memang nggak ada matinya. Aransemen lagu-lagu yang mereka bawakan terasa berbeda: baru dan kreatif. Mixing tone inilah yang jadi senjata utama, mengapa bisa se-eargasm itu selama tampil.
Pretty Lotion
Btw, adakah yang pernah Jatuh Cinta Sewindu demi Teman Hidup dalam Diorama? Salut kalau ada yang pernah mengalaminya. Saya rasa sih baru Tulus aja yang sanggup, bahkan implikasinya sampai jadi lagu. Satu lagi, bassist Sindhu Banyusekti juga sepanggung dengan Tulus. Akhirnya ya, Dha, liat langsung Sindhu itu bentuknya kayak apa. Selama ini cuma bisa follow soundcloudnya. Hahaha. Berkah Ramadan mana lagi yang akan kau dustakan, Dha? Mulai dari Februari lalu, gaung konser Tulus di Bandung sudah tercium. Niat menyambangi pun dipupuk hari demi hari. Hingga akhirnya terdengar kabar, konser sempat ditunda berkali-kali. Pasrah. Mei lalu saat Tulus konser, nyatanya saya tetap belum berjodoh. Yasudah. Toh, kemarin dihadiahi secara langsung di halaman Cut Meutia. Alhamdulillah. Intinya, setiap manusia butuh Teman Hidup, tanpa harus Sewindu Jatuh Cinta dalam Diorama. “Kau jiwa yang slalu aku pujaaaaa..” adalah rangkaian paling klimaks atas lirik-liriknya.
Tulus dan Sindhu Banyusekti
Serunya di acara Ngaji Jazz malam itu adalah kehadiran Joey Alexander. Bocah 10 tahun yang meraih 1st International Festival—sebuah kontes Jazz di Ukraina—juga tak kalah fasih ngajinya dengan senior-senior sekelas Barry Likumahuwa, Sandy Winarta, dan Bass G. Mereka berkomunikasi lewat nada dengan alatnya masing-masing. Petikan gitar Barry, permainan ritme Sandy, alunan Saxophone Bass G, sangat kawin dengan bunyi-bunyian dari tuts keyboard Joey. Ketiganya kelihatan asyik ngobrol di panggung. Aura kental Jazz-nya terasa sampai penonton lesehan—lha wong saya aja serasa sampai pengin nyaut obrolan mereka. Meskipun Joey baru ten years old, dia main bak diva yang sudah banyak makan asam garam—sangat tahu bagaimana harus memperlakukan detil jari di atas tuts. Bukan lagi ranah teknis, melainkan rasa; nyawa; ruh. Panggung jadi lebih hidup di tangan keempat musisi ini.
Joey, Barry, Sandy, dan Bass G.
Eits, ngaji belum berakhir. Masih panjang ayatnya, pemirsa.
Anyway, karena acara Ramadhan Jazz Festival jauh dari kata membosankan, saya sampai lupa, siapa aja yang akan tampil mengguncang panggung di sesi berikutnya. Setelah kuis selesai, tiba-tiba saja MC mempersilakan seorang musisi sekaliber Dwiki Dharmawan untuk memberi suguhan apiknya. Tak lupa, Dika Chasmala, violis berkacamata-berkoko putih tulang ini jangan ditanya lagi skillnya. Walaupun Om Dwiki terlihat kurang sehat, permainannya tetap memuaskan. Salut. Berbagai tipe lagu ia mainkan bersama dengan Shadu, Sandy, juga Dika. Selamat datang eargasm lanjutan! Hujan sama sekali bukan penghalang bagi penonton, kami tetap enjoy dengan payung kami masing-masing. Anggap saja sebagai penambah keberkahan. Allahumma shayyiban naafi’an.

Dika Chasmala
Dwiki Dharmawan dan Shadu Rasjidi
Kemudian, yang saya tunggu kehadirannya: Bertha. Ya, Mbak Bertha, pelatih vokal yang disebut-sebut sebagai coach Agnez Monica ini bakal nyanyi. Tadinya nggak kebayang akan seperti apa. Beruntungnya, saya berdiri dekat panggung, persis paling depan. Begitu beliau nyanyi, aaaaaaaah, salam hormat saya untuk Mbak Bertha. Sejak AFI musim pertama, saya ngefans, Mbak. Bahkan, saya suka ikut-ikutan pemanasan, kalau Mbak Bertha lagi mendampingi anak-anak AFI latihan vokal. Hihihi. Selain itu, set pemanasan vokalnya pun dulu saya jadikan patokan di ekskul paduan suara sekolah. Nah, Mbak Bertha nggak sendirian kali itu. Dia ditemani Bintang Indrianto dan Joel Ahmad. Siapa mereka? Googling aja deh ya, hahaha. Mereka musisi juga kok. Yang harus digarisbawahi, ketiganya memang tak lagi muda, tapi semangatnya juara! Ini yang saya suka, menginspirasi yang muda.
Bertha, Bintang, Joel
Jarum jam telah menunjuk angka 12. Beberapa detik lagi ganti hari. Selama itu ya ngajinya? Iya. Saya sih sebenernya kuat-kuat aja sampai makan sahur. Biar sekalian ada sesi Qiyamullail juga lah. Namun, demi kemaslahatan umat, acara kemungkinan akan berakhir beberapa menit lagi. Ah! Untungnya, pengisi panggung berikutnya adalah BLP (Barry Likumahuwa Project). Belum ke atas pentas, penontonnya udah teriak-teriak aja—terutama kaum hawa. Saya tetap kokoh berjaga di garda depan dengan rekan saya—Uswah Chibibah—dekat garis merah pembatas panggung. Menyiapkan tenaga dan mental menikmati penampilan yang paling ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang. Satu per satu mulai muncul. Drummer, guitarist, bassist, saxophonist, keyboardist, dan yang terakhir vocalist. Ada dua vocalist pria. Rasa-rasanya ada salah satu vocalist yang entah mengapa wajahnya familiar buat saya. Ah, tapi, mungkin mirip, pikir saya. Begitu dengar suaranya, hadeuh, ini makin familiar deh. Tapi entah. Belum bisa ditebak juga.

Barry Likumahuwa Project (BLP)
BLP membawakan banyak lagu. Lebih banyak dari band-band sebelumnya. Salah satu kejadian yang paling saya ingat adalah ketika Barry mengajak penonton bergoyang, joged koplo ala pantura. Hahaha. Hampir semua personel ambil alih, adu joged paling pulen. Nah, terpulen-koplo-pantura adalah si vocalist—yang baru diketahui identitasnya beberapa menit setelahnya, bernama Teddy, salah satu personel boyzIIboys—BLP. Masya Allah, itu goyangnya macem nggak inget kalau doi lagi bawain lagu jazz. Sebelas duabelas lah goyangannya sama Meggy Z. Di sisi lain, ada juga pemain Saxophone yang mungkin masih malu-malu atau nggak mau goyang pulen laiknya Teddy, Barry, juga yang lain. Deuh, musisi-musisi ini ya, kalau udah nemu kehidupan di atas panggung, dunia serasa milik mereka, yang nonton cuma ngontrak. Mau dong jadi bagian dari panggungmu, a :’))) *rayuan ala pantura*

Teddy (yang jogednya paling pulen)
Dan, yang makin membuat zina mata adalah kehadiran pria-pria berkoko antimainstream yang kalau lagi main alat musik atau lagi nyanyi, dunia seakan luluh lantak. Lemes aku, Mas, lemes ndelok sampeyan :’| ora nguati esemmu, Mas. Tulung, dikei cap MUI wae Mas, ben halalan thayyiban. (*Geblek lo, Dha!)

Capek. Tapi seneng. Energi terkuras habis, saking nikmatnya jadi penonton yang bisa sangat enjoy dengan penampilan mereka. Puas banget karena berkesempatan ngambil gambar dari dekat lewat kamera HP yang hanya 2MP. Dududu, hidup penuh liku-liku. Doakan saja, Ramadhan Jazz Festival 2014, saya sudah menggenggam kamera impian. Aaamiiin.

Akhirul kata, siapa yang berniat ikut ngaji ke Ramadhan Jazz Festival tahun depan? Adakah yang terbrainwash? Hahaha. Anyway, panjang juga ya ternyata saya nulisnya. Pantes, capek :’|

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk