Langsung ke konten utama

Cerita Papandayan (2): Drama

Kali ini gw nggak akan membahas teori drama dalam bahasa Indonesia, apalagi ngasih kuliah beberapa SKS ke pembaca tentang jenis-jenis drama dan periodisasinya. Ya siapa juga yang mau-maunya dikasih kuliah sama lo, Dha?!

Oke, lupakan.
Anyway, masih ingat kan tulisan gw yang judulnya Why Not? Nah, insya Allah akan gw lanjutkan. Syukur-syukur ada yang nunggu, kalau nggak ada ya nggak apa juga, terima aja Dha! Bungkus.

Kok judulnya Drama sih?
Karena trip Papandayan ini banyak banget dramanya. Gw sampai bingung, pusing, migrain, rindu. Eh, yang terakhir mah typo ding :’))

Awalnya gw seneng karena respons anak-anak di grup whatsapp Krakatau oke banget. Pas gw data, ada 17 manusia yang ‘ngacung’ untuk ikut. Dari 17 itu, ada anak-anak Krakatau, beberapa temannya teman, dan lain-lain. H-7 sebelum berangkat, Zakiyah sempat bilang gini: “kok ini nggak ada info lanjutan Papandayan ya?” saat itulah gw masuk dan langsung menyerang doi dengan dua pasang martil di tangan: “belum, Zak. Nunggu fiksasi anak-anak, baru aku bikinin grup khusus.”

Sampai di sini, aman. Gw bikinlah itu, grup Trip Papandayan. Gw mulai masukin kontak anak-anak yang ‘ngacung’ tadi. Cuma 14, sisa 3 0rang yang nggak mau dimasukin ke grup. Katanya nanti dulu, masih ragu. Halah, paling ujung-ujungnya juga cancel (dalam hati, red.). Gw pun deg-degan karena masih ada 14 orang yang harus gw urus nanti. Fuh!

Sembari gw terus mencari informasi, cari wangsit dan sumber energi, diam-diam gw ragu. Yakin nih mau jalan? jangan dipaksakan lah, Dha. (dalam hati, red.). Meskipun itinerary udah beres, apa-apa yang mesti dibawanya yang belum beres. Beuh. Tenda, kompor, nesting, gas, peralatan dan perlengkapan masak, dan sebagainya yang harus disiapkan kalau mau naik gunung.

Ribet? Ya, lumayan lah. Masih bisa gw atasi. Karena peralatan outdoor jarang ada yang punya, dan kalaupun punya-boleh dipinjam, pas lagi dipinjam orang lain, akhirnya kami memutuskan untuk sewa. Sewa tenda, kompor, nesting. Gw googling, tanya teman yang pernah nyewa, dan gw pun ke sana—tempat penyewaan alat-alat outdoor. Alhamdulillah deket, di Kelapa Dua.

H-5, beberapa orang mundur karena alasan lembur. Baiklah, tersisa 8 orang: 6 perempuan dan 2 lelaki. Berarti butuh 3 tenda, biar safe. H-3, ada lagi yang batal ikut karena alasan lembur (lagi). Sisa 7 orang: 5 perempuan, 2 lelaki. Oke, hari Kamis (H-1) gw ke tempat penyewaan. Sewa 2 tenda, 3 kompor, 1 nesting, plus gw kasih DP (sementara pakai uang gw).

Kamis malam. Satu orang batal karena nggak dapet izin orangtua. Tersisa 6 orang: 4 perempuan, 2 lelaki. Huft lah! Meski demikian, tidur gw tetep nyenyak. Jumat pagi, bangun dengan setumpuk jiwa positif dan senang karena malam ini berangkat ke Garut. Ahey! Gw mulai packing. Mulai dari pinjam carrier ke teman pendaki, sepatu treking, dan peralatan yang nggak gw punya. Alhamdulillah semua yang dibutuhkan ada.

Setelah makan siang, gw terima whatsapp dari salah seorang yang akhirnya juga terpaksa membatalkan keikutsertaannya. Damn you! Alasan kerjaan. Fine. Sisa berapa pemirsah? Gw bosen nulisnya, hahaha. Hmm, tinggal 4 perempuan dan 1 lelaki. Feeling gw nih ya, ini cowo satu bakal cancel. Terbukti. Setelah gw umumin di grup kalau ada yang batal, lelaki satu-satunya pun batal. Sisa 4 perempuan. Gw timbang-timbang, dengan segala kerusakan mood gw, akhirnya gw cancel trip ini. Resmi gw umumin di grup. End. Whoop, no!

Gw akhirnya nge-whatsapp Wina dan Dita. Mau jalan atau nggak? Wina jawab: “jalan aja yuk!” njir, ini anak. Begitu gw tau Wina jawab “jalan aja yuk!”, tiba-tiba mood gw berubah drastis. Kenapa nggak dijadiin aja ya?! Pikir gw. Mendadak bodo amat. Mau cuma bertiga, mau nggak ada cowo, bodo amat. Jalan mah jalan aja. Hajar! Nanggung, cing.

Gw pun mengiyakan ajakan Wina. Dita juga masih mau lanjut. Wow! Baiklah. Gw ajak Ciyrun, doi mau ternyata. Ahhahahaha. Berempat! Senyum lebar deh gw. Jumat sore gw ke tempat penyewaan ngambil tenda-kompor-nesting. Finally, 1 tenda 2 kompor, 1 nesting. Alhamdulillah pembatalan jumlah nggak kena charge.

Kelar packing, baca whatsapp dari Ciyrun. Doi ragu-ragu, kemudian memutuskan untuk batal aja. Oke. Bertiga! Gw-Wina-Dita. Lets go!
Idha - Wina - Dita
Yes, we are the random girls, with random trip, and random things :’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68! Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah. Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. M

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan