16.4.14

Cerita Papandayan (3): Kenapa Nggak Yakin?

Pada tulisan gw sebelumnya, gw kan sempat ragu ke Gunung Papandayan karena beberapa hal teknis: gw bukan pendaki lah, belum pernah lah, dan lain-lain. Nah, ada alasan lain yang bikin gw nggak yakin.

Pertama, temen gw—Citra, anak pencinta alam, yang minjemin gw carrier; daypack; sepatu; senter; plus buku panduan pencinta alam—berkali-kali ngomong ke gw kalau dia khawatir. Dia tau kalau gw jalan bersama orang-orang yang belum pernah naik, gw nge-lead, dan kabar terakhir yang dia dengar: ternyata gw tetep jalan bertiga dengan cewe-cewe ajaib nan perkasa. “Duh, Kak Idha, kok gw khawatir ya.” – Citra.

Kedua, gw sama sekali nggak ngasih tau orangtua gw kalau gw mau pergi—apalagi naik gunung. Gw nggak izin ke mereka—bahkan—karena gw tau, gw nggak akan diizinin jalan. Namanya orangtua, pasti maunya yang aman-aman aja untuk anaknya. Mana akhir-akhir ini lagi banyak kabar gunung batuk. Beuh, gw bisa dislepet jarum neraka sama ayah dan ibu gw nanti :’(

Ketiga, Kamis malam sebelum gw jalan, gw beli banyak pempek untuk dimakan bareng anak-anak kosan. Ya ini mah karena gw lagi pengen aja makan ramean. Kata Citra: “kok lo seakan-akan mau ngucapin selamat tinggal sih, Kak Idha?” kan, gimana gw nggak deg-degan coba?!

Ibu jamu yang biasa jadi langganan gw juga bilang, “ati-ati ya, Mbak. Semoga slamet!
Pak Lulu, warung makan langganan gw juga sms ke gw: “hati-hati, Mbak. Semoga senang. Jangan lupa fhoto-fhotonya.” Ini gw nulisnya beneran yang disms sama Pak Lulu lho :’)

Duh, ini pada kenapa? Ya emang sih, gw bersyukur karena didoakan oleh mereka. Cuma ya, tetep deg-deg-ser. Bismillah, gw pergi dengan niatan yang baik. Kalaupun memang sudah batasnya, silakan ambil. Begitulah yang gw ucapkan, dan mohon pada Tuhan.

Jujur, gw sempat sangat amat nggak tenang banget hati dan pikirannya karena banyak hal. Pokoknya sholawat nabi aja yang gw komat-kamitin sepanjang gw merasa gelisah. Dengan begitu, gw merasa lebih baik, dan dekat dengan Tuhan.

Yakin nggak yakin, Jumat malam pukul 9, kami bertiga sampai juga di Kampung Rambutan—meeting point sesuai itinerary.

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...