Cerita ini berawal dari obrolan teman-teman di DKJ
(Dewan Kesenian Jakarta)—Ikhsan, juga Mba Lidya—yang sedang menunggu jam workshop dramaturgi dimulai. Kebetulan
saya menjadi salah satu panitia penyelenggara, dari situlah akhirnya mengenal
Ikhsan (aktor), dan Mba Lidya (rekan DKJ). Kami mulai akrab justru di hari-hari
terakhir acara—seperti biasa. Waktu itu, Ikhsan heboh mengabarkan bahwa setiap
hari Rabu, salah satu kedai ayam selalu memberikan diskon 50% dari harga
normal. Dia pun sempat mengajak kami ke kedai ayam terdekat di sekitar Stasiun
Cikini.
Tadinya saya hampir mengiyakan ajakannya, tapi
obrolan kami kemudian beralih. Ikhsan pelan-pelan membeberkan beberapa alasan
tentang ayam diskonan tersebut. Pertanyaan dimulai dari “mengapa ayam di kedai
mereka besar, berdaging putih, empuk, dan enak?” siapa sih yang tidak tergoda?
Tak usah didiskon pun, kita akan tetap mampir kok. Apalagi ini punya
embel-embel 50%, beuh! Makin lengkap untungnya. Kembali ke pertanyaan di atas.
Dalam prosesnya, si ayam disuntik, diberi berbagai campuran bahan kimia, dan
proses-proses lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan di sini. Pastinya, kedai
ayam itu tidak mungkin melakukan proses dalam waktu singkat: ayam hidup,
dipotong, dibersihkan, lalu diberi tepung, dan digoreng, kemudian dihidangkan. No!
Pernah kepikiran nggak, ayam yang tidak laku terjual
di hari Senin—misalnya—akan diapakan? Mungkin bisa sih, disimpan dan digoreng
lagi untuk hari Selasa. Tapi, proses menggoreng ulang ini tentunya akan menambah
‘dosa’ kesehatan. Atau, bisa juga didaur ulang. Well, saya tidak bisa menjelaskan seperti apa teknisnya. Serem.
Hahaha.
Begitu juga dengan menu lain seperti kentang, roti
tangkup isi daging dan sayur—yang hanya seiprit—dan minuman bersoda dalam
ukuran kecil, sedang, juga besar, kadang menjadi pilihan bagi yang bosan dengan
ayam. Sehat nggak sih? Sebenernya nggak jauh beda dengan ayam. Ikhsan juga
cerita, pernah ada kasus pembuktian bahwa makanan tersebut sangat tidak sehat.
“Pas periksa, harus dioperasi ternyata. Dibalik usus, ternyata sampah semua,
dan busuk.” Kira-kira begitulah kalimatnya. Dengan kondisi begitu, segala macam
penyakit lebih cepat menyerang. Diabetes, kolesterol, darah tinggi, penyakit
jantung dan paru-paru, sakit ginjal dan lambung, juga penyakit kelamin.
Itu baru sebagian kecil pertanyaan yang muncul,
belum menyangkut dosa dan kejahatan lain. Wallaahua’lam.
Gara-gara ini juga, saya dikasih tontonan dari kanal youtube berjudul “Super Size Me”. Sila dicari sendiri ya.
Dokumenter tentang kedai ayam dan sebagian dosanya. Dan yang paling penting,
saya berhasil tidak tergoda junk food (juga mi instan) selama empat bulan. Fuh!
Berat memang, tapi harus dimulai dan dibiasakan dari sekarang. Bisa? Ya bisa
lah. Saya nggak mau merusak tubuh sendiri. Nggak ada toko yang jual onderdil
organ dalam yang orisinil soalnya. Aneh aja, ketika kita sakit, mohon-mohon
supaya lekas sehat. Pas dikasih sehat, dibiarkan sakit. So, what do you want sih?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar