Rasa-rasanya memang basi banget sih, tulisan ini baru dibuat sekarang.
Biar nggak basi, angetin dulu aja! Begini, tulisan ini dilanjutkan semata-mata
karena dulu saya pernah dapet tiket kereta promo Jakarta-Bandung. Jadi, seperti
merasa punya kewajiban untuk berbagi. Untuk First Day Sweetvalentrain Bandung,
bisa dibaca di sini.
Hari kedua.
Saya dan Donat (nama bocah umur 16 tahun)—rekan liburan—sudah merencanakan
destinasi yang akan kami kunjungi seharian. Pagi itu kami berangkat lebih awal
karena motor sewaan sudah ditangan. Pukul 8 pagi, saya dan Donat siap
melanglang buana. Tujuan pertama, ke Punclut. Berbekal peta—yang didapat dari
google, dan ternyata petanya kepotong—kami berpatokan dengan nama-nama jalan
yang ada. Intinya, tiba-tiba aja kami sampai di Jalan Setiabudhi. Untung masih
pagi, jadi jalanan belum terlalu macet layaknya akhir pekan. Gawatnya, meskipun
dulu saya pernah ke Punclut bareng Rezha-Ige-Rendy, plus temen-temen MBWG,
dini hari, sekitar pukul setengah 1, saya lupa jalan menuju Punclut itu ke
mana. Okelah, memang sih ya, kalau nggak nyetir dan pergi sendirian mah kadang nggak
perhatian ke rute. Tinggal duduk manis, tunggu aja, nanti juga sampai di tempat
tujuan. “perasaan waktu aku ke Punclut,
deket kok. Nggak ada setengah jam, Nat.” nah, tapi kenapa ini jauh banget. Nanjaknya
nggak kelar-kelar. Eeeeeh, tibalah kami di Lembang. Hahaha. Random abis. Sempet
beberapa kali nanya ke orang di jalan, mereka cuma bilang “masih lurus terus, naik.” Ya kami percaya aja.
Hingga akhirnya kami sampai di Punclut tepat pukul 9.30 pagi. Huwaaaa!
Mampir sejenak di warung kecil, pesen pisang bakar coklat keju plus kopi panas.
Dan, yang paling wow adalah pemandangan belakang warung yang aduhai. Tak mau
menyia-nyiakan keadaan, kami langsung jeprat-jepret. Punclut supersejuk. Lengkap
sudah nikmat hari kedua pagi itu.
|
pemandangan belakang warung |
|
itu dia warung kecil, tempat kami singgah |
|
Donat, pisang bakar coklat keju dan kopi panas |
Setelahnya, kami turun ke arah Ciumbeuleuit. Gila ya, baru sadar. Kami
muterin Bandung ternyata. Sadis! Salut buat Donat—bocah tanpa SIM KTP yang
nyetir motor sewaan dan ngeboncengin seniornya. Hahaha. Lanjut ke destinasi
berikutnya: Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Lokasinya di Jalan Bukit Pakar
Timur – Dago Atas. Kami meluncur ke TKP. Kadang kebablasan, kadang puter balik.
Begitulah seninya mencari alamat. Untungnya bukan alamat palsu ye! Agak susah
menemukan tempat ini, karena lokasinya di daerah yang cukup tenang, sepi, lepas
dari keramaian kota.
Begitu ketemu, aaaaaaaaah! Lega. Seneng banget. Bangga. Akhirnya kesampean
juga ke SSAS. Cukup sepi, mungkin karena masih siang. Biasanya tempat-tempat
seni ramai dikunjungi sore/malam hari, atau saat ada acara diskusi/pameran. Memang
sih ada pameran lukisan di ruang utama, tapi kebetulan waktu itu cuma kami
berdua pengunjungnya. Hahaha. Sayangnya lagi, nggak boleh foto-foto di dalam
ruang utama/mengambil gambar lukisan/karya-karyanya. Baiklah.
|
dinding selamat datang SSAS |
Tata ruang utama di sana cukup seru. Desain modern minimalis, juga
kaca-kaca yang dibuat seperti tembok, menarik. Saya paling suka suasananya:
tenang. Pun setelah saya keluar dari ruang utama, menjelajah ruang-ruang lain. Nah,
tak perlu khawatir untuk masalah foto. Kita bisa mengambil gambar sepuasnya di
luar ruang utama. Justru menurut saya lebih unik. Ada Bale Handap (pendopo untuk diskusi), Bale
Tonggoh, Amphiteater (biasanya untuk pertunjukan), juga kedai Kopi Ireng dan ruang
cinderamata. Angkat topi lah untuk rancangan arsitekturnya.
|
halaman depan Bale Handap |
|
sisi kanan Bale Handap |
|
sisi kanan Bale Handap |
|
tangga selasar Bale Handap |
|
ruang sebelum ke Bale Handap |
|
Bale Handap |
|
Amphiteater |
|
panggung Amphiteater |
|
Amphiteater dilihat dari tangga paling atas |
|
halaman depan ruang cinderamata |
|
ruang cinderamata |
|
halaman depan SSAS |
|
halaman depan SSAS/Kopi Ireng |
|
halaman belakang SSAS |
|
dibalik dinding ini ada mushola |
|
Bale Tonggoh |
Jam menunjukkan pukul 12.45, perut serasa dikoyak-koyak snare drum. Hahaha.
Karena kami memang sudah punya list, tempat makan mana saja yang wajib dicoba,
maka kami memutuskan makan siang di Doci Ramen (Jalan Dipatiukur), seberang
Cititrans. Siang-siang, panas, suguhannya mi ramen pedas. Komplet! Btw, Sabtu
malamnya, kami sempat kemari, tapi waiting list alias nunggu karena tempatnya
super-ramai. Daripada kami mati penasaran pas malam gagal, siang pun jadi.
Anyway, saya juga janjian
dengan temen SMA: Gilang dan Hudi. Ketemu di Doci Ramen juga. Demi nunggu
mereka dateng, kami rela berlama-lama disiksa pedas. Bahkan, sampai nambah
minum beberapa gelas. Fuh! Nah, setelah mereka berdua datang, diputuskanlah ke
Gelap Nyawang demi tempat kongkow yang lebih cozy. Agak deg-deg ser gimana gitu. Tak usah dibahas :p
Di Gelap Nyawang, Gilang dan Hudi makan siang, kami cuma bisa nonton
karena masih superkenyang. Padahal pengin banget nyoba Kare Kambing (bener
nggak ya, lupa!). Nah, sebenernya Sabtu malam—setelah tahu Doci Ramen penuh—saya
dan Donat berencana makan di Gelap Nyawang, tapi nggak nemu karena gelap. Err. Klise.
Ngobrol ke sana kemari, sampai pada akhirnya memutuskan untuk pergi ke BIP. Ah,
padahal kan dari awal saya dan Donat mengikrarkan janji bahwa kami dilarang
keras pergi ke mall. Tapi yasudahlah, karena destinasi utama sudah terlaksana
semua, luluh juga diiming-imingi mall :p
Sampai BIP, mainnya timezone. Hah! Kami main apa sodara-sodara? DDR. As usual. Setelah keringetan
jingkrak-jingkrak, mampirlah kami ke KFC. Mainstream
oh mainstream. Nggak masalah sih
selama di mall ada yang nanggung biaya administrasinya, hahaha. Thanks Gil, Hud. Terakhir, mampir ke toko
mainan dan Kartika Sari. Tuntas sudah perjalanan hari kedua saya dan Donat :')) sebenernya ada beberapa peristiwa deg-deg ser yang terjadi sih, tapi rahasia. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar