19.7.13

Second Day Sweetvalentrain Bandung

Rasa-rasanya memang basi banget sih, tulisan ini baru dibuat sekarang. Biar nggak basi, angetin dulu aja! Begini, tulisan ini dilanjutkan semata-mata karena dulu saya pernah dapet tiket kereta promo Jakarta-Bandung. Jadi, seperti merasa punya kewajiban untuk berbagi. Untuk First Day Sweetvalentrain Bandung, bisa dibaca di sini.

Hari kedua.
Saya dan Donat (nama bocah umur 16 tahun)—rekan liburan—sudah merencanakan destinasi yang akan kami kunjungi seharian. Pagi itu kami berangkat lebih awal karena motor sewaan sudah ditangan. Pukul 8 pagi, saya dan Donat siap melanglang buana. Tujuan pertama, ke Punclut. Berbekal peta—yang didapat dari google, dan ternyata petanya kepotong—kami berpatokan dengan nama-nama jalan yang ada. Intinya, tiba-tiba aja kami sampai di Jalan Setiabudhi. Untung masih pagi, jadi jalanan belum terlalu macet layaknya akhir pekan. Gawatnya, meskipun dulu saya pernah ke Punclut bareng Rezha-Ige-Rendy, plus temen-temen MBWG, dini hari, sekitar pukul setengah 1, saya lupa jalan menuju Punclut itu ke mana. Okelah, memang sih ya, kalau nggak nyetir dan pergi sendirian mah kadang nggak perhatian ke rute. Tinggal duduk manis, tunggu aja, nanti juga sampai di tempat tujuan. “perasaan waktu aku ke Punclut, deket kok. Nggak ada setengah jam, Nat.” nah, tapi kenapa ini jauh banget. Nanjaknya nggak kelar-kelar. Eeeeeh, tibalah kami di Lembang. Hahaha. Random abis. Sempet beberapa kali nanya ke orang di jalan, mereka cuma bilang “masih lurus terus, naik.” Ya kami percaya aja.

Hingga akhirnya kami sampai di Punclut tepat pukul 9.30 pagi. Huwaaaa! Mampir sejenak di warung kecil, pesen pisang bakar coklat keju plus kopi panas. Dan, yang paling wow adalah pemandangan belakang warung yang aduhai. Tak mau menyia-nyiakan keadaan, kami langsung jeprat-jepret. Punclut supersejuk. Lengkap sudah nikmat hari kedua pagi itu.
pemandangan belakang warung
itu dia warung kecil, tempat kami singgah
Donat, pisang bakar coklat keju dan kopi panas
Setelahnya, kami turun ke arah Ciumbeuleuit. Gila ya, baru sadar. Kami muterin Bandung ternyata. Sadis! Salut buat Donat—bocah tanpa SIM KTP yang nyetir motor sewaan dan ngeboncengin seniornya. Hahaha. Lanjut ke destinasi berikutnya: Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Lokasinya di Jalan Bukit Pakar Timur – Dago Atas. Kami meluncur ke TKP. Kadang kebablasan, kadang puter balik. Begitulah seninya mencari alamat. Untungnya bukan alamat palsu ye! Agak susah menemukan tempat ini, karena lokasinya di daerah yang cukup tenang, sepi, lepas dari keramaian kota.

Begitu ketemu, aaaaaaaaah! Lega. Seneng banget. Bangga. Akhirnya kesampean juga ke SSAS. Cukup sepi, mungkin karena masih siang. Biasanya tempat-tempat seni ramai dikunjungi sore/malam hari, atau saat ada acara diskusi/pameran. Memang sih ada pameran lukisan di ruang utama, tapi kebetulan waktu itu cuma kami berdua pengunjungnya. Hahaha. Sayangnya lagi, nggak boleh foto-foto di dalam ruang utama/mengambil gambar lukisan/karya-karyanya. Baiklah.
dinding selamat datang SSAS
Tata ruang utama di sana cukup seru. Desain modern minimalis, juga kaca-kaca yang dibuat seperti tembok, menarik. Saya paling suka suasananya: tenang. Pun setelah saya keluar dari ruang utama, menjelajah ruang-ruang lain. Nah, tak perlu khawatir untuk masalah foto. Kita bisa mengambil gambar sepuasnya di luar ruang utama. Justru menurut saya lebih unik. Ada Bale Handap (pendopo untuk diskusi), Bale Tonggoh, Amphiteater (biasanya untuk pertunjukan), juga kedai Kopi Ireng dan ruang cinderamata. Angkat topi lah untuk rancangan arsitekturnya.

halaman depan Bale Handap
sisi kanan Bale Handap
sisi kanan Bale Handap
tangga selasar Bale Handap
ruang sebelum ke Bale Handap
Bale Handap
Amphiteater
panggung Amphiteater
Amphiteater dilihat dari tangga paling atas
halaman depan ruang cinderamata
ruang cinderamata
halaman depan SSAS
halaman depan SSAS/Kopi Ireng
halaman belakang SSAS
dibalik dinding ini ada mushola
Bale Tonggoh

Jam menunjukkan pukul 12.45, perut serasa dikoyak-koyak snare drum. Hahaha. Karena kami memang sudah punya list, tempat makan mana saja yang wajib dicoba, maka kami memutuskan makan siang di Doci Ramen (Jalan Dipatiukur), seberang Cititrans. Siang-siang, panas, suguhannya mi ramen pedas. Komplet! Btw, Sabtu malamnya, kami sempat kemari, tapi waiting list alias nunggu karena tempatnya super-ramai. Daripada kami mati penasaran pas malam gagal, siang pun jadi.

Anyway, saya juga janjian dengan temen SMA: Gilang dan Hudi. Ketemu di Doci Ramen juga. Demi nunggu mereka dateng, kami rela berlama-lama disiksa pedas. Bahkan, sampai nambah minum beberapa gelas. Fuh! Nah, setelah mereka berdua datang, diputuskanlah ke Gelap Nyawang demi tempat kongkow yang lebih cozy. Agak deg-deg ser gimana gitu. Tak usah dibahas :p

Di Gelap Nyawang, Gilang dan Hudi makan siang, kami cuma bisa nonton karena masih superkenyang. Padahal pengin banget nyoba Kare Kambing (bener nggak ya, lupa!). Nah, sebenernya Sabtu malam—setelah tahu Doci Ramen penuh—saya dan Donat berencana makan di Gelap Nyawang, tapi nggak nemu karena gelap. Err. Klise. Ngobrol ke sana kemari, sampai pada akhirnya memutuskan untuk pergi ke BIP. Ah, padahal kan dari awal saya dan Donat mengikrarkan janji bahwa kami dilarang keras pergi ke mall. Tapi yasudahlah, karena destinasi utama sudah terlaksana semua, luluh juga diiming-imingi mall :p

Sampai BIP, mainnya timezone. Hah! Kami main apa sodara-sodara? DDR. As usual. Setelah keringetan jingkrak-jingkrak, mampirlah kami ke KFC. Mainstream oh mainstream. Nggak masalah sih selama di mall ada yang nanggung biaya administrasinya, hahaha. Thanks Gil, Hud. Terakhir, mampir ke toko mainan dan Kartika Sari. Tuntas sudah perjalanan hari kedua saya dan Donat :')) sebenernya ada beberapa peristiwa deg-deg ser yang terjadi sih, tapi rahasia. Hahaha.

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...