Hari pertama. Destinasi pagi ini adalah Pantai Ngobaran dan Ngreyahan.
Kami bertiga udah ready sejak pukul
7.30. maklum, didikan marching band. Namun, apa daya. Orang-orang masih ada
yang belum mandi, belum makan, belum lalalili. Errr.. malam sebelumnya, saya
dan Vieza membaptis Della sebagai Komlat selama Trip Waisak. Jadi, tugas Della
adalah berkomunikasi dengan si Mbak Trip Waisak, tanya jadwal, dan lain-lain. Hahaha.
Thanks Kodel ;)
Karena ada sekitar 18an orang, jadilah kami berangkat pukul 9.00,
menuju Gudeg Yu Djum. Apa? Makan? Ya, makan lagi. Padahal udah pada sarapan di homestay tadi. Memang sih, sarapannya
roti, teh, kopi. Oh, mungkin mereka menganggap itu semua adalah kudapan. Oke. Meskipun
saya orang Jawa, sebenarnya saya pribadi tidak terlalu suka Gudeg—apalagi lama
nggak makan nasi. Akhirnya saya cuma pesen es jeruk. Gudeg Yu Djum ini termasuk
mahal, sekitar Rp15.000—Rp25.000/porsi. Untuk ukuran Jogja, harusnya bisa
sangat murah. Sekali-kali nggak apa sih ke Resto Gudeg, biar bisa membandingkan
rasanya.
Gudeg Yu Djum (tapi nggak ada wujud Gudegnya, hahaha) |
Setelah urusan bayar-membayar kelar, kami langsung cabut ke destinasi
awal. Kira-kira pukul 10.20 baru jalan—karena ada suatu hal (shit happened). Dalam hati, “mantai kok ya siang-siang begini”. Ajaibnya,
sampai di Pantai Ngobaran-Ngreyahan, kami kepanasan (ya iyalah). Jarum jam aja
udah mampir ke angka 12, gimana nggak panas?! Kesan pertama sampai sana: onde
mande, ramainyoooo! Ya karena memang sedang musim liburan sih. Anyway, ‘musim liburan’ ini saudara
sepersusuan dengan ‘musim kawin’. Jayus! Baiklah, lanjut. Hmm, pasir di sana
bukan putih, bukan pula hitam, melainkan coklat muda agak putihan. Selain itu,
pantai ini juga seru tempatnya karena ada candi-candi dan patung kecil, plus relief
bebatuan yang sangar. Bahkan, saya sendiri sempet ngrasa seperti bukan di
Jogja, tapi di Uluwatu. Mirip, suasananya; tempatnya.
Yap, apalagi selain menghirup udara pantai dan mendengarkan desir
ombak. Aih. Siang-siang, tapi tetep semilir. Kami pun tak lupa jeprat-jepret
meninggalkan jejak dan bukti bahwa kami pernah di sini (I was here), asal nulis kalimatnya bukan di tembok/tempat yang
mengganggu alam dan semesta sih nggak apa. Walaupun kita bukan anggota pecinta
alam, kita wajib mencintai alam. Kok gitu? Ya, karena alam juga telah memberi
kita kehidupan sampai detik ini. Mencintai adalah saling memberi. Hazeek! Setop!
Saya dan Vieza di salah satu sisi Pantai Ngobaran |
Vieza dan bebatuan sangar |
Bebatuan dan jernihnya air Pantai Ngobaran |
Vieza, Idha, Della (nggak afdol kalau nggak foto bertiga) |
Tsakeup! Kami tiba di kompleks Borobudur pukul 18.30, belum
muter-muter cari parkir dan membebaskan diri dari macet sepanjang pintu masuk. Pintu
masuk Borobudur, bukan pintu masuk Candi Borobudur. Perjalanan masih panjang,
bro! fuh. Btw, kami setengah jam berdiri di depan pintu keluar utama karena
agen trip bingung dan lagi ribet. Hingga pada akhirnya diputuskan untuk ngojek
ke pintu 7 alias pintu masuk utama. Haiyaaaah! Udah makmum, masbuk pula. Pasrah
(lagi). Ada satu motor yang bertiga, ada juga yang berdua. Saya dan Della satu
motor, Vieza satu motor. Nah, karena ada sekitar 5 atau 6 motor, dan abang
ojeknya kurang kompak, jadi ada beberapa motor yang pisah. Lewat jalur
masing-masing sesuai keyakinan abang ojek, hahaha. Ada yang lewat jalan raya,
ada yang lewat gang kecil nan gelap, ada juga yang lewat rumah-rumah penduduk
alias nyempil.
Setelah melewati rintangan jalan sepanjang Borobudur yang supermacet, saya
dan Della pun tiba di depan pintu masuk utama. Persis di depannya. Cuma ya itu,
kami kehilangan rekan-rekan. Sinyal hp juga ilang-ilangan. Susah menghubungi
orang-orang. Saat itu, saya bertugas menguhubungi Monik (temen Trip Waisak),
Della menghubungi Vieza. Keduanya nihil. Berharap ada keajaiban di antara
antrean panjang super-riweuh demi berhasil masuk ke kawasan Candi Borobudur. Daaaaaan,
ternyata di antara kerumunan itu ada rombongan trip. Alhamdulillah.
Nah, tapi ada satu yang justru masih (sangat) mengkhawatirkan: Vieza. Ke
manakah anak satu ini? jangan-jangan nyasar ke Malaysia nih. Selama sinyal
masih buruk, teknologi secanggih apa pun tidak bisa diharapkan memang. Cuma
doa. Ya, doa. Hmm, selang berapa menit kemudian, hp saya getar-getar. Ada sms
dari Vieza. Isinya: “Dha, gw nyasar T_T huhuhu..” kan, bener kan, nyasar ke
Malaysia. Hahaha. Ada-ada aja nih The Lost Pija.
Yak, mulai bingung. Harus bagaimana ini? jawabannya, ada di tulisan
selanjutnya. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar