Langsung ke konten utama

First Day Sweetvalentrain Bandung

Yaks! Mari mulai dengan hari pertama trip sweetvalentrain Bandung.

Malam sebelumnya, pas baru nyampe Perumahan Tamansari Bukit Bandung (tempat nginep kami), gw langsung menghubungi Shakila Trans. Alhamdulillah nyambung, dan bisa langsung pesen motor untuk besok paginya. Gw minta untuk dianter motornya ke TKP pukul tujuh/setengah delapan pagi, tapi si Mas nego, “pukul delapan aja gimana, Mba?” Hmm, okelah. Setelah itu, kami beres-beres, bikin rundown, dan istirahat.

Jumat itu, kami bangun sangat pagi. Rencananya pukul 8 udah cus. Tak lupa membawa alat tempur: peta. Berjuta kali ke Bandung, tapi tetep aja belum hafal jalan --____-- Begitu motornya nyampe, jujur langsung sumringah banget, terutama gw sih. Seakan-akan otak gw bilang “yes, akhirnyaaaaa, akhirnyaaaa, bisa muter-muter sepuasnya di Bandung kali ini” ya meskipun gw dibonceng doang, tetep aja seneng. Bahagia itu nggak sederhana, karena harus nyewa motor dengan segala keribetannya. Ah, tapi tapi tapi terbayar sudah :’D

Pertama yang dilakukan adalah bingung mau milih arah mana begitu keluar dari perumahan. Padahal mah tinggal nanya aja, toh ada satpam perumahan. Pertama, ambil arah kiri, beberapa meter kemudian, feeling berkata “kayaknya tadi harusnya ambil kanan deh” muter balik deh langsung. Buka peta, cari papan ijo yang ada jalur-jalurnya, kalo masih bingung juga, nanya orang. Kalo orang yang ditanya nggak tau, nanya orang yang beda lagi, sampe mabok deh pokoknya—dua hari begitu terus.

Tujuan pertama kami adalah Museum Pos Indonesia, di Jalan Cilaki. 

Setelah nanya ke seratus orang, sampe bolak-balik karena nyasar/kebablasan—harus muter balik karena di Bandung tuh one way. Di Jalan Banda ketemu tuh si Pos Indonesia warna oranye, gedungnya bagus, terlihat masih baru. Masuk, parkir, begitu sampe lobi sebenernya gw ragu, ini beneran museum apa bukan sih?! Nanya satpam, ternyata bukan. Bagus banget lah ini, kami langsung keluar menuju Jalan Cilaki. Nggak kehitung kami muter berapa kali, ngelewatin Gedung Sate mulu, hahaha. Akhirnya, sampai jualah kami ke Museum Pos Indonesia. (untuk selanjutnya, mari kita sebut MPI—biar gampang) Senaaaaang! Satu destinasi ketemu. Waktu itu, di MPI ini sepi banget. Cuma kami berdua di dalem museum. Weits, jangan salah, justru lebih seru karena bisa dengan bebas ngapa-ngapain.

Karena waktu menunjukkan pukul sebelas, maka kami cus ke destinasi berikutnya: Braga
Yeah! Untuk ke tempat ini, kami hanya muter balik sekali—gara-gara bingung mau parkir di mana. Tibalah di Circle K Braga, beli apa? Beli minuman pereda nyeri datang bulang—buat gw. Duduk sejenak, menikmati lalu lalang kendaraan, sembari menunggu perut gw membaik. Nah, abis itu kami memutuskan untuk memarkir motor di Circle K aja, trus jalan deh ke Braga. Foto-foto, chit-chat, kemudian terdampar di Suga Rush untuk makan siang. 

Ajiblah makanan di sini. Gw udah dua kali kemari juga karena dekorasi tempatnya unik. Cozy banget. Satu lagi, toiletnya berdinding kaca semua, ya sekotak ruangan itu. Tadinya deg-degan, waspada. Kebetulan, beberapa hari sebelumnya sempet liat postingan di facebook tentang kaca yang punya dua sisi, makanya agak parno, tapi lama-lama dinikmati juga.

Setelah kenyang, kami berencana sholat dzuhur di Masjid Raya Bandung, tapi karena nggak nemu-nemu masjidnya, kami bablas ke Museum Sribaduga, di Jalan BKR.

Ini kali pertama gw berkunjung. Kenapa kemari? Gw tau museum ini sewaktu gw masih di Asosiasi Museum Indonesia. Selain itu, ada beberapa pendapat yang bilang bahwa museum ini termasuk salah satu museum bagus di Bandung (mungkin lebih mengacu pada tempat/bangunan, pikir gw saat itu). Begitu sampe sana, tempatnya memang unik, ada saungnya juga—biasanya dipake kalo ada acara-acara yang berkaitan dengan museum, kayak diskusi, pertunjukan, dll.

Ada kolam berair mancur, mushola, gazebo, cukup asri kok tempatnya. Museum ini ternyata punya banyak koleksi yang berkaitan dengan Kerajaan Padjajaran. Mulai dari sejarah terbentuknya Bandung—secara geografis dan filosofis, peninggalan-peninggalan berupa candi, artefak, situs, dan sebagainya. Intinya, museum ini punya cerita tentang Bumi Priangan zaman baheula. Kalo lo ngaku orang Bandung asli, tapi belum pernah ke sini, fail! Sayang aja, nggak tau tentang tanah kelahirannya.

Yaks, abis muas-muasin diri di Museum Sribaduga, kami lanjut ke destinasi berikutnya: Gedebage. Saatnya memanjakan mata. Hmm, sebenernya bukan sih, lebih ke ‘memanjakan naluri diri terhadap barang bagus yang murah meriah’. Mulai dari mencari barang yang dibutuhkan, sampe tergoda pada barang lain—yang sebenernya nggak perlu-perlu amat, tapi mumpung ini murah banget, jadi ya beli aja. Nah, berhubung gw pecinta vest/rompi, dulu gw sempet nemu tempat khusus vest yang lengkap, tapi pas gw cari lagi, nggak nemu, padahal udah muter-muter. Yaudahlah, pasrah. Akhirnya cuma nyari vest yang gw suka aja. Jujur dari hati terdalam, kalo ke Gedebage, bawaannya pengin kulak baju yang banyak, trus dijualin. Otak dagang, biasa.

Meskipun gw lagi dapet, hari pertama pula—buat yang hari pertamanya sakit, nyeri, pasti tau gimana rasanya—gw harus memaksa diri biar kuat jalan-jalan. Sayang kalo dilewatkan.

Makan udah, blanja-blanji udah, saatnya melaju kembali. Oh iya, FYI aja, dari pusat Kota Bandung ke Gedebage itu jauhnya masya Allah banget, dari ujung ke ujung. Emang harus sabar untuk dapet sesuatu yang lebih murah, hahaha. Saking lamanya perjalanan, dan macet—karena week end—tiba-tiba udah sore aja. Untungnya pake motor, jadi bisa nyelip-nyelip. Karena masih punya utang penasaran, akhirnya kami cus ke Masjid Raya Bandung untuk maghrib-an di sana. Dan, begitu sampe sana, pas banget adzan, gerimis, hujan. Nikmat banget rasanya, capeknya terbayar.

Perjalanan kami belum berakhir sampai di sini, hahaha. Selanjutnya, cari makan! Pertama, ke Gerobak Jenggo di sekitar Titimplik. Udah ngiterin pusat jajanan nih padahal, tapi nggak jualan—kayaknya. Langsung deh buka twitter, karena setau gw si Gerobak Jenggo ini ada dua cabang. Cabang yang satunya, ada di Dago Atas, di pelataran PHD. Begitu nemu tempatnya, seneng! Bisa nge-Jenggo lagi, hihihi. Gw paling suka sama kue baloknya. Namun, kali ini belum beruntung. GJ cabang Dago Atas hanya menyediakan minuman. Hyaaaaah! Lapeeeer banget padahal :’(( akhirnya kami minum-minum aja, sembari chit-chat sama baristanya. Harga di sini cukup terjangkau karena racikan minumannya supernggakbiasa. Favorit gw tetep ice cappuccino :9

Sebelumnya, berhubung gagal makan di GJ, dan belum makan, kami langsung ke Doci Ramen, kata twitter sih alamatnya di Jalan Dipatiukur. Lets Go! Nggak susah nyari Doci Ramen, nggak pake nyasar, langsung ketemu. Ancer-ancernya, seberang Cititrans Travel. Alhamdulillahirabbil’alamin. Udah nih, masuk, eeeee ternyata waiting list. Aaaaak, mangan wae angel, tweeps! Harus sampe kapan nunggu juga nggak tau, akhirnya buka twitter, ada rekomendasi ramen di Gelap Nyawang. Cus! Sampe sekitaran ITB, nggak nemu Jalan Gelap Nyawang, yang ada emang beneran gelap banget, padahal baru setengah sembilan. Dududu, kami memutuskan untuk jalan lagi, ke mana pun, tempat makan. Belok ke Jalan Cihampelas, beli bensin, trus makan di Mie Kocok Sapi (lupa namanya). Cukup mahal sih di sini—ternyata. Terlanjur, yaudah sih nggak papa, toh enak juga.

Abis itu, kami pulang. Kembali ke Perumahan Tamansari Bukit Bandung. Beberes belanjaan, bersihin badan, dan menentukan tujuan buat besoknya, baru deh istirahat. Seru abis lah hari pertama ini! see you, second day :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68! Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah. Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. M

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan