Langsung ke konten utama

Kau Harus Dengar!

Sudah saya katakan sebelumnya, dunia semakin bising; semua orang ingin didengar; setiap orang (kadang) ingin dirinya dianggap penting pada koloni-koloni masing-masing. Entah, lebih baik kita sama berdoa supaya tanah, air, juga udara tak ikut-ikutan pening. Manusia mana yang tak murka?

Saban yang bernyawa punya rasa. Haus puji, dan puja. Terlena; lupa; lupa yang sangat lama, sedikit-sedikit hati jadi beku—bahkan tak terasa.

Terasing, benar-benar hanya perlu muncul atas nama diri sendiri—tanpa orang lain. Belum sudi, katanya.

Pelan-pelan sadar, bahwa Tuhan sengaja memberi dua telinga: agar manusia lebih banyak mendengar; berpikir dengan mendengar; bertindak dengan mendengar; melihat dengan mendengar; meraba dengan mendengar; memahami sesuatu dengan mendengar; peka sekitar dengan mendengar. Padahal, kau tak perlu susah-susah untuk mendengar. Sederhana. Tak butuh biaya tambahan untuk lebih mendengar.

Listen more, learn more.
Padahal, firman Tuhan sangat jelas tertulis di kitab-kitab. Dia hanya memberi satu mulut pada manusia. Satu saja racaunya tak berguna, apalagi dua; tiga?!

Manusia-manusia yang penuh keluhan penyesalan, kapan kau berhenti menyesal? Ketika sudah tak bernyawa lagi? Ketika nurani telah mati? Atau, setelah kau bangun dari khayalan-khayalan tak bertuan yang kau imani?

Pupus.
Dunia (benar-benar) akan mati perlahan.
Tanpa manusia yang mau menurunkan derajat keegoannya yang telanjur tumbuh subur.
Karena, hidup bukan sekadar kelakar panjang-lebar, melainkan tentang sadar—arti mendengar.

Kau boleh saja ada di pihak lawan—yang lebih suka mengeluarkan stok tumpukan kata.
Namun, kau juga harus tahu bahwa—pada hakikatnya—Tuhan tak pernah banyak bicara; Dia mendengar. Tak ada Maha Berbicara; Maha Berkata, yang ada hanya Maha Mendengar.

Memahami skenario dari Sutradara sebelum memilih peran, dan menjadi lakon sandiwara kehidupan: kewajiban—adalah ihwal—yang kau pun tak perlu tahu apa sebab sehingga diwajibkan—yang sepatutnya dijalankan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk