November 2012 lalu, sebelum berangkat ke Thailand untuk ikut kompetisi
marching band di Ubon Ratchathani, gw iseng-iseng kirim kartu pos. Ceritanya,
waktu itu, KOMPAS punya acara Kompasianival di Gandaria City. Cukup beragam,
ada stand up comedy show—yang adalah GePamungkas. Lalu, ada juga bazaar. Nah,
di salah satu booth bazaar di sana,
ada booth CardToPost. Wah, apakah
ini? Sila tengok lebih jauh tentang CardToPost di sini.
Gw dan beberapa teman, tertarik untuk tanya-tanya lebih lanjut, hingga
akhirnya ditawari bikin kartu pos sendiri. Ya, komunitas CardToPost yang
menyediakan kartu posnya, kemudian kami yang menghiasnya dengan gambar dan
kata. Nanti, mereka yang ngirim ke alamat tujuan secara kolektif. Intinya, yang
datang hanya perlu ngehias-hias kartu pos, nulis ucapan, bayar biaya perangko,
selesai.
Akhirnya, gw memutuskan untuk ngirim satu kartu pos itu ke sahabat gw
yang ada di luar Jakarta. Kebetulan, beberapa malam sebelumnya, dia sempat
cerita tentang tingkat stresnya yang mulai meningkat. Gw pengin banget bisa—setidaknya—memberi
sedikit kejutan; at least biar dia
senyum begitu nerima kartu pos dari gw. Sekalian pamitan karena gw akan
berangkat ke Thailand. Tadinya gw punya tujuan demikian.
Pas gw tanya ke salah satu rekan CardToPost, akan sampai tujuan dalam
waktu berapa hari, dia bilang, kartu posnya akan sampai dalam seminggu-an. Baiklah,
nggak terlalu lama dan masih keburu—menurut gw. Estimasinya, seminggu sebelum
gw berangkat ke Thailand, itu kartu pos harusnya udah sampai ke alamat tujuan. Ya,
harusnya.
Namanya juga ‘dalam rangka kejutan’, ya gw nggak ngasih tahu bahwa gw
ngirim kartu pos ke dia. Sengaja nggak gw tanyakan seminggu kemudian. Karena tim
TIMBC lagi ribet training center dan persiapan,
jadi gw sama sekali nggak memerhatikan dan memikirkan si kartu pos ini. Setelah
kepulangan gw dari Thailand—it means dua minggu-an, gw coba tanya via sms,
kartu pos dari gw udah diterima atau belum. Daaaaaaaaaaan, ternyata dia belum
nerima juga. Bahkan, seminggu kemudian, gw masih aja tanya—siapa tahu udah
diterima kartu posnya. Nyatanya, hingga saat tulisan ini naik cetak *halah*
belum juga sampai, pemirsa. Sedih. Sedihnya masih ada sampai detik ini.
Iya, udah. Itu aja.
*gw berharapnya dia udah
nerima kartu posnya, tapi dia bohong ke gw, itu lebih baik daripada kartu
posnya nyasar entah ke mana*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar