7.5.13

Tentang Kartu Pos Yang Belum Kau Terima



November 2012 lalu, sebelum berangkat ke Thailand untuk ikut kompetisi marching band di Ubon Ratchathani, gw iseng-iseng kirim kartu pos. Ceritanya, waktu itu, KOMPAS punya acara Kompasianival di Gandaria City. Cukup beragam, ada stand up comedy show—yang adalah GePamungkas. Lalu, ada juga bazaar. Nah, di salah satu booth bazaar di sana, ada booth CardToPost. Wah, apakah ini? Sila tengok lebih jauh tentang CardToPost di sini.

Gw dan beberapa teman, tertarik untuk tanya-tanya lebih lanjut, hingga akhirnya ditawari bikin kartu pos sendiri. Ya, komunitas CardToPost yang menyediakan kartu posnya, kemudian kami yang menghiasnya dengan gambar dan kata. Nanti, mereka yang ngirim ke alamat tujuan secara kolektif. Intinya, yang datang hanya perlu ngehias-hias kartu pos, nulis ucapan, bayar biaya perangko, selesai.

Akhirnya, gw memutuskan untuk ngirim satu kartu pos itu ke sahabat gw yang ada di luar Jakarta. Kebetulan, beberapa malam sebelumnya, dia sempat cerita tentang tingkat stresnya yang mulai meningkat. Gw pengin banget bisa—setidaknya—memberi sedikit kejutan; at least biar dia senyum begitu nerima kartu pos dari gw. Sekalian pamitan karena gw akan berangkat ke Thailand. Tadinya gw punya tujuan demikian.

Pas gw tanya ke salah satu rekan CardToPost, akan sampai tujuan dalam waktu berapa hari, dia bilang, kartu posnya akan sampai dalam seminggu-an. Baiklah, nggak terlalu lama dan masih keburu—menurut gw. Estimasinya, seminggu sebelum gw berangkat ke Thailand, itu kartu pos harusnya udah sampai ke alamat tujuan. Ya, harusnya.

Namanya juga ‘dalam rangka kejutan’, ya gw nggak ngasih tahu bahwa gw ngirim kartu pos ke dia. Sengaja nggak gw tanyakan seminggu kemudian. Karena tim TIMBC lagi ribet training center dan persiapan, jadi gw sama sekali nggak memerhatikan dan memikirkan si kartu pos ini. Setelah kepulangan gw dari Thailand—it means dua minggu-an, gw coba tanya via sms, kartu pos dari gw udah diterima atau belum. Daaaaaaaaaaan, ternyata dia belum nerima juga. Bahkan, seminggu kemudian, gw masih aja tanya—siapa tahu udah diterima kartu posnya. Nyatanya, hingga saat tulisan ini naik cetak *halah* belum juga sampai, pemirsa. Sedih. Sedihnya masih ada sampai detik ini.

Iya, udah. Itu aja.

*gw berharapnya dia udah nerima kartu posnya, tapi dia bohong ke gw, itu lebih baik daripada kartu posnya nyasar entah ke mana*

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...