Langsung ke konten utama
motivasi kadang datang tanpa diundang

Contohnya:
Setelah—secara nggak sengaja—ketemu temen baru, yang adalah temennya temen gw. Hidup supersehat. Nggak nanggung-nanggung sehatnya—iya, nggak kayak gw, yang nanggung.

Seru, seneng rasanya punya temen yang bisa diajak berbagi mengenai kesehatan. Dalam kamus hidup gw, nggak tebersit untuk mengamini “mumpung masih muda, nikmati aja makanan yang ada—apapun”. No! gw pernah bilang kan, kalau apa yang ada di diri kita sekarang adalah investasi masa depan. Abstrak memang. Nggak semua orang bisa mengamini pernyataan itu, apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Satu hal yang gw salut dari dia adalah kekonsistenan dan stabilitas atas rutinitas yang dia lakukan. Lagi-lagi konsisten. Jadi inget MB—yasudahlah, haha.

Gw—yang beberapa hari ini telah melakukan ‘dosa’ karena menjadi seorang ‘omnivora’—akhirnya sadar bahwa gw harus cepat-cepat kembali ke rutinitas awal gw agar tetap sehat. Terdengar nggak penting dan klasik. Penuh klise. Atau ‘yaelah Dha, gitu doang, jangan lebay deh’.

Kami sempet cerita-cerita tentang makanan apa aja yang dimakan sehari-hari selama ini. Hingga pada akhirnya menghasilkan satu kesimpulan bahwa makanan sehat itu ‘kadang’ mahal/lebih mahal dari makanan ‘kotor’ (red.).

Contoh kasat matanya adalah, makanan macem roti gandum, selai kacang, yoghurt, susu rendah lemak, dan makanan pendukung lainnya—yang bisa jadi variasi biar nggak bosen—memang lebih mahal dari yang lain. Yaaa, kecuali sayur-sayuran, telur, tempe, dan tahu. Buah-buahan pun kadang mahal. Pasalnya, dalam satu hari, makan normal itu harusnya bisa sampai 5 atau 6 kali, atas asas ‘makanlah setelah lapar-berhenti makan sebelum kenyang’. Sebaliknya, kebiasaan sebagian besar orang adalah makan sebelum lapar dan nggak akan berhenti sebelum kenyang. CMIIW.

Jadi, di artikel ini, sebenernya gw mau ngomongin apa sih? Hahaha. Nyebrang sana nyebrang sini. Gapapalah, nyampahnya semoga bermanfaat. Syukur-syukur bisa membuka mata.

Atas pertemuan itulah, motivasi gw hidup kembali. Hahaha. Maka dari itu, bagi temen-temen yang masih nanggung kayak gw, mari tuntaskan! Totalitas. Dan, bagi temen-temen yang masih ragu, ‘buat apa sih hidup sehat nyiksa gitu?’, ya terserah aja. Gw lebih memilih menyelamatkan masa tua gw nantinya, daripada harus telentang di rumah sakit dan menjalankan berbagai macam terapi/minum obat karena kebanyakan penyakit. Bebas milih kok :’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk