Langsung ke konten utama

Saling Simpang Biar Tak Gamang

Selasar gedung satu akhirnya jadi tempat singgah, sekadar ingin duduk bersila sembari menunggu rintik reda. Di dalam tasku tak ada headset rupanya. Ah! Ada-ada saja. Kemudian, segera kucari teman setia pembangkit jiwa. “Nah, ini dia!”
Terima kasih, Pablo Neruda, aku siap menyelami sajak yang kaucipta.

Kukatakan sekali lagi bahwa aku mencintaimu
Maka pukullah aku jika kau tak suka
Hari-hari yang kulampaui hanya berbatas dinding dan malam
Sepi memintal leher dan mencekik penantian bulan
Aku mencintaimu
Langit dan bumi inilah saksinya
Dan lemparlah jika kau tak suka
Karena aku pun tak sengaja mencintaimu
(Sasina)

Tuhan selalu punya rencana: mempertemukan kita di waktu-waktu yang tak terjaga. Ya, seperti sekarang. Bukannya kita baru saja saling sapa tadi siang? Lalu, saat ini kautepat lurus di depan mata. Berjarak memang, tapi cuma sejengkal. Kau masih seperti dulu: berdua dengan gitar seksimu. Pun aku: dengan kaos hitamku. Mau tak mau, kali ini aku yang harus memulai bicara.
“masih nunggu?”
“menurutmu?”
“masih,”
“percuma kalau kautanya cuma untuk basa-basi,”
“mau berapa lama?”
“sampai Tuhan mengirim yang lain untukku.”
“oh..”
“cuma oh?”
“memangnya aku harus bagaimana?”
“ya, terserah.”
“yasudah, tak perlu repot-repot protes kalau begitu.”
“kamu masih sama!”
“kamu juga keras kepala!”
“lalu, mengapa kau kemari?”
“ingin memastikan saja.”
“memastikan apa?”
“tak perlu tahu!”
“cuma Pablo Neruda yang setia,”
“aku sekadar bernyanyi untukmu, tetap tak boleh?”
“… ...”

Sore kala itu cukup sejuk. Setidaknya sedikit menolong, biar di antara kita tak ada lagi cekcok mulut. Sayangnya selasar gedung satu pun ikut kelu. Kau dan aku sama-sama menyebut: bahwa berteman juga butuh berkorban. Korban perasaan—tak apa sekali dua kali, asal tak keterusan.

Hari ini kau tak berjarak denganku. Entah besok atau lusa, mungkin sudah tak terhitung jengkalnya. Sesungguhnya aku benci rokokmu, tapi apakah kau juga tahu bahwa setiap hari ada korek di dalam tasku? Ya, siapa tahu kaubutuh sewaktu-waktu. Kupikir, dengan begitu, paling tidak, kita punya topik yang asik untuk diperdebatkan. Tak usah khawatir bertanya tentang kapan, semua skenario kita sudah Tuhan buatkan, bukan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68! Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah. Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. M

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan