9.8.12

.....

Aku memilih berbaring di kasur daripada lama-lama menguak kenangan yang lantas hancur. Tidak sesakit sakaratul maut, karena cuma paku dan baut yang lebih tau seperti apa rasanya tercerabut. 

Tak pelak, lagilagi tembok kamar yang selalu kujadikan pacar. Tempat beradu airmata yang menderas, memeras rupa yang sebenarnya fana. Bedanya, yang ini jauh lebih setia ketimbang makhluk yang menamai dirinya manusia. Bernyawa, tapi tak punya kuasa.

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...