9.2.12

Kamu: Yang Hampir Memutuskan Mei


Hai, Mini :)

Maaf—lagi-lagi aku selingkuh. Berlama-lama dengan kedua alat komunikasi handal itu, juga media sosial yang beberapa minggu baru kukenal. Ah, aku yakin kamu lebih tau, aku betah berlama-lama seperti ini karena apa, atau lebih tepatnya gara-gara (si)apa. Problema yang harus dikerucutkan adalah bahwa (si)apanya ini kebetulan nggak cuma satu.

Hah!
Hampir dua minggu sudah, sepi dari peradaban si a man who can we called—waktu itu namanya manggala apa cadatha ya?! Err, lupa. Yang pasti bukan mawar, bejo, atau tono. Dia—yang lebih dulu mengisi sela-sela rutinitasku dengan sejuta cara—yang selalu ‘maksa’ agar aku bisa meremin mata beberapa detik, lalu nipisin bibir, tanda bingung—nggak tau harus ngapain. Hahaha. Kesimpulan yang antiklimaks, sodara-sodara! Lagian, ngecek laman Kamu, Min, tiap hari, tapi nggak berani ninggalin jejak buat kita. Nggak berani apa belum berani ya, Min? yeah, mari mencoba positif lah.

Ibaratnya, aku itu deterjen warna. Cuma karena aku tumpahin dikit aja, langsung bela-belain ngosongin tabung mesin cuci biar nggak ketumpahan deterjen—lagi. Sekali-kali memberanikan diri memakai deterjen lain itu perlu loh, biar tau kualitasnya seperti apa. Apakah bajunya lebih lembut, biasa aja, atau jadi lebih kasar? Wangi cuciannya cocok sama si pemilik apa nggak? Sesimpel itu aja, nggak usah lah dibuat repot, menyiksa diri itu bukan jalan terbaik. Nah, setelah kamu mencoba, lalu suka, silakan saja, tapi kalau memang kurang suka wanginya, disimpan baik-baik, atau dikasih ke orang yang lebih membutuhkan juga boleh. Bahkan, kalau ingin ngebuang bungkus yang masih ada isinya juga monggo, tanpa harus diinjak terlebih dahulu, dibakar, apalagi digoreng sampai gosong. Tuh kan, lagi-lagi tentang penyiksaan. Setelah menyiksa diri sendiri, lalu menyiksa orang lain. Yaa, kalo situ udah baligh, dosanya ditanggung sendiri ini, dinikmati aja selagi masih bisa.

Ehm, segini dulu aja. Kalau terlalu lama, khawatir keluarnya sumpah serapah yang nggak berguna. Maaf ya, terima kasih. 


Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...