Gara-gara
kalian, aku jadi punya mimpi—lagi.
Terima
kasih ya, sini aku dekap satu-satu :D
Entah aku yang
belum peka sekitar—selama tiga tahunan lalu—atau memang Tuhan sengaja
menakdirkan kita biar lebih diburu rindu. Bukan karena aku sama sekali tidak mau
mengenal kalian, melainkan karena aku sendiri masih belum begitu tau apa arti
saling mengasihi. Tentu ini membuat neuron-neuron di kepalaku ramai kembali
karena sebelumnya cukup sepi. Ya, hampir tidak ada dialog yang biasanya
diperdebatkan oleh saraf-saraf otak di beberapa sisi. Dulu, hampir setiap hari
selalu ada ‘demo’ yang tiba-tiba saja mampir. Lalu, pelan-pelan menyusut di
satu dua sudut, lama-lama surut.
Hari ini,
semua ujung jariku terasa gatal—dan masih hingga detik ini—seperti ada yang
mengajak berkeliling menuju kotak-kotak hitam pencetak 26 abjad, juga
simbol-simbol kecil. Setelah itu, aku merasa dihidupkan kembali dari mati suri.
Mati suri menyesali rajutan mimpi-mimpi yang belum berhasil kudekap dalam-dalam.
Betapa sibuknya hidup, hanya untuk sekadar ‘menyesali yang lalu’. Bahkan, aku
sama sekali tidak kasihan pada si hidup yang terus dibakar waktu. Lagi-lagi
hanya karena AKU. Maaf. Aku menyelingkuhi kamu terlalu lama, dan baru hari ini
pulang ke rumah. Rumah yang dulu pernah kita bangun bersama dengan beribu janji
dan sumpah.
Sekali lagi,
maaf.
Kalian,
makhluk-makhluk kecil ciptaan Tuhan—yang mungkin juga, jelmaan malaikat—tanpa
sadar, tanpa sengaja, telah menggetarkan darah-darah yang sudah lama beku di
dalam tubuh. Membisikkan monolog-monolog hidup yang sempat aku tutup, juga berhasil
mencuci otak secara ketat agar aku kembali bersemangat. Diam-diam kalian
mencuri jurus ampuh sang pengalaman agar aku tidak kembali di titik rentan.
Terima kasih
lagi, untuk kali terakhir di detik ini. Mungkin nanti akan ada terima
kasih-terima kasih yang lain, yang akan aku kirimkan kepada kalian, jika telah
tiba saatnya nanti.
untuk: peserta Lomba Narasi Sintesa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar