12.2.12

Episode Akhir

Seharusnya aku memanggilmu “Dek”, kamu tahu mengapa? Kita terpaut beberapa tahun. Kalau mau tertawa, tertawalah! Alam mungkin sedang menertawakan kita. Selamat! Bahkan, Tuhan juga. Entah aku yang terlalu serius, atau kamu yang selalu bermain dalam bara rindu. Peduli apa? Ini tentang kita, bukan tentang orang-orang kebanyakan. Karena, kebanyakan orang terlampau kenyang dengan yang namanya konspirasi, Dek. Kita nggak usah ikut-ikutan. Duh, rasanya aneh ya, dengan “Dek” nya ini. Kalau dipikir-pikir, belum rela jika hanya namamu yang kupanggil, karena kamu masih kecil. Ah! Ini semua rekayasa alam, rekayasa udara, rekayasa Mei tahun lalu. Lalu, kamu akan menyalahkan siapa? Aku? Kamu? Atau mereka?—yang tentunya telah mempertemukan kita, meskipun tanpa unsur sengaja.

Apa kubilang? Jauh sebelum ini, jujur, kekhawatiranku semakin menjadi, Dek. Dulu, aku pernah bilang kan? Kamu suka main, begitu pun aku. Sayangnya, alur ‘main’ kita berbeda. Kamu masih betah lompat-lompat di tengah udara, sedangkan aku pelan-pelan ingin berlari mengitari lintasan kehidupan. Sudah mengerti kan sekarang? Mana? Mana orang-orang yang bilang kalau usia bukan segalanya? Sama halnya seperti uang, uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Jangan jadi munafik, Dek! Setiap harapan membutuhkan kedewasaan berpikir, siapa lagi yang memungkiri ini? Angkat tangan! Oh, kamu.  

Dewasa memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh ‘dewasa’. Sekian. Terima kasih Dek, sudah mau repot-repot mampir. 

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...