Seharusnya aku memanggilmu “Dek”, kamu tahu
mengapa? Kita terpaut beberapa tahun. Kalau mau tertawa, tertawalah! Alam mungkin
sedang menertawakan kita. Selamat! Bahkan, Tuhan juga. Entah aku yang terlalu
serius, atau kamu yang selalu bermain dalam bara rindu. Peduli apa? Ini tentang
kita, bukan tentang orang-orang kebanyakan. Karena, kebanyakan orang terlampau
kenyang dengan yang namanya konspirasi, Dek. Kita nggak usah ikut-ikutan. Duh,
rasanya aneh ya, dengan “Dek” nya ini. Kalau dipikir-pikir, belum rela jika
hanya namamu yang kupanggil, karena kamu masih kecil. Ah! Ini semua rekayasa
alam, rekayasa udara, rekayasa Mei tahun lalu. Lalu, kamu akan menyalahkan
siapa? Aku? Kamu? Atau mereka?—yang tentunya telah mempertemukan kita, meskipun
tanpa unsur sengaja.
Apa kubilang? Jauh sebelum ini, jujur,
kekhawatiranku semakin menjadi, Dek. Dulu, aku pernah bilang kan? Kamu suka
main, begitu pun aku. Sayangnya, alur ‘main’ kita berbeda. Kamu masih betah lompat-lompat
di tengah udara, sedangkan aku pelan-pelan ingin berlari mengitari lintasan
kehidupan. Sudah mengerti kan sekarang? Mana? Mana orang-orang yang bilang
kalau usia bukan segalanya? Sama halnya seperti uang, uang memang bukan
segalanya, tapi segalanya butuh uang. Jangan jadi munafik, Dek! Setiap harapan
membutuhkan kedewasaan berpikir, siapa lagi yang memungkiri ini? Angkat tangan!
Oh, kamu.
Dewasa memang bukan segalanya, tapi
segalanya butuh ‘dewasa’. Sekian. Terima kasih Dek, sudah mau repot-repot mampir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar