Langsung ke konten utama

#Best.Moment.of.MBIC

Salam huba-huba! *dikira lagi rapat suku Indian apa?* Salam Konser! Nah, ini yang bener :)

Halo para galauers, yang lagi post project syndrome. Apa kareba? Apa kabare? Meskipun udah H+4 Madah Bahana in Concert, gw rasa pasukan atau penonton masih ada yang terngiang-ngiang di beberapa scene. Begitu juga dengan gw. Eh, emang gw siapa? Lalala, nggak usah dibahas. Well, kalo kemarin gw trashing beberapa larik yang bisa disebut doa, kali ini insya Allah bukan trashing kok. 

Beberapa hari yang lalu, di twitter santer banget mainan tagar #Mbic2, #bestsceneMBIC, lalu diikuti #bestmomentMBIC, #momentMBIC, juga tagar-tagar lain yang belum sempat terkenal. Hahaha. Yuk mari, nggak pake lambreta. Di bawah ini adalah soal-soal yang harus dijawab menggunakan pensil atau pulpen, atau crayon juga boleh. Apabila anda tidak memiliki ketiganya, sila pinjam tetangga.
*apaan sih Dha, nggak lucu!
*..lari menuju matahari terbenam..* 
eh, ini kan percakapan waktu sama... please jangan memulai candaan yang sangat lokal, Dha! Baiklah. Maaf.

Nah, buat gw pribadi, ada beberapa best moment di MBIC. Ruang lingkupnya dipersempit aja ya, antara GR sampai dengan hari H pukul 24.00. Dengan begitu, tulisan gw nggak akan keluar jalur.

#Best.Moment.MBIC versi Idha Umamah:
© Setelah pertunjukan selesai, pada foto-foto, salaman, pelukan, dll. Gw nggak sengaja ketemu manajer humas gw, dan kami langsung nyamber buat pelukan erat. Beberapa saat kemudian, jeng..jeng..jeng..! ada satu manajer datang lagi, akhirnya kami bertiga pelukan. Oke, gw buka kartu, kali ini kelopak mata gw nggak bisa nahan tampungan air di dalam mata, finally jatuh juga. Pas kami bertiga lagi pelukan, datanglah seseorang yang sangat berarti di dunia per-MB-an. Sebut saja Bambang, tentunya bukan nama asli ya, sodara-sodara! (bayangkan si Bambang ini bisa cewe, bisa cowo, atau bahkan setengahnya). Entah kenapa, kami bertiga sontak melepas pelukan erat tadi. Lalu si Bambang langsung memeluk gw erat-erat, sembari ngomong sesuatu yang sama sekali nggak gw duga sebelumnya. Gw dipeluk si oknum berarti itu, disaksikan dua manajer jempolan gw. Oh, My God! Gw bahkan nggak hanya nangis saat itu, tapi bener-bener tercekat nggak bisa keluar sehurufpun. Tenggorokan gw rasanya ada yang nahan. Padahal gw pengin ngomong sesuatu ke Bambang—entah sekadar terima kasih, atau maaf, atau apalah—tapi nggak bisa. Bahkan, gw berusaha menghentikan tangis sesenggukan gw berkali-kali, tapi belum berhasil juga. Ya Tuhan, baiklah. Gw menyebutnya sebagai anugerah. Speechless..

© Pas GR, gw sok-sokan ke balkon tengah, gw ingin memosisikan diri sebagai penonton yang bayar 50 ribu. Dalam hati “ini lighting-nya kampret banget sih! Masih bagusan Pagupon, yang ditonton dengan HTM 5000, masih bagusan PK, yang ditonton tanpa HTM, lha ini 50 ribu, mameen!” gw langsung turun tangga, tapi nggak tau harus ngomong ke siapa. Ah, kacung kampret!! Sabtu paginya, gw diem-diem masuk ke lighting room, dan jadilah gw menemani Mas Aang ngecekin lampu. Dimulai dari nanya-nanya yang basa-basi, sampai akhirnya menjurus ke pertanyaan penting. Tiba-tiba, Mas Aang-nya bilang kalo mau ke toilet, kebelet pipis. Lalu doi ngomong gini: “Neng, saya mau ke toilet bentar, nanti Neng yang gantiin bentar ya, tinggal dicek aja satu-satu sesuai instruksi Mas Budi, okeh Neng? Kebelet nih saya..”, Gw: (super bengong), “eh, e, i..iya deh Mas, sip”. HT lighting gw pegang, akhirnya gw yang konek-konekan sama Mas Budi di stage. Seruuuuuu bangeeeeeet! Sumpah! Gw nggak boong. Gw rasa, gw jatuh cinta sama job dadakan ini. Kalo #Mbic2 beneran ada, PLEASE! Pake gw buat ngoprasiin lighting-nya.

© Begitu pukul 11.40, gw, Galih, Mba Har, Farhan, duduk di tangga kursi C. Diskusiin lighting, slide, sama spotlight. Tiba-tiba aja Mba Har tanya, “nanti orang MB yang di lighting room siapa?”, Galih menjawab, “Abi, Mba Har, tapi dia sibuk properti juga”. Lalu Mba Har ngomong lagi, “kalo lo aja yang lighting gimana?” (Mba Har nengok ke gw, dan tangannya ditempelin di dengkul gw) sembari bilang “Please..”. Gw (tampang bingung+bengong)“tapi gw udah di bagian touch-up, Mba”, “gampanglah, nanti cari orang lagi aja, soalnya lo yang tau suasananya harus gimana, dan toh lo juga udah tau kan lighting kayak gimana tadi”. Gw hanya bisa mikir ‘kalo gw tolak, trus hasilnya segagal kemarin pas GR, gw akan sangat bersalah banget, dan nggak akan maafin diri gw sendiri sampai kapan pun, tapi kalo gw terima, masih fifty-fifty juga, bahkan gw sendiri nggak yakin..’, lalu gw pun memutuskan untuk ‘IYA’, ke Mba Har. Huuuuh, tarik napas dulu deh, biar tenang. Abis itu gw langsung cari cara gimana biar lighting-nya sukses. Finally.. this job, well done. Aaaaah, senyum gw melebar setelah konser kelar.

© Pelukan sambil ngomong sesuatu ke manajer-manajer gw. Unforgettable hug ever after lah yang ini. Nggak mau gw ceritain, mau gw simpen sendiri aja, huahhaha. Nanti kalo jadi bahan gosip, kan jadi murahan, nggak eksklusif lagi :p

© Dikasih bunga sama seseorang—yang nggak akan gw sebut namanya—di saat gw lagi berusaha ngelap airmata, bekas sesenggukan tadi. So sweet banget sih ini, gw berasa lebih ngartis ketimbang pasukan yang main di stage, hihihi.

© Setelah show selesai, pas Pak Ben lagi ngomong panjang lebar, kami—kru lighting—saling tos, ngucapin makasih, dan becandaan. Oh iya, tiba-tiba gw inget, ponsel gw apa kabar, dari tadi pagi nggak gw utak-atik. Ternyata banyak sms masuk, dari mulai beli pulsa, sampai beberapa sms spesial. Ada satu yang bikin gw senyum tersipu, plus muka merah, yaitu sms dari orang yang tadi siang ngasih semangat—dan gw baru baca smsnya. Setelah bales-balesan sms beberapa kali, akhirnya kami ketemu di depan gate VIP, persis di depan pintu masuk lighting room. Nggak usah gw ceritain lah ya setelah itu kami ngapain. Huakakakakak. Anyway, thanks :)

© Kalo yang ini, gw rasa lebih tepat disebut #superkhawatirmoment ever after. Tiba-tiba Farhan telepon ke ponsel gw, tanya “Dha, Nimon mana? Kok nggak ada? Udah di depan lo belum?”. Gw, “Hah? Apaan? Belum ada”. Farhan, “Cariin dong Dha, Nimon suruh ke depan kaca lighting room, sekarang ya, plis plis! Gw nggak bisa liat apa-apa, gelap banget di atas sini”. Gw, “gimana nyarinya? Ini lampu blackout semua, nggak keliatan cuy..”. Gubrak! Praaak! Apa tuh yang jatuh? Sabodo teuing lah, ini lagi rempong. Mana jedanya udah agak lama ini, aduh Nimon di mana ini? Ya Tuhan, help me, please! Begitu gw mau keluar dari lighting room, tiba-tiba silau. Spotlight udah nyorot Nimon di depan kaca lighting room. Huh! Alhamdulillah. Thank You, Allah :) legaaaa rasanya.
*****Gini ceritanya, HT lighting sengaja distel frekuensi yang beda dari panitia lain. Frekuensi HT lighting hanya disamakan dengan HT Farhan, si pengendali spotlight di pojok balkon. Tau kan ya kenapa? Nggak tau? Sumpah lo nggak tau, kenapa cuma disamain dengan HT Farhan? Nih gw beberin. Biar kalo HT gw dan HT Farhan lagi ngoprasiin lighting, panitia lain nggak keganggu, begitu pula panitia lain, biar mereka nggak keganggu dengan percakapan kru lighting. Bentar, kedua kalimat ini sama aja deh kayaknya, hahahaha. Ya intinya itulah.*****

Huaaa, udah panjang banget. Baiklah, mari kita akhiri dengan bacaan hamdalah. Makasih banget udah mau baca. Semoga yang baca termasuk ahli Surga, aamiin :')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68! Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah. Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. M