Langsung ke konten utama

Bukan Penyakit yang Ber-prestige

Bismillah,

Malam Sabtu pada ke mana nih sist-sist, dan bre-bre? Nongkrong di angkringan, atau pada jongkok-jongkok di tepi jembatan, sembari meneriakkan yel-yel kesayangan “kyuuu.. kyuuu..” huahahaha.

Prestige, gengsi, saywor (saywor itu tulisannya kayak gimana ya? Say: ngomong, atau panggilan sayang, wor: nama orang? Ngaco!!) rupanya hal itu nggak hanya berlaku saat ada kompetisi, konser, atau acara-acara apa pun yang bernilai tinggi dan memunculkan gengsi. Inget ya, GENGSI, bukan GENGGES! Nah, yang namanya penyakit juga ada, bre. Coba tebak penyakit apa yang nggak ada prestige-nya sama sekali? Ya! Seratus untuk anda, boleh pulang duluan à lelucon klasik, nggak lucu!

Sehari bisa 7—8 kali bolak-balik kamar besar (kalo kamar kecil kan biasanya buat Pepsi, alias pipis, kalo kamar besar..) ya itulah pokoknya. Kalo lo pas lagi ngendon dan ngerem di kosan/rumah mah masih aman lagi, coba saat lo berada di tempat selain kosan/rumah. Misalnya di kampus, kalo lagi di kelas, izin mulu ke wc. Trus, lagi makan di kantin, kebelet juga. Lagi ketawa-ketiwi bareng temen-temen, kebelet juga. Pas mau ke mushola, masih aja kebelet. Belum lagi kalo pas lo lagi di dalem, dan lagi sakit-sakitnya, di luar ada yang ngantre, ketuk-ketuk pintu karena doi juga kebelet. Intinya nggak nyaman deh, seriusan, nggak leluasa, nggak lega. Lha wong lagi setor kok dikejar-kejar harus cepet kelar?!

Beda lagi saat lo lagi di tempat umum seumum-umumnya, jauh dari jangkauan kosan/rumah, kampus, dan di luar domisili lo. Beuh! Lebih sedih lagi, bre. Apalagi lagi nonton konser idola lo di dalam ruangan, dan lo duduk paling depan, sedangkan toiletnya lumayan jauh—harus naik turun tangga dulu. Trus, dini hari, kira-kira pukul 1 atau 2 lo masih di pinggir jalan mau pulang, nungguin taksi, dan di sekitar lo udah sepi banget, udah gelap. Meeen! Ini penyiksaan lahir batin gw rasa. Sementara kosan/rumah lo harus ditempuh sekitar sejam lebih dari tempat lo nunggu taksi. Belum lagi kalo lo mabokan, alias nggak bisa banget naik mobil berAC gitu *kayak akuh* yah, cukup berdoa dalam hati sambil menggenggam erat benda padat yang bisa lo genggam (misalnya ponsel, ipod, etc.) untuk meringankan rasa sakit lo sementara waktu.

Ngomong-ngomong, maap ya guys, kalo ada yang kurang nyaman dengan pembahasan ini. Just share :) nggak ada maksud apa-apa kok, sungguh. Cuma ingin ngasih saran aja sebenarnya. Saat kita lagi mengidap penyakit tak berkelas ini, sangat diwajibkan membawa oralit. Bawa termos isi air panas, gula, garam, gelas, sama sendok kecil. Piknik kalii! No, no. Bawa obat diare lah tentunya, dan bawalah sebanyak mungkin, jadi bisa dijual saat lo lagi nggak punya duit buat pulang. Hahha. Hmm, bawa air putih pastinya. Tisu, ini penting bre. Wewangian, bisa bawa bunga Melati, atau bunga Lili (soalnya si Mawar lagi diinvestigasi di kantor polisi). Usahakan yang biasanya bawa permen pereda mabok, ditinggal dulu di kosan/rumah, soalnya permen mendukung rasa mules lebih cepat. You know what i mean lah. Kalo perginya sama orang lain (teman biasa, teman akrab, teman nongkrong, teman ngalay, pacar lama, pacar baru, atau pacar orang) bilang dari awal sebelum lo capcus ke TKP tujuan, kalo “eh, aku lagi diare nih sebenernya, tapi demi acara ini, eke jabanin deh”.  Dengan begitu, niscaya orang yang pergi bareng lo mudah-mudahan lebih mengerti dan memahami perasaan lo. Hehe. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

Merdeka di Gunung (Anak) Krakatau

Dirgahayu RI ke-68! Bagi saya, 17 Agustus tahun ini terasa berbeda. Akhir pekan 16—18 Agustus pun terasa panjang, biasanya kan nggak terasa, tiba-tiba udah Senin lagi. Rasanya tak berlebihan bila saya menyebut mereka keluarga baru. Entah ini keluarga baru saya yang ke berapa. Pastinya, saya nyaman bersama dan berada di dekat mereka. 25 orang pemberani yang punya nyali luar biasa; dengan karakter yang unik; juga tingkah laku yang cukup gila. Hahaha. Kami berhasil menaklukkan Gunung (Anak) Krakatau. Ya, bagi saya semuanya berhasil—meskipun ada beberapa yang lebih super lagi melanjutkan perjalanan sampai puncak. Kadar ‘berhasil’ setiap orang memang berbeda. Bagaimanapun itu, harus tetap mengucap Hamdalah. Sekadar pengetahuan, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Kemudian, tahun 1927 lahirlah Anak Krakatau. Medan Gunung Anak Krakatau ini tidak terlalu sulit. Beberapa meter pertama kita akan menemui pohon-pohon kecil di kanan kiri jalur. Sisanya pasir putih dan bebatuan. M

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan