Aku menerawang berkilo-kilo meter dari sini, selama empat belas minggu. Berusaha memaafkan nadinadi yang sedari tadi pulang pergi mengincar pagi. Dia hanya menyimpan harap—yang benarbenar diyakini—belum lenyap, masih membuat lini dalam saraf kegilaan ini. Mengumpulkan ceceran keberanian untuk dipersembahkan pada manusia-manusia-yang-merasa-dirinya-dibutuhkan.
semuanya terangkum dalam pandora emas penuh warna, penuh dengan koma, namun akan diakhiri dengan titik oleh Sang Sutradara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!
Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...
-
Bismillah.. :) Mendadak gw hilang dari peradaban per-blog-an, halah.. opo toh iki?! Tapi, kali ini gw bener-bener kangen nuli...
-
Bismillah, Kangen karo enyong ora jon? Haha. Ari dikangeni ya syukur, ora yaa ora papa *mlayu, mojok neng tembok* Donya selak mene,...
-
Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar