26.10.12

Mengaduh Tuhan

Meninggalkan zona nyaman, mencicipi tempat baru, mencium aroma menantang, juga langit yang tak sama. Hal ini sama sekali bukan dambaan setiap orang saya rasa. Hangat, terjaga, merasa aman, dekat, tentu tak langsung dapat bersahabat begitu saja. Ya kan? Klasik: butuh waktu. Cuma kita dan Tuhan yang tahu tentang kapan.

Seperti saat ini, saya pontang-panting cari pegangan. Lama. Berhari-hari bahkan. Terbawa mimpi. Selalu muncul di sela-sela otak kiri. Mempertanyakan, kapan akan diputuskan?

Kemudian, hanya bermodal kenekatan, saya memulai perjalanan. Awalnya bingung memilih tikungan. Di tengah jalan sempat beberapa kali bertanya ke sana kemari. Tepat! Belum ada satu pun jawaban yang memuaskan. Lalu saya memandang ke udara sebentar, memerhatikan laju dan klakson kendaraan yang tiap detik menganga lekat pada peluh dan penat.

Empat jempol saya siapkan untuk seseorang yang telah bertahan selama setengah abad menyapu jalanan. Masih pantaskah saya mengucapkan “aduh” pada Tuhan?

**Kehilangan September

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...