Meninggalkan zona
nyaman, mencicipi tempat baru, mencium aroma menantang, juga langit yang tak
sama. Hal ini sama sekali bukan dambaan setiap orang saya rasa. Hangat,
terjaga, merasa aman, dekat, tentu tak langsung dapat bersahabat begitu saja. Ya
kan? Klasik: butuh waktu. Cuma kita dan Tuhan yang tahu tentang kapan.
Seperti saat
ini, saya pontang-panting cari pegangan. Lama. Berhari-hari bahkan. Terbawa mimpi.
Selalu muncul di sela-sela otak kiri. Mempertanyakan, kapan akan diputuskan?
Kemudian, hanya
bermodal kenekatan, saya memulai perjalanan. Awalnya bingung memilih tikungan. Di
tengah jalan sempat beberapa kali bertanya ke sana kemari. Tepat! Belum ada
satu pun jawaban yang memuaskan. Lalu saya memandang ke udara sebentar, memerhatikan
laju dan klakson kendaraan yang tiap detik menganga lekat pada peluh dan penat.
Empat jempol
saya siapkan untuk seseorang yang telah bertahan selama setengah abad menyapu
jalanan. Masih pantaskah saya mengucapkan “aduh” pada Tuhan?
**Kehilangan September
**Kehilangan September
Tidak ada komentar:
Posting Komentar