Langsung ke konten utama

Dahsyatnya Media Sosial


Selamat malam,

Malam ini gw akan berbagi uang, hahaha. Aamiin, kapan-kapan yak!
Gw akan membagi cerita nyata ini ke teman-teman. Kali ini tentang media sosial. Yuhuuu! Salah satu tren yang sedang digemari khalayak, dari yang muda sampai yang berusaha muda :P

Jadi begini, beberapa tahun lalu, kalo kita sempet denger info atau woro-woro yang sedang hebring tentang #KoinCintaBilqis, yaitu sebuah gerakan pengumpulan donasi untuk Bilqis. Waktu itu, masih menggunakan facebook karena twitter belum seramai sekarang—yang kayak pasar klewer, tiap detik ada aja pelanggannya. Usut punya usut, si Alanda Kariza (Ryan’s girlfriend), juga pernah menulis di blognya tentang Ibunya yang terkena sebuah kasus berat. Kalo ingin lebih lengkap, bisa baca blog Alanda di sini, atau blog  Cune, doi juga pernah mengulas soal ini.

Anyway, gw nggak akan membahas kasus tersebut. Hakikatnya, yang akan gw bagi adalah pengalaman gw sendiri yang merasakan ‘betapa mahadahsyatnya media sosial itu’. Dulu, pas awal semester sempet ada mahasiswa baru yang bernama Jalal. Doi diterima di Sejarah UI 2011, dan bernadzar akan gowes dari Pati—Depok, gilaaaa! Gilaaaa banget! Kemudian, ada sebuah komunitas yang berinisiatif untuk menjemput Jalal di TMII, dan gowes bareng sampai UI. Akhirnya, dibikinlah itu tagar #GowesBarengJalal. Saat itu gw memutuskan untuk ikutan. Daaaaan, seru banget aseli! Meskipun nggak rame-rame amat ya yang ikut, tapi suasana dan warm-nya itu yang bikin unmemorable. Kopi darat memang dahsyaaat!

Nah, tanggal 18 Februari lalu, gw berencana nonton KOPER di GBB-TIM bersama 3 temen gw (Jo, Dedep, dan Uswah). Namun, di saat kereta menuju Jakarta Kota lima menit lagi lewat, Uswah bilang kalo dia lupa banget udah bikin janji sama temen-temen kosnya—yang entah kenapa nggak bisa banget doi tinggal. Kalo doi tetep nonton KOPER, doi pasti nggak tenang hidupnya, meskipun di GBB bisa ketawa-ketawa setan sampai jungkir balik. Lebih ke tanggung jawab moral pertemanan lah, tau kan? betapa lebih pentingnya teman-teman dibanding apa pun yang lo cinta?! Makanya, tersisalah satu tiket VIP seharga 100.000 perak yang kosong. Ngelos banget tuh gw sama Uswah. Gimana enggak? Seratus rebu, buat ukuran mahasiswa mah sangat berarti kali. Uswah dan gw berusaha nelpon-nelpon temen yang kira-kira ‘murah’ diajak begituan. *kesannya kayak apa gitu ya!*

Sampai pada akhirnya gw dan 2 temen gw udah yuk dada babay sama Uswah, dan berpisah di kereta, itu tiket masih belum terjual juga. Btw, selain sms dan nelponin temen-temen yang ada di daftar kontak—yang kira-kira mau—gw juga ngiklan lewat twitter. Sempet agak lama belum ada respon. Bahkan, Uswah udah bilang kalo nggak usah diganti uangnya. Namun, gw pantang menyerah dan putus asa, masih semangat untuk meraih piala. *ih, apa deh ini?!* gw ngetwit beberapa kali, dan alhamdulillah di RT sama temen-temen *sok ngartis abis*, setelah kami bertiga sampai di Cikini, ada sesuatu yang cukup ajaib. Salah satu tweeper merespon twit ngiklan gw, dia bilang kalo mau banget tiketnya. Doi saat itu udah di TIM. Wow! Siapa pula ini? Bukan follower gw, juga bukan orang yang gw follow. Hmm, bertekad pada kepercayaan, gw pun membalas dengan memberi nomor ponsel gw, kemudian mengisyaratkan agar doi segera menelepon gw.

Setelah gw sampai GBB, dan ngantre tiket, getaran-getaran dahsyat itu tiba-tiba terasa, ahahahaa, *ceritanya drama ini* Nomor tak dikenal, gw angkat. Saling sapa, tanya-tanya, hingga akhirnya kami sama-sama memutar mata untuk mengetahui keberadaan kita. Setelah bertemu mata, kami saling melambaikan tangan, hahaha. Ternyata si doi, yang tadi di twitter bales twit gw. Daaan, dia langsung nyodorin seratus ribuannya, huehehehe. Sadis! Entah mengapa, gw sumringah banget ketemu orangnya. Serasa ‘plong’ dan pengin ngucapin milyaran terima kasih. Ini nggak lebay ya, menurut gw ini hal yang cukup wajar karena modalnya cukup dengan kepercayaan. Suatu saat nanti, kalo udah merasakan sendiri, pasti merasa itu ‘awesome’ banget deh!

Hmm, rezeki itu nggak ke mana kalo kita mau usaha, emang bener itu, jangan ditelan mentah-mentah dan asal iya-iya aja. Saat kita nggak berharap apa-apa dan sama sekali nggak berharap lebih, nyatanya ada aja ‘tambahan tak terduganya’. Itulah hidup. Bukan, lebih tepatnya sepersekian persen dari hidup. Indah ya :)))) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk