Langsung ke konten utama

Love at The First Show

Halo Sasina, 

Mudah-mudahan kita masih sempat bercengkerama di tahun-tahun akhir gw ini. Ah! Mungkin gw egois mencampakkan lo dua tahun lalu, maaf. Kalau boleh membela diri, hal tersulit dalam hidup adalah memilih. Terdengar sederhana sebenarnya: hanya memilih, apa sulitnya? Memilih satu di antara dua yang menurut gw sama-sama berharga. Setiap pilihan mempunyai ‘kenyamanan’ masing-masing sesuai dengan penyajian yang nantinya disuguhkan. 

Love at the first show, I mean.. 
Hmm, ada yang bilang ‘kalau cinta tak harus memiliki’. Dulu, gw sama sekali menganggap kalau itu hanya angin lalu, shit lah! Gimana caranya, lo cinta, tapi tanpa memiliki? Gw percaya bahwa karma semacam ini hanya akan terjadi di sinetron, telenovela, dan drama-drama romantis korea. Bagaimana dengan dunia nyata? Kalau Tuhan menjodohkan, pasti akan dipertemukan suatu saat nanti, meskipun harus—terpaksa—dipisahkan terlebih dahulu untuk sementara waktu. 

2008—2010, Tuhan menakdirkan kita berjarak, membiarkan kita saling memupuk rindu di tahun-tahun itu. Betapa romantisnya ya, Pencipta kita. Lalu, setelah tumpukan rindu hampir tumpah, Tuhan lantas mempersilakan kita untuk saling berdampingan di 2011. Bahkan, hingga tulisan ini gw buat. Kita masih duduk bersama: memuja cinta di antara nada.

Terima kasih, lo hadir di saat gw mengidamkan kehangatan sebuah keluarga, juga saat gw butuh dekapan erat dari ‘sesuatu’ seperti lo. Gw sangat beruntung, masih sempat mengenal lo sedekat sekarang. Kalau ada kata yang lebih dari ‘alhamdulillah’, pasti akan gw ucapkan begitu kita dipertemukan. Sungguh! Terima kasih karena lo bukan pembalas dendam kesumat atas apa yang pernah gw lakukan sebelum ini. 

Gw hampir lupa, ternyata saat ini 2012. Biasanya, empat tahun adalah waktu yang diidam-idamkan sebagian orangtua, sebagai tahun kelulusan putra/putrinya. Mengapa? Karena—kadang-kadang—putra/putrinya malah menginginkan masa hidup yang lebih lama. Sebut saja gw, salah satu contoh oknum yang berpikir demikian

Siapa sih yang menginginkan berpisah dengan keluarga? Memangnya ada ya, orang yang dengan cuma-cuma rela meninggalkan hanya demi sesuatu yang cukup prinsipiil—dalam keadaan masih cinta? Yaa, mungkin ada sih, satu atau dua, sisanya pergi dengan usaha keras mem-brain wash otaknya sendiri agar ‘rela’; berusaha memunculkan alasan-alasan manis yang masuk akal. Ya, okelah..

Di tahun terakhir gw ini—(sembari menghela napas)―gw hanya bisa menemani seperti biasa, bercengkerama dengan orang-orang di lingkaran kita, dan tetap menjalin kasih lewat nada. Oh iya, gw juga tak jarang menyelipkan isyarat doa, semoga album kita segera berjaya, dan pecinta setia Sasina selalu menghadirkan kita di sela-sela simfoni hidupnya.

Mudah-mudahan kali ini Tuhan memisahkan kita dalam keadaan yang sama-sama ‘siap untuk ditinggal-dan meninggalkan’. Supaya kita lega jiwa raga. Baiklah, lebih baik gw sudahi saja, gw tak ingin berlama-lama bercerita hingga air mata berhasil menundukkan sisi melancholia kita. 

Sampai bertemu di 16 dan 17 Februari, ya, Sasina :) 


had a glass to much love of Sasina, 
IDHA
untuk @sasina_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk