Desember, selamat ya telah sampai di hari ketiga. Biasanya kalo yang ketiga itu disebut ‘setan’ ahahhaaa. Aku berharap kamu baik-baik saja ya di sana , meskipun tidak sedang bersama diriku.
Terima kasih ya, untuk kemarin malam dan larut tadi. Sungguh, aku tak ingin dianggap selingkuh. Mungkin aku bukan orang yang pandai mengungkapkan hal-hal indah di hadapanmu, akan tetapi yakinlah bahwa aku selalu menyimpanmu, di tempat yang tak terduga, dan aku tak ingin banyak orang tau. Biarkan hanya aku yang memiliki kepuasanmu. Ya! Aku dan kamu saja sudah cukup. Oh, ditambah Tuhan, dan malaikat-malaikat penjaga tubuh kita.
Kalau menilik empat tahun lalu, entah siapa yang memulai kisah nyaman ini. Bahkan aku saja sudah lupa, sayang. Atau, kamu masih ingat? Kapan, di mana, siapa yang mempertemukan kita, karena sebab apa? Benarbenar kabur, melayang, terlalu tipis untuk ditangkap. Aku berusaha menyelisik jauh, lebih dalam, lebih dari dalamnya apa pun di dunia sinetron ini. Memunculkan kembali memori-memori mini yang pernah kita buat, entah sadar atau tidak sama sekali. Yang aku ingat saat itu, hanya tawa lepas sepanjang perjalanan kita. Tawa, yang belum tentu setiap orang punya. Terima kasih, sayang.
Hubungan yang tak bernama ini, memang tak ingin aku perjelas. Begitu juga denganmu kan? Bukankah kita pernah menyepakati tentang ini?
Empat tahun bukan waktu yang singkat memang. Apalagi bersamamu. Selalu ingin tetap berada di hari itu, di jam itu, benar-benar tak ingin beranjak ke ’esok’. Karena di setiap pertemuan apa pun, kita selalu begitu dekat, bahkan terlalu dekat, sayang. Aku tak menyebutnya sebuah dosa, tapi memang inilah rasa yang aku punya. Tak ingat lagi, berapa kali aku merasakan hangatnya kau memelukku saat aku diselubung rindu. Merasakan kelembutan kedua telapak tanganmu yang selalu menyentuh pipiku. Juga kehangatan-kehangatan lain yang biasa kita lakukan setelah itu. Sungguh, ini bukan dosa, tapi ini cinta. Mungkin. Sebenarnya aku tak mau menyebutnya cinta, karena seperti yang kita bicarakan dulu, kita hanya sama-sama menemukan rasa yang tak bernama ini, untuk sama-sama saling kita bagi.
Kau tau kan, akan ada yang bernama perpisahan, yang menjemput kita? Sebentar lagi, tak terhitung kapan, pasti akan kita alami, sayang. Sama sekali tak ada yang tau bagaimana, kapan, di mana, dan akan seperti apa. Sama seperti pertemuan kita. Bedanya, kali ini bukan awal yang menyimpan banyak kisah, tapi akhir yang selanjutnya meneruskan cerita tentang kebersamaan kita. Aku belum siap, sayang. Sungguh, aku tak benarbenar tau setelah ini. Seperti misteri. Aku yakin, tak ada lagi sosok sepertimu di mana pun nanti setelah peristiwa perpisahan ini terjadi. Apakah salah jika aku terlampau baik mengenalmu? Ini pasti bagian dari rencana Tuhan juga bukan? Untuk kau, dan aku, pastinya.
Aku berharap, Tuhan masih menuliskan takdirnya untuk kita, ya. Tuhan juga sangat tau, kalau kita sama-sama punya rasa. Bukan, bukan cinta. Sekali lagi aku tegaskan, kami tak menyebutnya cinta, ini semata-mata agar kami tak bertemu dosa. Maaf, kami terlalu egois. Hanya satu keinginanku, biarkan kami menyatukan ceceran rindu yang mengapung di udara, pada dinginnya subuh, dan diamnya larut. Kami tak ingin memecah keheningan kehidupan siapa pun. Jadi, biarkan kami sejenak saling menatap, mengecup, memeluk, dan menyatu dalam kemelut lusuh.
Biarkan angin yang bercinta, dan kami menyimaknya.
**NB: terima kasih, sayang. Ya! Kau, sintesa-ku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar