"Ya Tuhan, aku sedang tak ingin memandangnya, menyapanya, apalagi berbincang dengannya, meski hanya sedetik dalam nyawa maya. Aku lebih memilih pura-pura tak tau-tak melihat-dan seperti orang asing saja, dia di mataku, saat ini."
Namun, Tuhan belum mau mengabulkan permintaan yang satu ini, lagi-lagi aku berusaha mengintip bayangan gagah di sebelah kananku—jujur saja, aku merasa dia semakin dekat dalam sandiwara-hati-khusus-malam-ini. Rasanya ingin sekali mengakhiri peran semacam ini, tapi malam mencegat kami untuk saling menghentikan waktu—walau sejenak.
Ya, pertemuan kami dini tadi: aku sama sekali tak pernah berdoa agar aku dipertemukan seperti ini—padahal sudah menjadi bulanbulanan keinginanku, berharap sesuatu yang membuat kami dekat—tetap saja aku benarbenar tidak menginginkan kejadian ini—lagi.
Terima kasih, kau telah menciptakan adegan yang tidak aku inginkan—tapi aku berharap darimu, dengan adegan lain yang lebih romantis dari dini tadi. Sampai detik ini, masih menjadi mimpi nyata yang terus aku bawa sepanjang pagi hingga tiba dini hari lagi-saat aku memeluk kembali udara yang sempat hilang dilangsir malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar