Langsung ke konten utama

Jalan Cinta dan Pergalauan Dunia: Elegi Mahasiswa Tingkat Akhir (#3)



Aku: satu dari sekian juta orang yang tak mau ambil pusing dengan yang namanya skripshit.

Sist: kok lo santai-santai aja sih?
Bro: menurut L? trus lo maunya gw ngapain? Gulingguling jumpalitan di aspal margonda? Atau lari/sprint keliling lingkar luar UI tujuh hari tujuh malem? Atau gw bakar aja ini kampus, biar ramean dikit?
Sist: apa kek, cari topik, cari judul, konsul sama PA lo, udah hampir akhir semester tau!
Bro: denger ya gadis manis sepah ditelen, nenek-nenek kayang juga tau ini udah hampir kelar semester tujuh. Penting banget ya emang, kalo lo galau, kalo lo lagi stres, kalo lo lagi pusing banyak urusan, kalo lo lagi banyak masalah, semua insan sejagad raya alam semesta dan tetangganya harus tau gitu? NO!
Sist: lo nggak pengin apa lulus semester depan? Duh, gw amit-amit deh lebih dari empat tahun.
Bro: ya itu mah udah hak dan jalan masing-masing. Tapi kalo gw, gw nggak mau lulus sebelum gw yakin dengan ’bekal’ gw, karena setelah gw melepas embel-embel mahasiswa di kampus ternama ini, gw nggak mau jadi pengangguran. Gw malu! Mau ditaroh di mana muka gw di hadapan orangtua nanti? Buat gw, akan lebih terhormat jika saat gw lulus nanti, punya sesuatu yang bisa gw banggakan, sesuatu yang gw yakini bisa menjadi modal awal yang real, sebagai penunjang masa depan gw nanti. Gw sebenernya agak anti dengan kalimat ’gw pengin lulus, abis itu nglamar kerja di perusahaan/kantor deh’. Gw cuma mikir, pantesan Indonesia kekurangan lapangan pekerjaan mulu ya, bahkan mahasiswa lulusan universitas ternama aja mentok jadi kuli. Siklus ’as usual’ yang ada di benak sebagian besar orang-orang. Ya, namanya bangsa terjajah dulu, mau nggak mau, pasti masih ada darah kulinya.
Sist: kok lo jadi terkesan menceramahi gw sih?
Bro: tuh kan, udah negatif duluan sih lo pikirannya. Makanya tadi gw bilang kan, ini udah menyangkut hak dan jalan masing-masing. Bukan soal salah atau bener jika kita mengikuti siklus ‘as usual’ itu atau nggak.
Sist: ah, gw mah mau jadi mahasiswa yang biasa aja, nggak usah neko-neko sampe nunggu yakin dulu, baru lulus. Gw udah cukup kenyang kuliah.
Bro: that’s you! Yang penting saat lo tiba-tiba ada yang nanya ‘lo punya skill apa? Bekal lo apa? Seberapa mantap bekal lo utk terjun di dunia luar?’ asal udah punya jawaban aja, dan pastinya, bukti. Itu yang paling penting. Ibaratnya nih ya, LO JUAL-GW BELI. Berarti, lo harus siap dengan ‘produk’ yang akan lo jual ke orang-orang, sebagai hasil belajar dari lo masih burayak sampe segede ini. Gitu sist,
Sist: (manggut-manggut)

Aku: ya, aku yang masih ingin lebih berguna, dan masih ingin memanfaatkan label ‘mahasiswa’ agar berguna bagi orang lain sebelum meninggalkan ini semua.  

Komentar

Budi Mulyawan mengatakan…
yuh garap. hahahahah...
Rasendriya dan Anarghya mengatakan…
Wah keren yaa idealisme si "bro", hmm tapi kalo si "bro" dihadapkan dengan kenyataan kalo kondisi financial keluarga ga mendukung sementara tanggungannya cukup besar (adek2nya yg masih kecil-red)dan selama ini doi hidup (kuliah, kost-an dan makan) dari beasiswa yg cuma bisa nanggung maksimal 4 tahun, masih bisa bertahan gak ya dengan idealisme yang super duper keren itu?

*aduh jadi terharu*
IdhaUmamah mengatakan…
Ndun, ke mana saja dirimu? baru terlihat di dunia maya ini, hahaha.

hmm, menurut hemat gw, dgn segala kemungkinan yang terus muncul dan selama Tuhan masih ada untuknya, si bro bisa aja memiliki jiwa enterpreneurship. Mungkin, bisa dimulai dgn bisnis kecil yg dia yakini. Dgn kata lain, terlepas melalui cara apa pun yg halal dan toyyib, kalo emg dia mau, dia bs kok memulai 'passive income' yg dia mau. Meskipun hslnya belum seberapa, kalo nggak dimulai, ya nggak akan pernah terjadi. Si bro ini tipe-tipe org yg nggak khawatir dgn yg namanya rezeki, udh diatur melalui jalannya masing-masing *asiik ah* Tapi kalo sebelum lulus, doi udah dipanggil Tuhan, lain lagi jalan ceritanya :p

Postingan populer dari blog ini

DIJUAL SEPATU COLLETTE

Hai, kali ini saya mau jual sepatu nih: - Jenis: Sepatu Collette (*namanya tetap sepatu, karena bagian belakangnya tertutup—meskipun model bagian depannya slipper ) - Ukuran: 39 - Warna: abu-abu, merah muda - Harga: Rp160.000,- (harga asli Rp189.900,-) berikut penampakannya: Sepatu baru, belum pernah dipakai. Cocok banget buat temen-temen yang suka hangout, tapi tetep gaya. Nyaman, bahannya semi-beledu (*kata nonbakunya ‘beludru’). Kenapa mau dijual? Karena butuh tambahan uang untuk beli sepatu trekking, hahaha. Eh, tapi serius. Bakal seneng banget kalau ada yang berminat dan bantu saya menyelesaikan perkara jual-beli sepatu ini.  Info lebih lanjut, bisa hubungi saya via twitter/facebook: @idhaumamah  atau  Mursyidatul Umamah , terima kasih banyak :)

RENUNGAN

Monday May 04th 2009, 10:50 pm Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia.. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan, “para malaikat disini mengatakan bahwa, besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara hamba hidup disana? Hamba begitu kecil dan lemah,” kata si bayi. Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu,” “tapi, di surga, apa yang hamba lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi hamba untuk bahagia,” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya, dan membuatmu jadi lebih bahagia,” Si bayi pun kembali bertanya, “dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara kepada-Mu Tuhan?” “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.” Demikian Tuhan menjawab. Si bayi masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “hamba mendengar, bahwa di bumi banyak orang jahat, lalu siapa yan

Sedikit Tentang Nulis

Beberapa hari lalu, gw sempat mencoba memulai untuk menulis cerpen. Meskipun tema yang ditawarkan masih seputar cinta-patah hati, tetep aja, buat gw nulis cerpen itu butuh ide yang kaya, juga referensi yang cukup. Mungkin gini, nulis itu gampang, nulis apapun. Nulis cerpen juga bisa kok ngasal. Nah, kalo yang ngasal-ngasal mah gw bisa. Huahahaha. Yang butuh perjuangan itu nulis yang idealis, kaya ide, alurnya logis, dan enak dibaca. Walaupun gw udah kenyang teori-teori sastra, dalam hal ini nulis nggak banyak butuh teori. Ibaratnya, teori itu hanya menyumbang 5%. Justru 95% sisanya adalah kreativitas penulis dalam mengontrol dan mengolah, juga memilih kata yang tersedia di dalam otak kita. (*yang setuju, RT yaaa!) Huahahahaha.. Nggak semua penulis (‘orang yang menulis’) bisa langsung tarakdungces lancar bikin kalimat pertama di awal. Ada juga yang memang butuh mood bagus biar idenya mulus. Ada juga yang harus diputusin kekasihnya dulu, baru bisa ngalir nulisnya. Ehm, tapi gw buk