20.4.11

Trauma dengan "Kejadian itu"

2 September bukan tanggal penting gw rasa. Akan tetapi, entah kenapa gw belum lupa begitu saja.


"Hanya sebuah goresan pada dinding nisan tak bertuan. Hari itu membuatku kelu. Sekujur tubuh terasa membara saat percikpercik api mulai menampakkan keganasannya. Malaikat Izrail mungkin menjadi teman setianya detik itu juga. Aku gusar gemetar meregang nyawa. Aaaaaaaaaaa!"

Jam tangan digital gw udah di angka 08.05, mata kuliah Gender Dalam Sastra harusnya. Gw bolos aja apa ya? hmm, gw mikir itu setelah dapet sms dari temen gw tentang Dia. Gw telpon nomor Dia, nggak diangkat men! tambah panik deh gw. Nunggu bikun aja kali ya.. selang berapa detik, "Dia memanggil" tertera di layar hape gw. Gw angkat, dan anehnya yang kedengeran suara bapak-bapak. Jangan salah, bapak-bapak itu malah balik tanya dan ngasih info mengenai keberadaan dan keadaan Dia saat itu. Gw langsung mutusin bolos, ke stasiun UI, nunggu angkot 19 di Kober, dan capcus ke tempat suruhan bapak-bapak tadi. Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Nas, Al-Ikhlas, Ayat Kursi, semua gw baca. Gw nggak ngobrol apa-apa, padahal ada temen yang nemenin gw di angkot sedari tadi.

Begitu sampe di salah satu rumah sakit di sebuah daerah, gw bingung.
"Semua orang di sana hanya diam tak memutar kata. Ada apa di sana? Tolol semuanya! tak ada seorang pun yang bisa menjawab pertanyaanku dengan gamblang. Gila kalian! aku marah. Jauh-jauh aku memupuk rasa gemetar di rusuk kananku selama perjalanan itu, kalian tak tau kan? betapa sulit kupenjarakan neuron-neoron negatif keluar dari tiangtiang besinya. Semua kosong. Tuhan, orang-orang di sini gagu.."


Repetisi


Apa itu Repetisi?
Repetisi yang bikin seseorang mati suri,
Repetisi yang bikin orang sakit hati,
Repetisi yang tak pernah berhenti..

Alam mendukung sebuah repetisi,
seperti macanmacan yang tiap detik mengaum meminta diadili.
Repetisi formasi yang agak basi, meskipun bumbubumbu ekspresi terus digali.

Kesemuanya tadi hanya guratan siklus pada diri yang masih tersembunyi,
Ya!
tak salah lagi,

14.4.11

Belum Sempat

rongga ini belum sempat kauhinggapi,
apalagi menjamah sisasisa kepingan nadi.
mungkin nanti,
: katamu pada pagi.

Cinta Pada Sebuah Nama : dia

Aaaaaaaaaaaah..!

telah kusimpan dalamdalam yang mendarah daging itu,
sejak permulaan tatapmenatap berbalut malu,
aku juga tau apa sebabku penuh isyarat seminggu,
masih saja tak jua reda dari sebuah nama.
hari ini kuputuskan uraturat yang membelenggu,
yang kian detik bertambah sembilu,
biar saja kubawa pulang ilalang menjadi cerita pada kaca,
karena kurasa itu lumayan mendera.


Pada Janji

aku menaruh rindu pada efoni yang selalu merdu setiap kali kurayu,

tak ada lagi susunan huruf-huruf yang terpaku,
memalingkan kesyahduan alam di remang lampu.
entah..
kapan lagi bisa kulukis lengkung dinding,
pada selasela yang miring.
yang bisa menjamah lekuk kering.

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...