23.7.10

Cerita Senja Hari

Aku pikir, aura ini akan bertahan hingga esok hari. Pukul 18.15 nyatanya telah mengubah semua neuron-neuron yang ada di otak. Hh, astaghfirullah..
Entah, akhirnya aku membuang aura negatif itu pada diari elektronik yang selalu siaga menemani. Tak ada habisnya, aku pikir dia memang orang yang layak untuk mengimbangi ketidakstabilanku, tapi ternyata realita memperlihatkan peristiwa lain.


rona merah seketika berubah marah,
ketika tak tepat arah.
tak usah kaupikirkan cara memulainya,
namun, akan kupejamkan saja agar aku yang mengakhirinya.
maaf, jika aku tak ramah.
karna memang amarahlah yang cerah.
kali ini tak ada air mata untukmu, wahai kekasihku..
aku ingin segera merindukanmu tanpa batasan waktu,
tapi Tuhan tak mau
.



Aku bergegas mengambil air wudhu agar kutenangkan hatiku.
Ya, kembali menghadap Tuhanku, itu yang paling perlu..

Tidak ada komentar:

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...