25.7.12

Sarjana Humaniora

Setelah sekian lama dag-dig-dug tak karuan, akhirnya awal Juni lalu pun tereksekusi. Siang itu saya dieksekusi. Bukan oleh para panitera dan penguji, melainkan oleh para iksiwan dan iksiwati. (sedap kan, ada rima dalam kalimatnya, hahaha). Sebenarnya udah dari tanggal 29 Juni lalu, jadwal sidang untuk para—katanya sih kaum intelektual—iksiwan iksiwati. Tersebutlah Ucup dan Sisca yang mengawali parade S. Hum ini. Mereka berada di garda depan. Kemudian, teman-teman lain pun menyusul pada hari-hari berikutnya. Selamat! Selamat! Selamat! S. Hum! S. Hum! S. Hum! Mungkin enam kata inilah yang sedang akrab dinikmati pancaindra akhir-akhir ini.

Bahagia, haru, lelah, menjadi satu dengan frasa ‘tak mau pisah’. Ya, memang beginilah. Lalu bagaimana lagi? Itu sih terserah. Nikmati saja dulu lalalili yang ada di depan mata, selanjutnya mau apa, itu sih hak prerogatip kita. Ya nggak?

Bahagia.
Lega. Gimana nggak? ‘anaknya udah berojol’ atau ‘telurnya baru pecah’. Semacam inilah analoginya. Mulai dari yang ngerjainnya cuma satu semester, dua semester, sampai empat semester, semuanya lega. Beda nggak rasanya? Kalo ini, hanya si aktor/aktris dengan Sang Sutradara yang lebih tau. Kita makmum saja. Bahagia karena telah mencapai titik aman paling awal—mungkin. Bahagia karena berhasil melawan batas diri yang selama ini selalu menempel setiap pagi. Hihihi. Mungkin ada bahagia-bahagia yang lain? Silakan saja :)

Haru.
Tentu saja. Orangtua mana yang tak bangga melihat anaknya sarjana? Manusia mana yang sanggup menolak untuk membahagiakan orangtuanya? Haru. Jelas. Banyak doa yang setiap hari terselip di antara bibir-bibir tak berdaya. Menjelang pagi berdoa; beranjak siang berdoa; menjemput malam pun masih berdoa. Mungkin doa-doa orang tercinta melambung di udara, lalu dilabuhkan di atas sana. Terima kasih untuk selipan doanya :')

Lelah.
Kalo nggak lelah, bukan hidup namanya. Jangan anggap lelah telah membuat orang menjadi lemah. Justru karena dirinyalah, kita memaksa diri untuk—sementara—bertahan, bangun, lalu berlari. Terima kasih. Karena lelahlah, kita jadi terbiasa ditempa. Ya. Sampai jumpa ;)

**PS: berjuta terima kasih atas green tea dingin, kopi panas, telur asin, telur busuk, air perasan, kecap, piloks, dan ramuan-ramuan dahsyat lainnya yang telah kalian alirkan ke sekujur tubuh ini tadi siang. Oh iya, terima kasih juga atas lakban, tambang, tali rafia, isolasi bolak-balik, sedotan, dedaunan, sampah, rerumputan, juga unsur-unsur lain yang sangat mujarab, yang berhasil kalian sisipkan di sekujur badan. IT WAS AMAZING! Hahahaha.

Hai Hai!


Pagi pemirsa,
Saya sakit. Sakit karena terlalu lama tidak menulis. Menulis, hal sepele. Hal sepele yang apabila terlampau disepelekan, justru meningkat derajat kepentingannya. Huh! Hidup.

Banyak yang ingin saya bagi, tentang hidup tentunya. Tentang apa itu hidup? Siapa yang menjalani hidup? Untuk apa hidup? Mengapa harus hidup? Dan, bagaimana hidup?
(*serius amaaaat!)

Yasudah, makan dulu sana! Eh, lagi puasa ya?
Ganti, ganti! Tadarusan dulu sana!
#edisiramadan

Cerita Papandayan (7): Selamat Datang, Pondok Seladah!

Hai guys, ketemu lagi dengan gw di acara “Mengulas Papandayan” ( maklum, anaknya suka mimpi jadi pembawa acara kondang soalnya ) Nah, d...